Ekspedisi Militer Belanda ke Jambi 1858
Sejarah pun berulang. Kesultanan Jambi tidak sanggup menghadapi para bajak laut yang menguasai muara Sungai Batanghari dan tentu saja ancaman bagi urat nadi ekonomi kesultanan kecil itu. Pada 1833 Sultan Jambi Mohammad Fachrudin minta bantuan Belanda untuk menyingkirkan para bajak laut di muara dan berhasil. Imbalannya, perjanjian yang kali ini mengarah ke arah pengakuan kekuasaan Hinda Belanda.
Persoalannya muncul Sultan Fachrudin wafat pada 1841 dan digantikan Pangeran Ratu, Abdur Rachman Nazaruddin tetap mengakui perjanjian itu. Sementara yang menjadi Pangeran Ratu adalah Sultan Thaha Syaifuddin.
Sementara di sisi lain, ada pihak lain yang juga ingin bermain di Sumatera. Pada 1852 datanglah sebuah kapal Amerika Serikat "Flirt" dikepalai Water Murray Gibson mengunjungi Jambi. Sejak kedatangannya di Hindia Belanda, pejabat Belanda sudah mempertanyakan apa yang dicarinya di Sumatera, tembakau, karet atau timah. Namun dalam bukunya niatnya hanya berpetualang, melihat orangutan hingga suku anak dalam (kubu).
Gibson mengunjungi Jambi melalui Selat Sunda, singgah di Palembang yang dijulukinya sebagai Venice Sumatera dan akhirnya Jambi. Gibson memang singgah ke kraton Sultan Jambi. Orang Amerika ini dituduh menghasut Sultan Jambi untuk melawan Belanda.
Dia ditangkap oleh Letnan Nicolson bersama 12 marinir yang mencegat kapalnya. Gibson dikirim ke Batavia dan dipenjara di Waltervreden. Gibson namun dapat melepaskan diri. Insiden ini memperburuk hubungan Belanda dan Amerika Serikat.
Belanda semakin repot, ketika Nazaruddin wafat pada 1855 dan digantikan Sultan Thaha Saifudin. Sultan yang baru ini tidak suka atas perjanjian itu. Bahkan sewaktu menjadi Pangeran Ratu, Thaha mengirim surat melalui perwakilan Turki di Singapura, intinya meminta bantuan Sultan Turki. Mengetahui hal ini, Belanda pun memberikan ultimatum kepada Sultan Thaha.
Pada Juli 1858, setelah semua negosiasi untuk mencapai kesepakatan dengan Sultan gagal, ekspedisi hukuman dikirim ke Jambi. Pada 5 Agustus sebuah detasemen militer diberangkatkan dari Batavia dengan kapal uap Wilhelmina Lucia ke Muntok dan tiba pada 16 Agustus bersama Sr. MS. "Celebes" tiba.
Butuh beberapa waktu sebelum pasukan dapat diangkut lebih jauh ke Jambi. Alasannya adalah karena Sultan Djambi telah menerima 32.000 tentara reguler. Pihak Jmabi juga membangun sebuah benteng pertahanan telah dibangun di kedua sisi sungai, yang harus dilewati oleh pasukan penyerang, yang dapat membawa mereka ke dalam tembakan hebat.
Pemerintah Belanda untuk mengirimkan pasukan tambahan. Alhasil, ekspedisi Belanda hanya bisa mendarat di pantai yang jaraknya dua mil dari kota induk, pada 6 September 1858. Di bawah kobaran api kapal perang "Celebes", "Admiraal van Kinsbergen" dan "Onrust", pasukan Belanda berhasil maju di sepanjang sisi kanan sungai utama menuju ibu kota Jambi.
Pertempuran yang berlangsung tiga jam. Namun, kraton sultan dipertahankan dengan gigih dan baru jatuh ke tangan pasukan Belanda keesokan paginya pada pukul sepuluh. Belanda kehilangan empat serdadu tewas dan 43 tentara, termasuk dua perwira, terluka. Ada lima orang terluka di kapal Angkatan Laut. Secara militer kerugiannya kecil, namun Belanda tidak menyelesaikan masalah. Hanya menundanya dan membuat rakyat Jambi semakin anti Belanda.