Kemudian pada 16 November 1964, para ilmuwan pribumi yang dipimpin Ir Djali Ahimsa sukses menuntaskan criticality-experiment terhadap reaktor nuklir pertama TRIGA MARK II. Alumni ITB 1958 ini mengepalai proyek pembangunan reaktor atom sejak 1960. Namun namanya baru mencuat ketika reaktor atom ini mendekati penyelesaian.
Djali Ahimsa dan bersama Prof Dr Tisna Amidjaja dan Soetardjo Soepadi memberikan keterangan pers di Bandung, 18 Februari 1965 sebelum peresmian. Dalam konferensi pers itu diungkapkan isotop, suatu unsur atom dalam bidang kedokteran, biologi untuk ternak dan tanaman, industri, hidrologi, serta perminyakan. Dalam kedokteran isotop digunakan untuk diagnosa maupun terapi, karena sifat radiasi unsur tersebut.
Seperti yang ditulis oleh Antara, Reaktor Atom TRIGA MARK II akhirnya diresmikan oleh Presiden Sukarno pada 20 Februari 1965. Pada upacara peresmian hadir Chaerul Saleh, Menteri PTIP Brigjen Syarief Thayeb, Menteri Kehakiman Astrawinata, Rektor UI, ITB dan Universitas Padjadjaran. Upacara peresmian ditandai dengan pemberian kunci oleh Kuasa Usaha F Gailbraith kepada Sukarno, yang secara simbolik digunakan untuk membuka pintu bangunan reaktor
Dalam amanatnya Sukarno mengatakan, proyek atom Serpong dan Bandung merupaka bukti Indonesia yang benar-benar maju. Indonesia menuju ke arah tingkatan dan taraf yang boleh dibanggakan, meskipun masih belum seratus persen tujuan revolusi tercapai.
"Kita terus naik, tidak pernah turun. Ever upward, never going down," ucap Sukarno.
Lanjut Bung Karno, Reaktor nuklir pertama milik Indonesia merupakan hasil kerja keras dan keringat bangsa Indonesia. Proyek ini bukanlah pemberian telah "rampung", tetapi hasil perancangan dan pembangunan bangsa Indonesia sendiri dan dibangun di atas tanah Indonesia sendiri.
"Kita diamanati oleh Tuhan, semangat jiwa, roh dan bangsa yang baik, yaitu semangat yang berkobar-kobar, yang cinta pada tanah air dan Tuhan, serta roh dan jiwa yang cinta kepada sesama manusia dan damai. Inilah merupakan kerangka tujuan revolusi Indonesia, yaitu mendirikan dunia baru tanpa penghisapan manusia oleh manusia," tutur Sukarno.
Presiden juga menantang kepada orang-orang yang mengatakan, Indonesia agresif dan tidak cinta damai, supaya menyelidiki sejarah dan menunjukan bukti, bahwa dalam sejarah itu tidak ada satu kalimat pun yang pernah menyebutkan Indonesia pernah menjajah atau menjadi imprealis kepada bangsa lain.
"Kepada neokolim, bangsa Indonesia cinta damai tidak menginginkan perang dalam masalah dengan Malaysia. Â Tetapi kalau diserang kita balas," ucap Sukarno seperti dikutip Pikiran Rakjat, 22 Februari 1965.
Sukarno berharap dengan adanya reaktor atom ini dapat mengangkat bangsa Indonesia dari lumpur kemiskinan dan hinaan kepada masyarakat yang adil dan makmur, serta untuk ikut berkontribusi kepada tatanan dunia baru, yang tidak mengenal eksploitasi.
Hal senada juga diungkapkan Djali Ahimsa bahwa proyek atom tidak dilakukan oleh Amerika Serikat, tetapi ada kontribusi General Atomic dari AS dan dibiayai oleh pemerintah kita sendiri dan pembangunannya dilakukan oleh tenaga Indonesia sendiri. Â Biaya pembangunan reaktor sebesar Rp300 juta dilakukan kontraktor Marika, Sabang-Merauke dan PT Mesin Bandung, serta 15 perusahaan kecil.