"Kang Angga, Elang itu raja negeri ini. Anakmu...Anak kita!"
"Apa?"
Angga berpikir. "Pantas saja, teknologi negeri ini maju. Kupikir ada dari planet lain yang membantu."
Angga menutup wajahnya. Dia duduk di sebuah batu dan tampaknya terpukul. Aku menghampirinya, tampaknya dia mulai menangis.
"Negeri lain?"
"Iya, transmigrasi manusia bukan di Titanium juga ada di planet lain, dilakukan  orang Amerika, Tiongkok, juga rahasia."
Belum sempat aku bertanya lagi. Â Dari atas langit dua capung mendarat. Â Yang pertama Sang Kuriang langsung menembak para pengawal Angga, kemudian diikuti Kapten Ginanjar yang membonceng seorang prajurit Parahyangan yang juga bersenjata pelontar. Â Diikuti Ira bersama prajurit lain. Mereka langsung menembak.
Angga menarik tanganku maksudnya melindungi, tapi ditafsirkan lain oleh Sang Kuriang dan teman-temanku.
Sang Kuriang tampaknya berang dia kemudian meloncat dan menembak senjata listriknya ke berapa prajurit. Lalu mengambil semacam senjata tajam dan menikam Angga yang tak sempat mengelak. "Rasakan kujang Tanah Parahyangan!"
"Jangan, dia ayahmu!" seru aku.
"Ayah? Tidak mungkin. Anjeun juga tidak mungkin ibuku!"