Emas kedua bulutangkis dipersembahkan pasangan ganda Putri Minarni/Retno mengalahkan Herawati/Corry 9-15,15-12, 15-6. Emas ketiga pada nomor tunggal putra atas nama Tan Yoe Hok mengalahkan The Ke Wan dari Malaya (nama Malaysia waktu itu belum ada) 15-9 dan 15-3. Indonesia Raya mengemundang sampai dua kali berturut-turut pada Sabtu malam 1 September 1958.
Selanjutnya hanya pada 1986 dan 1990, Indonesia tidak mampu memperoleh medali emas di cabang bulutangkis Asian Games. Â Sementara di Olimpiade sejak 1992 hingga 2020 paling tidak satu medali emas diraih dari bulutangkis.
Belum lagi perorangan, sejarah menempatkan Rudy Hartono juara tunggal putra All England delapan kali yang rekornya belum bisa disamakan atau dilampaui oleh atlet bulutangkis manapun.  Namanya masuk dalam Guiness Book of Record.  Masih ada banyak nama lain berprestasi di All England, belum lagi di kejuaraan dunia lain, kalau diungkapkan  dalam kurun waktu puluhan tahun tentu habis berlembar-lembar kertas.
Setiap dekade selalu muncul idola dari bulutangkis dengan jumlah yang cukup banyak, mulai dari Tan Joe Hok, Minarni, Rudy Hartono, Verawati Vajrin, Liem Swie King, Susi Susanti, Alan Budikusuma, Taufik Hidayat dan akhirnya Anthony Ginting, Greysia Polli, Gregoria Marsikan Tanjung  di era milenial. Â
Sekalipun prestasi antara sektor putra dan putri agak timpang, setelah era Susi Susanti, tetapi di sektor puri pun  cabang olahraga bulutangkis tetap tercatat paling berprestasi dan konsisten puluhan tahun. Bahkan pada Olimpiade Tokyo  dipersembahkan ganda putri atas nama Greysia Polii / Apriyani Rahayu. Artinya di sektor putri pun Indonesia tetap mendunia.
Pertanyaannya mengapa perhatian pemerintah  terhadap bulutangkis seperti cabang sepak bola misalnya?
Saya sependapat dengan mantan atlet bulutangkis Indonesia Taufik Hidayat agar pemerintah bisa memberikan perhatian tersendiri atau khusus kepada cabang olahraga bulutangkis.
"Saya minta bulu tangkis itu jadi prioritas karena, bukan mengecilkan olahraga yang lain, tapi memang medali ini selalu dari bulu tangkis. Medali yang lain selalu dari angkat besi. Jadi gak semua harus disamaratakan," sebut Taufik seperti yang dikutip dari Pikiran Rakyat, 6 Agustus 2021.
Baca Juga: Fokus Pembinaan ke Olahraga Berprestasi
Taufik juga menyebutkan Indonesia tak punya fasilitas yang memadai dan bertaraf internasional selain di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
"Kita masih di bawah sepak bola kalau soal popularitas, karena kalau kita ngadain pertandingan di Jakarta aja orang masih jarang nonton kalau pertandingan nasional," katanya.