Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1964, Kesenjangan Tahun Baru, Judi Ujeng, Lebaran Muram

14 April 2019   13:32 Diperbarui: 14 April 2019   13:34 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak petang, Selasa 31 Desember 1963 hujan gerimis terus turun menyirami Kota Bandung.  Namun  bagi orang yang berada tidak terhalang untuk berpergian ke tempat pesta di luar rumah yang diadakan kelompoknya masing-masing. Sekitar pukul 22:00  bulan menampakan dirinya untuk beberapa saat di atas kota Bandung dan setelah itu menghilang. 

Suasana temaram dengan cuaca  yang  tidak terlalu baik, tidak menjadi penghalang bagi orang berada u tetap merayakan tahun baru dengan dansa, gaya hidup masa itu  bagi kalangan ini.  Sementara kalangan orang yang tidak  mampu- sebagian besar warga Bandung sebetulnya-merayakannya dalam suasana prihatin.

Akhirnya tepat pada jam 00:30 menurut peraturan waktu lama atau 00:00 menurut peraturan waktu baru semua orang yang merayakan tahun baru berhenti sejenak untuk bertoast selamat tahun baru. 

"Sejenak saya meghilangkan pikiran-pikiran hidup pada hari-hari yang lewat," cetus seorang pegawai menengah yang juga tutur meriahkan malam terakhir di Lobi Hotel Preanger.  Ini  tempat yang paling meriah  pada malam Tahun Baru  1964.  Biduan kondang Titiek Puspa dan Mus Mualim menjadi pengisi acara di hotel ini.

Kemeriahan juga  terjadi Grand Hotel Lembang yang mendapat kunjungan dari warga berada Kota Bandung  dan juga dari  Jakarta.  Hotel ini menawarkan layanan malam dansa, bahkan disediakan ruangan dansa dua band.  Kemeriahan juga terjadi di Bumi Sangkuriang, Karang Setra dan Lobby Hotel Homman.

Seorang Kolomnis di Pikiran Rakjat,   Trisnajuwana  menulis  dalam rubrik 'Todongan Malam Minggu' Pikiran Rakjat, edisi 16 November 1963 mengungkapkan bahwa Deklarasi Ekonomi yang dicanangkan Pemerintah Sukarno tidak perlu diragukan lagi,  tetapi bagaimana dengan pelaksanaannya?

Yang tampak hanya kemakmuran sebagian kecil orang yang punya  rumah di pinggir jalan kota besar.  Mereka memiliki sepeda motor merek Honda, Yamaha, Suzuki, DKW,  Vespa, Lambretta hingga Harley Davidson.  Ada juga yang  memiliki Mazda, Suzulight (harganya dua kali skuter), Austin, VW, Jaguar,  Impala, semua ada. Begitu juga ada pakaian, sepatu mewah tersedia  di toko besar.   

Orang Kaya Modal (OKM) dan Orang kaya Baru (OKB) menempuh jalan modalismedan  selewengisme  bertentangan dengan sosialisme Indonesia yang sedang kita perjuangkan..

Sebetulnya  sudah ada  upaya untuk mengurangi penderitaan rakyat  kecil menjelang akhir 1963. Misalnya  pada 15-31 Desember 1963 Pemerintah Kota Bandung menggelar penjualan nasi murah denga  harga Rp7 per bungkus.   Penjualan nasi murah ini  menghabiskan 123 ton beras.   Namun tidak terlalu banyakmembantu.

Kriminalitas, Pelacuran dan Judi Ujeng 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun