Hal ini bisa dibaca seperti penyanyi pria jebolan ajang pencari bakat berapa tahun terakhir ini tidak sepesat kontestan wanitanya. Yang tetap menjadi tanda tanya saya ialah --terkecuali Fatin Shidqia-penyanyi jebolan ajang pencari bakat bukanlah pemenang pertama atau kedua, ketiga.Â
Hal ini mengingatkan saya pada Claudia Santoso yang jadi pemenang di The Voice of Germany 2019, pernah mengikuti ajang pencarian bakat di Indonesia ketika masih kanak-kanak dan tidak menjadi pemenang.
Melesatnya para jebolan ajang pencari bakat sepanjang 2019 ini didukung oleh kehadiran media sosial, Youtube, Instagram, yang memudahkan mereka kontak dengan fans hingga promosi bukan saja di Indonesia tetapi lintas negara. Usia mereka yang rata-rata di bawah 30 tahun bahkan 25 tahun dengan semakin tumbuhnya generasi milenial menjadikan faktor pendukung.
Pertanyaannya mengapa penyanyi perempuan begitu cepat melesat, baik secara kuantitas maupun kualitas? Apakah karena faktor penampilan, kecantikan, selain suara yang mumpuni tentunya dan boleh dibilang terkait kuatnya patriaki dalam sistem kapitalisme yang mendominasi industri musik? Â Tidak juga, karena di jalur indie penyanyi perempuan generasi baru ini juga kuat.
Atau memang ada kendala yang menghambat penyanyi laki-laki dari soal skill dan inovasi (atau kesempatan memang sempit)? Â Walaupun ada yang melesat, jumlahnya tidak sebesar yang perempuan.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H