Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Ashfall", Menemukan Patriotisme di Tengah Bencana

25 Desember 2019   00:12 Diperbarui: 25 Desember 2019   00:39 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Ashfall-Foto: Asianwiki.

Sebagai perwira dari pasukan khusus Korea Selatan, Jo In-chang (Ha Jung Woo) hal biasa untuk kehilangan waktunya, menemani istrinya Choi Ji-young (Bae Suzi) yang sedang memerika kehamilannya.  Dia dan timnya sedang membersihkan ladang ranjau di garis demarkasi dengan Korea Utara, ketika istrinya bilang: jangan terlambat.

In Chang pun menyelesaikan tugas dengan baik, mengendarai mobilnya menemui istrinya. Pukul 10:45 demikian jam di mobilnya, dalam lalu lintas padat, ada anjing menggongong di dalam sebuah sedan.  Televisi di gedung menyiarkan kejadian di Gedung Kebudayaan Pyong Yang yang hancur karena gempa bumi dan gempa pun juga melanda Korea Selatan.

Jalan terbelah dan gedung luluh lentak akibat gempa 7,8 skala richter. Gunung api di Pegunungan Bakedu meletus dengan dahsyat memberi dampak kerusakan besar di berapa kota di Semenanjung Korea.

Prolog "Ashfall" hanya memberi jeda beberapa menit perjanjian denuklirisasi Korea Utara, kedatangan USS Watson hingga terjadinya gempa dan dampaknya.  Kalau soal sinematografi film besutan sutradara Lee Hae Jun dan Kim Byung Seo menggambarkan dampak bencana tak kalah dengan film Hollywood "2012",  "San Andreas", "The Quake", karena teknologi film memungkinkan hal itu. 

Prolog film ini awalnya menggiring penonton mengira akan sebangun tentunya dengan bumbu drama bahwa sang tokoh utama In Chang adalah sang hero.  Masih serupa dengan film bencana Hollywood ada pakar yang dipanggil , kalau dalam "Ashfall"  pakar gempa bumi itu ialah Profesor Kang Bong Rae (Ma Dong Seok) merasa menjadi   orang "Amerika" karena kecewa keilmuannya tidak di negerinya sendiri. 

Ternyata teorinya mulai disimak oleh Presiden korea Selatan dan petinggi militer. Mereka khawatir prediksi bahwa  gempa susulan terakhir akan paling  dahsyat akan mengakhiri  peradaban Korea  Utara maupun Selatan.  Rae bilang  letusan gunung api bisa dihentikan kalau ada bom nuklir 600 kilo diledakan di sebuah bekas tambang.

Bisa ditebak, In Chang yang diminta memimpin tim untuk melaksanakan operasi itu. Tidak tanggung-tanggung mereka harus terlebih dahulu membebaskan  Lee Joon-pyeong (Lee Byung Hun), mantan menjadi bagian dari kementerian tentara merah Tiongkok untuk Korea Utara, karena satu kesalahan ditahan.  Lee punya kunci di mana letak plutonium dari misl milik Korea Utara yang akan diledakan di dalam tambang.

Petualangan dari membebaskan, mencuri plutonium hingga membawanya ke tambang tentu menjadi jalinan cerita "Ashfall". Bisa ditebak akan tidak berjalan mulus. Lalu diselipkan adegan sang istri  yang hamil nyaris celaka oleh letusan kedua yang membuat Sungai Han meluap menghancurkan jembatan.  Lalu kisah manusiawi bahwa Lee juga punya seorang putri.  Terjadilah konflik kepentingan.

Nah, yang akan akan membedakan film-film tentang bencana ini ialah bagaimana karakter-karakter utama menjadi penyelamat dan berkumpul dengan bahagia di keluarganya, keadaan kembali seperti semula atau berakhir tragis?  "Ashfall" mengingatkan saya pada  film Korea "Host" di mana pahlawan begitu manusiawi dan tidak bisa ditebak siapa pahlawan sesungguhnya. 

Selain itu "Ashfall" memberikan gugatan soal nasionalisme dan patriotisme bangsa Korea, apakah Pemerintah Korea Selatan ini selamanya  harus manut pada Amerika Serikat, sebaliknya orang Korea Utara itu selamanya harus  menuankan Tiongkok?  Benarkah negara-negara adidaya ini ingin melindungi sekutunya masing-masing dalam keadaan apa pun? Atau hanya selama masih bermanfaat saja?

Di tengah bencana ini patriotisme dan nasionalisme masing-masing karakter diuji. Tentunya juga sebetulnya pertanyaan ditujukan pada seluruh orang Korea, baik Utara maupun Selatan? Bias kepentingan Korea Selatan? Nggak juga, saya menangkapnya film ini memberi pesan harapan walau pun kecil trerhadap masa depan Korea.

Ada sebuah adegan yang menarik betapa orang  Amerika Serikat benar-benar egois, ketika istri In Chang yang hamil  bersama Prof Kang, tidak diprioritaskan untuk dievakuasi dari pelabuhan Inchon, hanya warga AS lebih dulu. Padahal sang istri sudah diberi surat dari pemerintah Korea Selatan untuk dievakuasi sebagai syarat In Chang menjalankan tugas. Oh, ya sebagai catatan sejarah  Inchon itu titik pendaratan Jenderal McArthur sewaktu membebaskan korea Selatan dari agresi Korea Utara pada 1950-an.

Sementara dalam sebuah  adegan lain Lee, sebagai orang yang pernah bekerja dengan Tiongkok merasa bahwa dia akan diselamatkan bersama putrinya kalau mau melaksanakan agenda yang diberikan padanya.  Peristiwa ini membuat Lee mempertanyakan keberpihakan selama ini benar atau tidak? Sebaliknya In Chang juga mempertanyakan apakah yang ia lakukan demi Korea Selatan atau agar dia dan istrinya bisa berkumpul dan melihat anaknya lahir.

Sosok Presiden Korsel yang tadinya hanya menjadikan kemungkinan 3,sekian persen kemungkinan dari Kang menghentikan bencana mirip elektabilitas awal dia mencalonkan diri juga menjadi pelajaran untuk para petinggi negeri ini.

Poster Ashfall-Foto: Asianwiki.
Poster Ashfall-Foto: Asianwiki.
"Ashfall" bukan karya agung dengan standar apa pun, tetapi sutradara Lee Hae-jun dan Kim Byeong-seo berhasil membuat film bencana yang layak yang memenuhi standar dalam segala hal, dari akting yang baik dan pembangunan karakter hingga alur cerita yang solid dan ketegangan yang kuat menjadi kelebihan film ini  dan membuatnya unggul dibanding film-film bencana Hollywood yang sebetulnya hanya bentuk baru dari American Hero klasik.  

Chemistry In Chang dan Lee begitu kuat, mereka saling mengelabui tetapi di sisi lain juga saling mendukung dan memahami.  Bahkan bisa mengobrol hal ringan seperti acara televisi. Sayangnya karakter anggota tim lainnya menjadi tenggelam oleh kekuatan dua karakter ini. Dan yang menjadi poin utama menurut saya siapa menjadi hero menjadi relatif dalam film ini. Film ini lebih bagus dari film bencana Korea lainnya "Heaundae" atau "Tidal Wave" (2009).

Sebagai catatan  film ini juga besar, yaitu  26 miliar won ($ 22,2 juta) sangat besar untuk sebuah film Korea. Namun tidak mengecewakan.  Pendapatannya diprediksi  juga akan besar.  

Bagi saya? Tiga dari empat bintang.

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun