Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenaikan Elpiji (Mungkin) Kebijakan Tepat, Waktunya yang Tidak Tepat

4 Januari 2022   23:57 Diperbarui: 5 Januari 2022   00:09 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: money.kompas.com

Ibu Omi pemilik warung makan di sebuah kantin bersama dekat rumah saya di Kampung Cinere, Depok,  hanya mengaku bisa pasrah dengan naiknya harga elpiji.  Catat, ibu ini tidak menggunakan Elpiji Melon yang disubsidi, tetapi elpiji nonsubsidi, pasalnya kapasitas produksinya besar. 

Masalahnya, kenaikan harga elpiji yang mencapai Rp170-180 ribu ini bersamaan juga dengan naiknya harga minyak goreng,yaitu Rp40 ribu untuk dua liter,  telur ayam yang menembus di atas Rp30 ribu, cabai merah, cabai rawit dan belum lagi ayam broiler.

Ibu Atun juga demikian. Tukang Nasi Uduk yang juga satu kampung dengan saya juga menggunakan elpiji non subsidi, juga didesak tingginya harga minyak goreng, telur ayam, cabai merah.

Keduanya mengeluhkan hal yang sama: Mau dijual berapa harga makanannya? Tidak mungkin menaikan harga karena daya beli sedang turun. Saya sendiri pelanggan mereka keberatan kalau harga nasi uduk dengan telur sampai Rp15 ribu, dan Ibu Atun menjualnya Rp10 ribu tepat.

Jujur, saya termasuk keluarga yang daya belinya turun dan terpaksa pakai elpiji yang non subsidi karena dianggap orang kaya, karena memang tinggal di kompleks. Kalau menghemat elpiji, ya sudha hemat benar, satu tabung 12 kilogram itu baru habis  sekitar 30 hari bahkan lebih.

Pertanyaannya, ukuran orang kaya itu sekarang apa? Penghasilannya? Rumahnya itu ukuran berapa? Pemerintah tampaknya tidak punya parameter. Lalu ketika mengeluarkan kebijakan menaikan elpiji waktunya tepat nggak? Minyak goreng karena harga internasional bagus, menaikan saja, tepat nggak?  Tanpa kenaikan saja kualitas hidup sudah turun.

Republika edisi 28 Desember 2021 juga melaporan keluhan salah seorang pemilik usaha kue di wilayah Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Farin (25 tahun), mengaku biasa menggunakan elpiji 12 kg di pabrik usaha kue miliknya. Menurutnya, harga yang ditetapkan pemerintah terlalu mahal. Seperti halnya dua pelaku UKM di kampung saya di kawasan Depok, dia juga menyebt Apalagi, harga telur yang menjadi bahan pokok kue naik.

Farin berencana meningkatkan harga produk yang dijualnya, mulai dari roti, pastry, dan kue. Mungkin harga pada 2022 bisa jadi ada beberapa yang harus dinaikkan sampai Rp 5.000 untuk menyeimbangkan juga dengan harga bahan pokok yang tidak stabil.

Pertanyaanya juga sama? Pelanggannya mau nggak? Belum tentu.  Bisa jadi pelanggan yang tadinya beli tiga, jadi beli satu. Selain itu naiknya harga akan memicu masalah lain, yaitu inflasi.  Pertanyaannya, sebetulnya Pertamina ketika menaikan harga elpiji mengamati juga harga minyak goreng, harga telur ayam,harga cabai merahm harga bahan pokok lain,  lalu daya beli masyarakat?

Boleh saja Corporate Secretary Sub Holding Commercial & Trading Pertamina Irto Ginting menjelaskan, penyesuaian harga elpiji terakhir kali dilakukan Pertamina pada 2017. Saat ini, Pertamina menaikkan 7,5 persen harga elpiji nonsubsidi tersebut.

"Pertamina menyesuaikan harga elpiji nonsubsidi untuk merespons tren peningkatan harga contract price aramco (CPA) elpiji yang terus meningkat sepanjang 2021," ujar Irto, Ahad (26/12).

Irto mengatakan, CP Aramco pada November telah meningkat sampai 847 dolar AS per metrik ton. Harga ini naik 74 persen lebih tinggi dibandingkan harga empat tahun lalu. Untuk itu, Pertamina menetapkan acuan harga.

Besaran penyesuaian harga elpiji nonsubsidi yang porsi konsumsi nasionalnya sebesar 7,5 persen berkisar Rp 1.600 - Rp 2.600 per kg. Perbedaan ini untuk mendukung penyeragaman harga elpiji ke depan serta menciptakan fairness harga antar daerah.  Masalahnya, saya tidak mengerti apa yang dinyatakan Irto. Saya khawatir pelaku UKM atau rakyat kebanyakan tidak mengerti alasan Pertamina. 

Kebijakan mungkin benar, mungkin ya, untuk kepentingan Pertamina. Namun waktunya tidak tepat. Alangkah baiknya kalau Pemerintah bisa membuktikan pertumbuhan ekonomi benar-benar sesuai dengan proyeksinya dan yang penting daya beli setidaknya untuk bisa hidup layak kembali.  Baru itu elpiji nonsubsidi dinaikan.

Kalau tetap juga naik, apalagi naik lagi, orang yang tadinya menggunakan elpiji nonsubsidi akan ramai-ramai beralih ke elpiji yang 3 kilogram dan itu tidak salah, karena bertahan hidup. Dengan menurunnya daya beli,  maka kriteria orang kaya juga berubah? Gaji dipotong karena perusahaan pemasukan kurang, apakah masalah ini dibahas antar lembaga?   

Jadi  menurut saya  memang tepat kalau Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan mendukung buruh dengan menetapkan kenaikan UMP yang berseberangan dengan Pemerintah. Ini bukan soal pro atau kontra Jokowi, tetapi juga soal hidup. 

Saya pernah menulis, kalau pengusaha keberatan UMP naik besar, ya pemerintah harusnya menjaga kebutuhan pokok tetap terjangkau.  Lagipula pandemi belum lagi usai.  

Jadi menjaga harga kebutuhan bahan pokok tetap terjangkau tidak bisa lagi ditawar kalau tidak ingin ada gejolak dari buruh.  

Begitu juga dengan titah Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Menteri Perdagangan, M Lutfi, untuk menstabilkan harga minyak goreng di pasaran juga tepat. Sekalipun  seiring dengan melonjaknya harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) di pasar global.Dia mengingatkan prioritas pemerintah menciptakan harga komoditas yang terjangkau oleh rakyat.

 "Soal minyak goreng. Karena harga CPO di pasar ekspor sedang tinggi, Saya perintahkan menteri perdagangan untuk menjamin stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri," tutur dia, secara virtual, Senin (3/1/2022) seperti dikutip dari money.kompas.com

Jokowi mengingatkan BUMN ataupun pihak swasta harus memprioritaskan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945.  Amanat dari Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari pernyataan itu, saya kira Pertamina sebagai BUMN  harus memikirkan hal itu.  Apalagi efek kenaikan elpiji baru terasa pada bulan depan, apalagi harga minyak goreng dan kebutuhan tetap tinggi, diikuti harga makanan, pada rilis Badan Pusat Statistik (BPS). 

Sebagai catatan rilis BPS pada 3 Januari angka inflasi 0,57 persen dan itu tertinggi selama dua tahun. Dari 90 kota yang dihitung Indeks Harga Konsumennya-nya hanya dua kota yang deflasi, lainnya inflasi.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet  mengingatkan inflasi pada 2022 bisa mencapai batas target pemerintah 2 hingga 4 persen setelah  menilai dampak dari beragam kebijakan pemerintah. "Bukan tidak mungkin angka inflasi menyentuh batas," ucap Yusuf www.republika.co.id.

Irvan Sjafari  

Tulisan Terkait: Pilih UMP Naik Terus atau Kebutuhan Hidup Layak Terjangkau

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun