Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kang Emil Tolak Impor Beras Saat Panen Raya

17 Maret 2021   23:53 Diperbarui: 17 Maret 2021   23:58 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ridwan Kamil-Foto: Kompas.com

Saya menilai sikap Gubernur Provinsi Jawa Barat Ridwan Kamil menolak rencana impor beras pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan tepat.  Saya gagal paham apa dasarnya kebijakan itu dilontarkan-syukurnya masih tahap rencana.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi meyakini, kebijakan impor beras 1 juta ton beras impor di 2021 tidak bakal menghancur harga gabah di tingkat petani. Menurut dia, langkah ini dilakukan untuk menjaga stok beras nasional dan menstabilkan harga.  Sekalipun data BPS memprediksi stok aman, masih ada kemungkinan mengalami kenaikan atau bahkan penurunan, terlebih mengingat kondisi curah hujan yang tinggi di sejumlah daerah Indonesia akhir-akhir ini. Lutfi menyatakan, pemerintah memerlukan iron stock atau cadangan untuk memastikan pasokan terus terjaga. Penambahan cadangan beras ini yang rencananya akan dipenuhi melalui impor.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR, 16 Maret  impor 1 juta ton beras itu merupakan penugasan tanpa dibahas melalui rapat koordinasi terbatas atau rakortas lintas kementerian sebagaimana lazimnya. 

"Walaupun kami ada penugasan impor 1 juta ton, belum tentu kami laksanakan. Kami akan prioritas dalam negeri yang memang sedang masa panen raya," ujar pria yang akrab disapa Buwas itu.

Pernyataan penolakan Ridwan Kamil itu dinyatakan dalam jumpa pers virtual  bersama perwakilan dari Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan) Jabar di Gedung Sate, Bandung, Rabu, 17 Maret 2021. Dengan demikian dia menjadi gubernur berikutnya yang menolak impir beras setelah Gubernur Gorontalo Ruslie Habibie.

Argumentasi utama Kang Emil, demikian sapaannya adalah impor dilakukan pada saat yang tidak tepat, ketika Jabar akan melakukan panen raya. Beras yang melimpah di petani dikhawatirkan akan membuat nilai beli oleh Bulog turun.

Emil mengungkapkan curahan hati para petani di Cirebon, serapan dari Bulog biasanya mencapai 130 ribu ton. Namun kini jumlahnya hanya terserap 21 ribu ton.

"Penolakan ini, menurut dia, juga didasarkan pada sila kelima Pancasila. Soal hal ini, kesejahteraan petani harus dinomersatukan oleh negara. Tanpa mereka petani, kita tidak jadi apa-apa," ucap mantan wali kota Bandung ini.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat, Dadan Hidayat memberikan data yang mendukung argumentasi itu. Konsumsi beras masyarakat Jawa Barat berdasarkan data BPS adalah 128,4 kilogram per kapita per tahun.

Jika dikalikan dengan jumlah penduduk jawa Barat mencapai 49.350.000 orang, maka dibutuhkan 6.400 ton beras dalam setiap tahun.  Januari sampai April, itu kan ada potensi panen raya . Dari produksi dan kebutuhan di Jabar masih ada surplus, 322 juta ton beras.

Saat ini harga gabah nasional turun. Harga gabah kering panen berkisar Rp4.200 per kilogram dan kini ada di angka Rp3.800 sampai Rp3.900 per kilogram. Juga gabah kering giling yang seharusnya Rp5.300, sekarang hanya Rp5.000 per kilogram.

Data BPS dan Bulog

Sebagai catatan rencana Kementerian Perdagangan itu sepertinya tidak pas  dengan apa yang diungkapkan Kementerian Pertanian, yang justru menyebutkan stok beras jelang Ramadan dalam keadaan aman. Berdasarkan prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan pokok, ketersediaan beras hingga Mei 2021 diperkirakan hampir mencapai 25 juta ton.

Kementan mencatat stok beras hingga Desember 2020 kemarin sebanyak 7,389 juta ton. Sementara itu perkiraan produksi dalam negeri mencapai 17,5 juta ton. Dengan perkiraan kebutuhan sebanyak 12,336 juta ton, maka neraca pada Mei 2021 diperkirakan bisa mencapai 12,565 juta ton.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS),  Suhariyanto pada 1 Maret lalu menyampaikan produksi beras nasional berpotensi naik mencapai 4,86% pada 2021. Kenaikan tersebut didukung panen raya yang menunjukkan tren positif di awal tahun.

Data dari BPS Nasional menyebut luasan panen pada2020 lalu mencapai 10,66 juta hektare, dengan sentra produksi terbesarnya Provinsi Jawa Timur. Produksi beras pada  2020 lalu sebesar 31,33 ton, meningkat dibandingkan produksi  2019, yakni 31,31 ton.

BPS memproyeksikan total potensi produksi padi pada subround Januari--April 2021 diperkirakan sebesar 25,37 juta ton GKG. Angka ini mengalami kenaikan 5,37 juta ton atau 26,88 persen dibandingkan subround yang sama pada 2020 yang sebesar 19,99 juta ton GKG.

Tiga provinsi dengan potensi produksi padi tertinggi pada Januari-April 2021 adalah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Sementara itu, tiga provinsi dengan potensi produksi padi terendah pada periode yang sama adalah Kepulauan Riau, DKI Jakarta, dan Papua Barat.

Jika dikonversikan menjadi beras, produksi beras selama Januari 2021 sebanyak 1,18 juta ton. Sedangkan potensi produksi beras sepanjang Februari hingga April 2021 sebesar 13,36 juta ton beras.

Sementara data dari BPS Provinsi Jabar mengungkapkan luas panen padi pada 2020 sebesar 1.587 ribu hektar, mengalami peningkatan sebanyak 8,05 ribu hektar, setara dengan 0,51 persen dibandingkan 2019 yang sebesar 1.579 ribu hektar.

Produksi padi pada 2020 sebesar 9,017 juta ton gabah kering giling (GKG), mengalami penurunan sebanyak 68,18 ribu ton, menurun 0,75 persen dibandingkan 2019 yang sebesar 9,085 juta ton GKG. 

Nilai tukar Petani (NTP) pada Februari 2021 hanya mencapai 99,85 turun dari Januari 100,06.  Kalau dilihat dari sektor tanaman pangan (termasuk beras)  NTP hanya 99,64, turun dari Januari yang masih di atas 100, 43.  Sementara harga gabah di tingkat petani Rp4.877 turun dari JanuariRp4.906 per kilogram.

Sektor pertanian di Jabar juga menghadapi masalah serius soal penyusutan lahan dan regenerasi petani.  Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Jabar, ada 573.842 hektare lahan pertanian (2019).  Sementara jumlah penyusutan lahan dalam berapa tahun terakhir sekira 10 persen dan itu berarti sekitar 57 ribu.

Catatan lain, Bulog masih mengelola beras eks-impor 2018 sebanyak 275.811 ton. Dari jumlah tersebut, 106.642 ton telah mengalami penurunan mutu akibat penyimpanan yang lama. Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Budi Waseso mengaku kesulitan dalam menyalurkan beras yang ada di gudang milik perseroannya apabila harus melakukan impor lagi sebesar 1 juta ton sebagaimana yang telah direncanakan pemerintah.

Ilustrasi-Foto: Era.id
Ilustrasi-Foto: Era.id
Kebijakan Pertanian Ridwan Kamil 

Tadinya saya khawatir Gubenur Ridwan Kamil ini terlalu asyik dengan kawasan industri dan pembangunan infrastruktur, serta mengabaikan pertanian. Padahal Kultur masyarakat Jawa Barat melekat dengan pertanian dan harusnya pertanian jadi prioritas.   

Namun perkembangan selama 2020, rupanya Emil menyadari bahwa sektor pertanian terbukti tangguh di masa pandemi dan perlu mendapat perhatian serius untuk ketahanan pangan. Saya mengucapkan syukur akhirnya dia "kembali ke Bumi".

Ada bebrapa progam Emil yang menarik dan tampaknya ingin menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Diantaranya, pria kelahiran 4 Oktober 1971 mendorong inovasi dalam penerapan Pertanian 4.0 di Jabar.  Beberapa  yang sudah jalan dari program ini ialah.

  1. Di Kabupaten Indramayu, memberi makan lele sudah menggunakan HP melalui aplikasi E-Fishery. Dari aplikasi di HP, sensor akan menggerakkan mesin yang mengeluarkan makanan.
  2. Teknologi Fish Finder di Kabupaten Sukabumi. Aplikasi dengan memanfaatkan satelit ini akan mencari titik lokasi berkumpulnya ikan.
  3. Si Perut Laper alias Sistem Informasi Peta Peruntukan Lahan Perkebunan.

Selain program digitalisasi pertanian, Emil juga menjalankan program petani milenial yang ditargetkan mencapai lima ribu orang sejak Februari 2021.  Program tersebut melibatkan korporasi/stakeholders agar tercipta ekosistem pertanian yang maju, mandiri, dan berkelanjutan.  

Anak muda yang terpilih diberikan masing-masing lahan seluas dua ribu meter persegi.   Mereka juga akan diberikan bantuan modal dari Bank BJB sebagai fasilitas dan hasil produksi mereka dibeli oleh PT Agro Jabar sebagai off taker.  Para petani muda ini diminta tinggal di desa itu dan menguasai teknologi digital.

Dalam hal inovasi teknologi memang Emil patut diacungi jempol. Hanya saja Emil belum memberikan gambaran jelas bagaimana menghentikan penyusutan lahan sawah di Jawa Barat yang tergerus untuk aneka macam pembangunan. Bahkan untuk memperluasnya.  Itu tugas dia sebagai Gubernur Jabar menjawab hal itu.

Irvan Sjafari

Sumber: [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun