Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buka hingga Jam 9 Malam, Perpusnas "One Stop Service"?

18 Januari 2020   15:24 Diperbarui: 18 Januari 2020   15:47 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana sepi di lantai 8 malam, Kamis 16 Januari 2020-Foto: Irvan Sjafari

Dalam Daftar Riwayat Hidup saya, selain bio data, riwayat pendidikan dan pengalaman kerja, saya mencantumkan hobi Travelling, Movie/Music dan Library.  Kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia, jalan-jalan, menonton film dan pertunjukan musik, serta mengunjungi perpustakaan.

Kalau diaplikasikan, jika uang sisa gaji cukup besar, maka saya akan merencakan perjalan wisata, jika sedang menonton film atau pertunjukan musik penyanyi favorit, jika hanya pas-pasan maka perpustakaan adalah hiburan alternatif.

Dulu waktu perpustakaan nasional masih ada di Salemba, buka hanya sampai ham 4 sore, kemudian diperpanjang hingga jam 6 sore, maka saya melanjutkannya ke Pusat Kebudayaan prancis (CCF) yang buka sampai malam.  Penat baca buku, nonton film Prancis di audio CCF atau nonton video dari koleksi audivisual Perpusnas.

Bagi saya perpustakaan bukan hanya sekadar baca buku, melihat koran dan majalah jadul (membaca itu bukan hanya untuk keperluan pekerjaan, menambah wawasan, tetapi juga hiburan), tetapi juga bisa menonton film dan mendengarkan musik.  Keduanya bisa dipenuhi oleh Perpusnas dan CCF.

Sejak berapa tahun ini Perpusnas pindah ke Medan Merdeka Selatan, CCF jadi IFI dan pindah ke kawasan Thamrin jadi satu dengan Kedutaan Prancis. Praktis saya jarang ke IFI karena jadi tidak praktis. 

Untungnya Perpusnas di Merdeka Selatan kini sudah komplit, mau baca buku umum ada di lantai 20-21. Kalau  mau lihat mikro film koran tempo dulu ada, mau nonton film ada, mau dengarkan musik ada  di lantai 8. Bahkan dilengkapi dengan studio mini yang bisa menonton film bersama-sama .

Jika  mau lihat koran terkini se-Indonesia ada (lantai 22), majalah jadul di lantai 23, mau bawa anak-anak ada perpustakaan anak di lantai 7. Ada ruang multi media (beselancar di dunia maya),  di lantai 19, yang dilengkapi musala.   Ada masjid di lantai 6,  kantai di lantai 4, serta kantin di lantai 4.

Awal 2020 ini, Perpustakaan Nasional membuat gebrakan Senin hingga Jumat buka hingga jam 9 malam. Walaupun hanya untuk lantai 8, 19 dan lantai 20-21.  Apa akibatnya?

Saya bisa menjadikan Perpustakaan Nasional menjadi co working space, kalau bosan kerja di kantor untuk upload berita online. Karena Wifi-nya di sini terbilang baik. Ada sejumlah spot di lantai 8, 19, 20 dan 21 bahkan lantai 4 yang bisa melakukan hal itu.

Bagi mereka yang ingin rapat atau berdiskusi juga tersedia ruangan, tentunya harus memesan tempat terlebih dahulu dengan pengelola. Begtu juga yang ingin nobar di bioskop mini, kalau tidak salah harus tujuh hari sebelumnya.  

Kuota berita saya untuk media online terpenuhi, saya bisa menyalurkan hobi melihat koran atau majalah tua atau nonton film jika jenuh.  Hanya saja kalau mau makan malam harus turun dulu cari kaki lima dan naik lagi, itu sudah saya lakukan pada Kamis 16 Januari 2020.

Suasana sepi di lantai 8 malam, Kamis 16 Januari 2020-Foto: Irvan Sjafari
Suasana sepi di lantai 8 malam, Kamis 16 Januari 2020-Foto: Irvan Sjafari

Antara jam 6 hingga jam 8 malam saya ada di Lantai 8, hanya ada satu orang menggunakan jasa mikrofilm, ada dua orang remaja cari video dan sedang buat tugas reportase juga entah apa. Lalu naik ke lantai 19, wow, 20-30 orang di sini.  Ada yang bekerja dan ada yang sekadar berselancar.  Di lantai 20-21 sekitar 20 orang juga. 

Menurut keterangan Herdy, petugas lantai 20  sejak buka hingga jam 9 malam, pengunjung rata-rata setelah jam 6 sore sekira 300 orang. Jumlah yang cukup bagus sebetulnya.

Saya juga menemui Talitha, alumni STAN dan PNS yang berkantor di sekitar Perpusnas merasa terbantu dengan dibukanya perpustakana hingga jam 9 malam. Pekerja seperti dia yang ingin membaca selalu terbentur waktu kerja, kini punya waktu leluasa.

"Sudah dua hari ini saya ke tempat ini jam tujuh malam. Lumayan hingga jam sembilan malam," kata Talitha yang mengaku tahu informasi ini dari instagram.

Sebaliknya sepasang mahasiswa dari Sastra Jepang dari Universitas Al Azhar, Chaerul dan Rita malah merasa buka hingga jam sembilan malam kurang.  Keduanya sudah kabur dari kampus dan tiba di perpusnas pada pukul dua siang.

"Gw bisa mengerjakan tugas di lantai 20. Kalau nggak ada bahan tinggal cari buku, lalu masukan data ke laptop. Nggak terasa. Harusnya sampai jam 12 malam nggak apa-apa," ujar Chaerul.

Keduanya menyukai mengerjakan tugas di Perpustakaan dengan laptop masing-masing dan wifi sangat membantu.  Rita malah mengaku kalau sudah di rumah terganggu konsentrasinya dan ingin tidur.  Keduanya tidak takut pulang malam. TransJakarta 24 jam dan MRT hingga tengah malam, hingga ojek atau taksi daring bisa jadi jaminan.

"Seandainya nggak buka jam 9 malam. Saya ngerjakan tugas di McD Thamrin yang 24 jam. Sayangnya keluar uangnya jadi banyak, hingga mahal untuk bisa gunakan Wifi," kata Rita.

Keduanya hanya menyoriti pengunjung lain yang memenuhi meja tetapi digunakan hanya untuk iseng dan mengobrol dengan temannya. Hingga mereka terpaksa berselonjor di lantai dan laptopnya di meja.

"Harusnya lebih banyak meja dengan akses charger hingga bisa kerja sambil cari referensi dan laptop tidak lowbatt," sahut Chaerul.

Kami juga menyoroti kurangnya fasilitas untuk makan untuk mereka yang sampai malam. Seandainya kantin bisa juga sampai jam 9 malam, tentunya one stop service bisa tercapai. Apalagi toilet juga cukup memadai, ada di setiap lantai. Sebagai catatan Perpustakaan Nasional juga buka Sabtu dan Minggu tetapi hanya sampai jam 4 sore.

Saya mencari referensi lain, ada nggak perpustakaan yang jam bukanya lebih panjang. Oh, ada seperti saya kutip dari KR Jogja

Sejak 2019 Perpustakaan Daerah Kota Yogya resmi membuka layanan hingga 20 jam. Peningkatan layanan tersebut merupakan masukan dari pengunjung, terutama yang menikmati layanan internet gratis.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Yogya Wahyu Hendratmoko di harian itu mengungakan setelah pihaknya mempertimbangkan sumber daya yang ada, maka diputuskan untuk buka hingga 20 jam, yakni sejak pukul 07.30 hingga 03.30 WIB dinihari.

Durasi layanan hingga 20 jam tersebut tidak hanya berlaku di perpustakaan induk Jalan Suroto, melainkan juga perpustakaan alternatif di Jalan Mayjend Sutoyo. Hanya saja tidak semua jenis layanan dibuka hingga 20 jam.

Khusus untuk layanan sirkulasi seperti peminjaman dan pengembalian koleksi buku, dilayani hingga pukul 24.00 WIB. Selebihnya hingga pukul 03.30 WIB, pengunjung tetap bisa menikmati layanan internet gratis serta koleksi majalah yang berada di area selasar.

Jam buka perpustakaan daerah hingga 20 jam juga dimaksudkan untuk memperkuat nuansa pendidikan. Apalagi Yogya selama ini sudah dikenal dengan kota pendidikan serta mayoritas yang mengakses perpustakaan ialah kalangan pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah.

Membaca informasi ini membuat saya bertanya, apakah perpustakaan ini juga bisa juga jadi destinasi wisata? Mungkin kurang informasi pengunjung malam di perpustakaan nasional masih belum terlalu banyak.

Salam Literasi

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun