Kericuhan pembangunan terminal bus dan pasar bertingkat untuk pengganti yang kemudian menjadi kericuhan akhirnya menjadi pembicaraan di DPR Gotong Royong Kotapraja Bandung. Pikiran Rakjat Sabtu, 18 Januari 1964 memuat pernyatan Wiwi Dewi politisi dari PNI pada sidang Parinurna DPRD GR Kotapraja Bandung.
"Dari sekian banyak pedagang-pedagang, hanya 100 orang saja diperkenankan berjualan oleh Asia Motor. Yang lain diperkenankan berjualan asal mau membayar Rp25 ribu. Dan setiap akhirnya Rp50 ribu. Demikian nasib pedagang kecil di Pasar pungkur telah berapa kali menghadap wali kota tapi sekarang belum mendapat tanggapan," ujar Wiwi berapi-api.
Dikatakannya, para pedagang kecil Pasar Pungkur akan dipindahkan maka kepada mereka harus diberikan pengganti pasar lama yang seimbang dengan pasar yang sedang berjalan.
Selain itu pula dengan didirikannya pasar bertingkat terdapat suatu gejala pilih kasih terhadap para pedagang.
Ny Wiwi mendukung sepenuhnya sebagian besar dari tempat di psar bertingkat itu diberikan kepada pedagang kecil dari Pasar Pungkur.
Politisi lainnya Endang Sadrija dari Karya Tani di depan sidang menyatakan sangat berterima kasih kepada wali kota yang berniat Pasar pungkur yang baru akan disiapkan dan yang berhak mengisi pasar bertingkat itu adalah pedagang pasar lama.
Tetapi semakin lama semakin santer bahwa CV sekawan membangun pasar bertingkat itu telah menyerahkan petak-petak pasarnya kepada orang tertentu. Tambahan petak-petak itu dijual Rp250 ribu hingga Rp2,1 juta.
Modal bangunan pasar bertingkat itu seluruhnya hanya Rp130 juta. Apabila harga tertentu dilakukan, maka akan menghasilkan Rp280 juta dan untungnya Rp150 juta. Termasuk bangunan yang tak dimiliki pedagang itu.
DPRD-GR Kotapraja pun membentuk panitya khusus. Pada awal Februari 1964 Panitya Khusus mengumumkan bahwa joint agreement antara Kotapraja dengan pelaksana pembangunan pasar dan pengelola stasiun bus itu terdapatbeberapa kelamahan prinsipil.
Laporan Pikiran Rakjat pada 7 Februari 1964 menuding pihak pengusaha hanya meperhatikan apa yang didapat, tetapi memperhatikan apa yang diberikan dan hanya memperhatikan segi komersil saja. Sementara sosial dan psikologis tidak diabaikan.
Sementara pihak eksekutif memang mengakui bahwa ada pihak yang menderita krugian,namun itu hanya sebagian kecil. Sementara lebih banyak pihak akan mendapatkan keuntungan dan memperoleh manfaat dengan adanya proyek itu. Segi negatif akan diimbangi segi positif. Keberadaan terminal bus memberikan manfaat publik, walau untuk itu punya sifat monopoli.