Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Sejarah Membuktikan Munculnya Presiden Indonesia Tak Terduga

6 Desember 2021   11:30 Diperbarui: 6 Desember 2021   11:39 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan Presiden masih jauh yaitu 2024 ini dan saya heran sudah ada  deklarasi pencapresan, survei capres dari sejumlah lembaga terus beredar.  Kalau dirangkum semuanya tokoh yang dimunculkan sebetulnya kalau tidak yang sedang menjabat  di eksekutif, dia menjadi atau pernah menjadi  kepala daerah. Nama mereka pun menjadi media darling.

Saya tidak pernah percaya 100 persen dengan lembaga survei, dengan alsan sederhana: dari mana datanya? Sampai saat ini belum ada lembaga survei pun nanya saya dan orang sekitar saya soal capres/cawapres ini. Tidak ada jaminan bahwa survei adalah hasil pesanan.

Pada 1960-an publik tidak akan pernah menduga bahwa pengganti Soekarno adalah Soeharto, teutama setelah dinyatakan sebagai Presiden Seumur Hidup pada Mei 1963.  Bahkan ketika saat genting, Soekarno jatuh sakit pada 1965, yang terlepas dari kontroversinya ikut menyebabkan tragedi 30 September 1965, tidak ada yang menduga tokoh yang muncul adalah Soeharto.

Nama Soeharto hanya berkibar karena serangan umum pada 1 Maret 1949, memimpin  Komando Mandala untuk Operasi Trikora 19 Desember 1961 hingga 15 Agustus 1962. Ketika dia menjadi Panglima Kostrad (6 Maret 1961 hingga 2 Desember 1965), namanya juga tenggelam oleh nama Ahmad Yani, AH Nasution di kalangan tentara, sementara di kalangan sipil setelah dibubarkannya Masyumi dan PSI tidak banyak nama menonjol. 

Nama Soeharto disinggung  di Koran Mahasiswa Indonesia pada 1966, terutama setelah Supersemar dan saya lebih suka menyebut mencuat namanya sebagai pemimpin mulai  pada masa itu. Saya tidak membahas kontroversi peristiwa pada 1965 dan 1966, tetapi saya ingin mengatakan nama Soeharto tidak muncul "pagi-pagi", tetapi ada momentumnya.

Baiklah, bagaimana dengan pengganti Soeharto? Dulu pada 1990-an nama Try Sutrisno digadang-gadangkan sebagai pengganti dan tidak ada yang menduga bahwa yang muncul jadi Wapres adalah BJ Habibie dan menjadi Presiden karena mundurnya Soeharto dan bukan didorong dari bawah.

Munculnya KH Abdurrachman Wahid alias Gus Dur juga begitu saja dalam sidang MPR. Padahal nama Megawati digadang-gadangkan sejak 1996, juga nama Amien Rais. Tetapi toh keduanya bukan calon jadi 1999.  Megawati juga menjadi Presiden karena Gus Dur dilengserkan.

Kemunculan Susilo Bambang Yudhoyono juga terkesan mendadak, seorang Menteri Pertambangan yang saya cegat di lift untuk wawancara tanpa ada gangguan protokuler sekalipun sekitar 2000-an dan jadi media darling dan menarik simpati publik sekitar setahun sebelum Pilpres 2004, karena perseteruannya dengan Megawati.   Kalau terpilih lagi pada 2009 lebih karena publik menilai kinerja mereka berhasil.

Begitu juga dengan kemunculan Joko Widodo baru bisa diprediksi pada 2013 ketika dia dipilih sebagai Gubernur DKI Jakarta dan menjadi media darling hingga kepopulerannya menguat dan tak ada survei yang menyebut Jokowi bakal jadi Presiden ketika dia jadi wali kota Solo.  

Saya ingat benar teman yang mendukung Jokowi menyebut: "Tidak ada yang bisa dipercaya dan wajah baru," Dan rupiah pun menguat, setelah deklarasi. Sama halnya dengan ketika SBY dulu menjadi calon, kawan yang saya tanyai memilih beralasan, ramai dibicarakan, bisa dipercaya, muka baru.  Sebangun sebetulnya. Ketika terpilih kembali pada 2019, sama dengan terpilihnya lagi SBY pada 2009, kinerjanya memuaskan.

Bisa jadi nama Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Kofifah Indar Parawansa, Basuki Tjahja Purnama, Puan Maharani, Airlangga Hartarto dan nama lain yang disebut dalam berbagai survei, mau di urutan berapa, kemungkinan bisa jadi jadi capres/cawapres 2024. Nama-nama itu kera jadi polemik di media massa.

Setidaknya ada  kelompok Siap Ganjar Pranowo (Sigap), Relawan Kawan Sandi (RKS) Pulau Lombok dan Cimahi, Jawa Barat, Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES) mendeklarasikan dukungan untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, ada juga deklarasi Prabowo-Puan, ada juga nama Ketum PKB Muhaimin Iskandar.

Tetapi saya kira akan muncul calon yang tidak terduga dan bukan media darling pada saat ini. Muka baru yang justru diinginkan publik.   

Mungkin dia tokoh yang biasa-biasa saja, bisa dari TNI, anggota DPR, Menteri, tetapi kiprahnya baru tampak pada 2023 bahkan 2024. Bukan tokoh yang beredar di media massa saat ini yang masih tiga tahun lagi. 

Kalaupun paling cepat 2022, ada berapa nama tiba-tiba mencuat,  apalagi kalau terjadi hal yang luar biasa, bukan saja didorong oleh kejadian di dalam negeri tetapi juga global. Misalnya konflik Tiongkok dengan AS serta sekutunya masing-masing memanas.  Apakah pergantian kekuasaan 1966/1967 dan diikuti 1998 tidak terkait dengan situasi global? Saya kira terkait.

Begitu juga dengan penyelesaian pandemi juga bisa mempengaruhi situasi politik hingga pemulihan ekonomi.      

Kemungkinan ada tokoh yang muncul momentum akan selalu ada.  Kalau stabil saja, polarisasi politik sampai saat ini  kemungkinan nama-nama yang muncul akan mengerucut menjadi dua pasangan saja, sesuai polarisasi saat ini yang berakar pada 2014 dan 2019. 

Paling banyak tiga pasangan, kalau ada sejumlah parpol mencoba pasangan alternatif. Itu kalau parpol tidak oportunis dan pragmatis. Meskipun ada kemungkinan lain, yaitu polarisasi berubah. Bisa jadi ada kompromi antara kubu yang tadinya berseberangan dengan Jokowi malah bersekutu dengan pendukung Jokowi sekarang,  mengajukan capres/cawapres.

Apa pun itu menurut saya masih terlalu pagi untuk buat survei dan melakukan deklarasi sekalipun untuk membentuk opini.  Apa yang terjadi pada 2022 dan 2023 akan lebih menentukan. Termasuk jika kandidat sekarang ini, baik pada Anies Baswedan, Ganjar Pranowo atau siapa saja waktu itu dizholimi justru akan membuat pendukungnya mengeras. Apalagi dengan memakai kata  yang melekat dengan nama "binatang" untuk melabelkan pendukungnya, sangat tidak elok dan membuat situasi terus memanas.  

 Irvan Sjafari  

 

 Sumber:

https://news.detik.com/berita/d-5841464/survei-capres-indikator-prabowo-teratas-pemilih-jokowi-lari-ke-ganjar?tag_from=wp_nhl_29

https://nasional.sindonews.com/read/595051/12/marak-deklarasi-capres-2024-cuma-test-the-water-atau-serius-1636524693

https://nasional.kompas.com/read/2021/11/03/17045941/prabowo-puan-dideklarasikan-maju-capres-cawapres-2024-ini-kata-gerindra?page=all

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun