Dari syair itu Pangeran Hidayatullah di mata Belanda (dan orang yang pro Nusantara  terhadap kolonial) tersirat bahwa penyebab meletusnya peperangan di kawasan Kalimantan Selatan ini terkait soal tahta.
Latar Belakang
Sejak awal abad ke 17, pada 1606  sudah ada kontak Kesultanan Banjarmasin dengan pihak Barat, di melalui United East India Company. Beberapa bentrokan terjadi, sebagian karena kontrak yang disepakati  terutama kontrak pengiriman lada.  Yang paling serius bentrokan bersenjata pada 1638 di Kota Waringin yang menewaskan 64 orang Belanda dan 21 orang Jepang.
Pada 1809 Daendels memutuskan untuk meninggalkan Banjarmasin (biaya yang terlalu mahal) dan pada 1811 Inggris menetap di sini. Pada 1816 Inggris pergi, Belanda pun masuk pada Desember tahun itu  menandatangani kontrak baru dengan Sultan. Pada Januari, bendera sultan diganti dengan bendera Belanda dan sejak itu beberapa pemberontakan kecil terjadi.
Ketidakpuasan warga muslim Banjar  meningkat. Setiap kali terjadi kerusuhan sosial di Kesultanan, Sultan yang baru memanggil pasukan Belanda untuk menyelesaikan masalah tersebut. Akibatnya, sentimen anti-Belanda tumbuh subur.
Ketika pewaris takhta pangeran meninggal pada1852, pemerintah Hindia Belanda mengangkat putra palsunya TamjidIllah II menjadi pewaris takhta dan gubernur kelak menjadi pemicu sebuah konflik besar.
Pada 1853,  Sultan Adam  mengirim duta ke Batavia memohon kepada pemerintah agar memperbaiki ketidakadilan ini dan untuk mengakui Hidayatullah, putra mahkota yang lebih muda namun sah, sebagai pewaris takhta.
Sayangnya, sebelum ada perubahan kebijakan, Sultan Adam wafat pada 1857 dan digantikan oleh TamjidIllah. Perebutan kekuasaan berkembang antara TamjidIllah dan Hidayatullah. Akibatnya sebagian besar masyarakat Banjar berdiri di belakang Hidayatullah sangat membenci penunjukan TamjidIllah.
Residen tidak sanggup melakukan tugas itu dan meremehkan tanda-tanda pemberontakan yang akan datang. Perlawanan penduduk segera berbalik melawan otoritas Belanda dan mulai berbentuk perang agama.
Pemerintahan TamjidIllah lemah dan kehilangan wibawa,  menyebabkan gangguan meluas, sehingga pemerintah turun tangan, mengirim Kolonel Andresen ke Banjarmasin, yang turun ke sana pada  29 April 1859 dan mengambil alih komando militer. Pada 1 Mei mengambil alih pemerintahan sipil ketika perang sudah pecah.
Motif  Ekonomi dalam Perang Banjar BelandaÂ