Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

MRT Jakarta Masih Solusi Parsial

31 Maret 2019   00:32 Diperbarui: 31 Maret 2019   06:30 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana dalam MRT sekitar pukul 16.30, Kamis, 27 Maret 2019-Foto: Irvan Sjafari,

Waktu  tempuh  lama lagi karena macet. Itu sebabnya banyak yang naik  motor bensin dua liter untuk tiga hari. Jangan salahkan motor banyak dan bikin macet jalan. Karena naik motor itu irit.      

Saya butuh Rp500 ribuan sebulan ketika  berkantor di Senen. Mau Trans Jakarta atau kereta komuter tidak pengaruh. Lama di jalan.

 Khawatir  kalau target membuat sebagian besar warga Jakarta beralih ke transportasi  umum pada 2030 meleset.  Karena persoalannya bukan saja pada transportasi, tetapi bagaimana ceritanya kok para pebisnis lebih  suka  berkantor di pusat kota dan tidak disebar. 

Yang lebih mengkhawatirkan lagi dan masih tanda tanya apa mau para anggota DPR/DPRD, pejabat  pemerintah naik transportasi umum untuk memberi contoh? Jangan-jangan memiliki mobil masih  jadi simbol  apa yang dikatakan Soemarsaid Soemartono dalam sebuah bukunya waktu kuliah dulu sebagai  kultus kemegahan. Kalau  tidak punya rumah mewah atau mobil jadi pejabat  atau anggota parlemen kurang berwibawa.

Mau nggak pejabat Peprov DKI Jakarta dan anggota  DPRD yang tinggal di sekitar Lebak Bulus naik MRT dan turun di HI lalu  sambung Transjakarta  ke Kebon  Sirih? 

 Apa iya MRT akan diikuti  oleh  kebijakan pembatasan jumlah pemilikan mobil. Satu  keluarga  cukup satu mobil.  Mobil kedua pajaknya besar.  Apa iya ERP jadi dijalankan? Industri otomotif akan teriak kalau memiliki mobil dipersulit.  

Apa mau pemilik rumah produksi di televisi (juga film) kasih contoh tokoh utamanya naik MRT, TransJakarta, bukannya naik mobil  untuk mengkonstruksi pemirsanya naik kendaraan umum itu keren. Sebab  para  pesohor   juga memberi contoh.

Saya  tidak yakin  para pesohor itu mau naik MRT di dunia nyata sekalipun sudah  serapi di Singapura karena privasi dan perilaku orang di sekitarnya masih sama saja. Kerap norak dan usil.

Pada akhirnya MRT saat ini baru hanya solusi parsial. Tetapi daripada tidak dimulai sama sekali, ya harus  disambut baik.  Selamat datang MRT (Irvan Sjafari).                   

     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun