Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Guru Minda (1)

13 September 2020   14:24 Diperbarui: 13 September 2020   15:49 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Siap adik Windy," ucap Samuel.

Dia sendiri mengemudikan jip terbang, kendaraan di Preanger yang digerakan dengan  baterai matahari. Kami melayang satu meter di atas jalan, meninggalkan Jalan Lombok menuju Jalan Perintis Kemerdekaan.

Di Gedung Indonesia Menggugat sudah menunggu beberapa pendukung Persib, di antara teman sekuliahku Bagus Suhardja. Dia tidak bisa menonton karena harus mengikuti kuliah tentang kehutanan.  Sebetulnya aku diminta pulang oleh orangtuaku segera, tetapi Bagus tiba-tiba mengontak aku untuk pergi bersama.

Aku minta tolong ditemani ke hutan di zona tiga buat penelitian soal tanaman yang buahnya merah.  Demikian bunyi pesannya.   Bagus tahu aku pernah ke hutan itu dan melihat pohon berbuah merah itu.

Namun para peneliti belum ada yang mencoba mengungkap buah apa itu dan apa efeknya bagi mahluk hidup. Aku tak bisa menolak kawan yang tinggal satu kamar kos denganku.

Bagus anak yang kreatif sebetulnya, kadang agak aneh. Dia kerap aku pergoki dengan ponsel virtualnya menyendiri dan mengirim pesan suara entah pada siapa.  Mungkin dia punya pacar di salah satu kota di koloni kami.  Dia tidak pernah cerita.

Aku tidak pernah cari tahu, tetapi pernah secara tak sengaja aku melihat daftar percakapannya.  Ada pengiriman berapa kali ke tempat yang tidak dikenal. Mengapa harus dirahasiakan? Ah, itu urusan dia. Bagus tahu aku pernah lihat ponsel virtualnya, tetapi dia diam saja.

Setelah pesta kecil dengan Samuel, kami berdua bergegas ke Stasiun Preanger Satu menumpang kereta monorel ke Preanger empat. Dua setengah jam perjalanan, karena Preanger Empat titik terjauh di koloni manusia.

Matahari masih bertengger ketika kami tiba pukul 20.00. Di Planet Titanium sehari semalam itu 30 jam.  Pada musim panas ini matahari baru tenggelam pukul 24.00 dan terbit pukul enam pagi. Kalau musim dingin, jam 22.00 dan terbit 8 pagi.  Malam panjang tetap benderang, karena punya dua bulan, kalau purnama bersama langit begitu terang.

"Aku dengar anjeun mengunjungi Teteh Mayang yang diceritakan dari Planet Nenek Moyang kita," ujar Bagus ketika kami tiba di Stasiun Preanger 4.

"Iya, aku ingin tahu soal Bumi itu seperti apa. Menurut cerita mereka tiba di waktu lalu," jawab aku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun