Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ma Petite Histoire (11): Kampung Tugu 2002-2003

10 April 2020   11:38 Diperbarui: 10 April 2020   12:12 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja Tugu. Cilincing-Foto: ravel, Kompas

Menarik, ternyata ada Haji Masum yang membela Orang Tugu ketika ada orang (Muslim) yang salah paham  karena mereka pro Belanda di samping ada kecemburuan sosial (waktu sebelum dan sesudah revolusi). Padahal ada Haji Jiun yang sekolah di Tugu. Ini bukti bahwa penduduk Betawi awal menerima pluralisme.

Pada kunjungan sebelumnya saya bersama rekan saya yang lain Adjie Kurniawan dan Idan juga menemui Samuel, tokoh masyarakat Kampung Tugu lainnya.  Samuel bercerita dia menggantungkan hidupnya dengan pertunjukan kroncong dan minta disamakan dengan pertunjukan grup band lainnya.

Fredericco Quicko rekannya  hanya mendapat tips dari peneliti yang ingin menulis tentang orang Tugu.  Sewaktu kami ke sana tidak ada lagi wajah orang kulit putih dan kulitnya sawo matang, sudah banyak campuran. Di kuburan  dekat gereja terdapat banyak nama Abraham (fam), yang mungkin mereka dulu masih banyak darah Portugisnya (dari catatan harian 12 Maret 2002).

Krontjong Toegoe-Foto: Travel.kompas.
Krontjong Toegoe-Foto: Travel.kompas.
Sekitar Juni 2003, saya kembali menulis sebuah artikel, waktu jadi Redaktur di Info Kelapa Gading bertajuk "Kampung Serani di Utara Kelapa Gading". Waktu masa Hindia Belanda masyarakat pribumi yang beragama Islam disebut orang Selam dan yang kristen disebut Serani.

Rekan (Reporter) saya Irdiya Setiawan dan Sri Sugiarti melakukan reportase dan mewawancarai Samuel Quicko salah seorang pemain Krocong di Kampung Tugu.  Samuel mengungkapkan beberapa hal menarik, antara lain hingga 1930-an transportasi masih bisa dilakukan dengan menggunakan perahu menelusuri kali.

"Pada 1937 Mama saya  pergi ke Bekasi naik perahu di kali itu. Pada masa itu banyak warga Kampung Tugu bekerja sebagai pelaut," ujar Samuel.

Yang menarik orang Belanda dulunya memberi izin setiap rumah memegang senjata api. Menurut Samuel, senjata api kemungkinan digunakan untuk berburu babi hutan di kawasan Marunda. Nah, untuk berburu warga Kampung Tugu menggunakan transportasi perahu melalui kali.

Saya kemudian ke Perpustakaan Nasional mengenai hal itu. Ternyata orang Kampung Tugu pandai membuat dendeng babi.  Hal ini diungkapkan Bintang Barat edisi 8 Desember 1891.

Soedah berapa ari kita liat di sebelah oedik banjak orang serani djalan memikoel bawa dendeng kering entah dari Depok atau Toegoe Tjilinjing. Kita ingat dalem hal itoe barangkali maoe mampir dekat Toean Baroe Olanda, djadi tjepatlah masing-masing mendjoeal dendeng kering babi atau mendjangan.

Samuel juga mengungkapkan soal kroncong yang digunakan untuk mengiringi orang menikah sampai ke gereja. Begitu keluar pengantin diiringi lagi hingga ke rumah.  Musik kroncong juga dimainkan waktu tahun baru melancong bersama keluarga.

"Pada masa lalu kroncong dibawakan sambil berperahu di sungai di bawah sinar bulan,"imbuh Samuel lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun