Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Hak Jawab" Dilan untuk Milea

13 Februari 2020   21:13 Diperbarui: 15 Februari 2020   09:19 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Rindu itu berat, kamu tidak bisa menanggungnya. Biar aku saja." Kalimat yang diucapkan Dilan dalam Film Dilan 1990 diulangi lagi dalam sekuel pamungkasnya "Milea: Suara dari Dilan", menjadi ruh dalam keseluruhan trilogi yang diangkat dari novel karya Pidi Baiq ini.

Ungkapan populer yang kerap digunakan dalam dialog sehari-hari generasi milenial, bahkan generasi Z untuk berbagai hal, menunjukkan pengaruh Dilan yang begitu kuat sebagai pop art. Tentu saja masih banyak bertaburan kalimat gombal lainnya.

Secara umum trilogi Dilan tak ada bedanya dengan kisah cinta remaja dengan kenaifannya dari era Romi dan Juli yang diperankan Sophan Sopian dan Widyawati era 1970-an, dilanjutkan Ratna dan Galih-nya Rano Karno dan Yessy Gusman dalam "Gita Cinta dari SMA" tahun 1980-an dan Rangga dan Cinta dalam "Ada Apa dengan Cinta" awal 2000-an.

Renyah dan gurih dan masing-masing film kisah cinta remaja punya ungkapannya yang tercatat dalam sejarah dan tidak bisa dilupakan. Ingat, "aku akan kembali dalam satu purnama" yang diucapkan Rangga? Betapa para remaja mendadak menyukai dan bisa berpuisi, setelah film ini booming?

"Milea: Suara dari Dilan" seperti "cover both sides" dalam jurnalistik atau hak jawab dari tokoh yang tersudut dalam pemberitaan, dalam hal ini dua sekuel sebelumnya "Dilan 1990" dan "Dilan 1991", di mana Dilan adalah tersangka utama penyebab putusnya hubungan cinta antara dua remaja. Milea tidak suka Dilan ikut geng motor, karena khawatir jadi korban seperti kawannya Akiong bahkan terlibat tindak kejahatan. Namun kedua film sebelumnya dari sudut Milea sebetulnya.

Sekuel ketiga ini mendalami sosok bernama Dilan mulai dari masa kenak-kanaknya menyebut Bundanya dalam konteks berbeda, misalnya kalau lagi butuh uang disebut Bunda Ara (plesetan bendahara), kalau lagi lapar memanggal Sari Bunda (plesetan nama sebuah restoran).

Juga bagaimana Dilan meminta doa dari ibunya agar bisa mendekati cewek anak baru bernama Milea Adnan Husein.

Cerita begulir terus dari sudut pandang Dilan, menjelaskan apa yang terjadi sebelumnya betapa gamangnya Dilan antara memilih Milea atau geng motornya, betapa tidak hitam putihnya Dilan harus memukul Anhar, yang notabene adalah gengnya sendiri, hingga soal perkelahian antar geng, hingga betapa cemburunya Dilan melihat Milea jalan dengan beberapa cowok, yang tidak dia ungkapkan.

"Milea: Suara dari Dilan" menjadi cerita yang kuat sinematografi yang baik karena menggambarkan suasana hati dua karakter ini sehabis mereka putus. Misalnya Dilan yang termenung sendiri di halte bis di tengah hujan.

Lalu pertemuan mereka yang tampaknya basa-basi ketika ayah Dilan, sang tentara meninggal setelah putus, hingga masing-masing punya pacar baru. Kalau kalian menonton, lihat ekspresi kedua saling mencuri pandang.

Saya tidak kecewa dengan akting Iqbaal Ramadhan dan Vanesha Prescilia yang sudah melekat dengan Dilan dan Milea, cukup lewat ekspresi wajah mereka yang sebetulnya saling memendam rindu. Keduanya begitu dominan, untuk tidak menenggelamkan karakter lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun