Ketika  saya menyaksikan The Sacred Riana: Beginning di layar  bioskop, ada tiga hal  terlintas di benak sekaligus.  Pertama, film ini menampilkan dan terinspirasi dari sosok juara  Asia Got  Talent pada 2017 dan peserta American Got Talent (2018).
Seorang illusionist bernama asli Marie Antoinette Riana Graharani  namun lebih suka  dipanggil The Sacred Riana. Karakternya  (sepintas) menyeramkan, dingin,  tak banyak bicara dan penampilannya mengingarkan pada hantu Jepang: perempuan berambut panjang yang menutup wajahnya, dengan  busana girly seperti seragam sekolah dengan dominan warna merah.Â
Opening scene menceritakan bagaimana Riana kecil yang tinggal di sebuah  kota kecil, kerap dibully  kawan-kawannya tampak aneh, padahal  ia hanya punya kemampuan indigo. Kedua orangtuanya  mencari nafkah  mengelola rumah duka menambah bahan ejekan  buat Riana.
Sebuah musibah  membuat  Ayah (Prabu Revolusi) dan ibunya (Citra Prima)  tinggal di rumah tua dengan arsitektur mirip puri di Eropa  milik  kakak ayahnya bernama Johan, seorang pengusaha barang antik. Johan meninggal dalam kecelakaan pesawat dan mewariskan rumah itu pada mereka.Â
Di sebuah gudang yang sebetulnya pantang dimasuki, Riana sebuah boneka yang berisi roh  anak  perempuan yang (pernah ) hidup di akhir abad ke 19 bernama Annie, namun Riana memanggil bonekanya  Riani .  Klop cerita berhubungan dengan boneka yang dibawa The Sacred Riana dalam pertunjukkan.
Kehadiran  Bu Guru Klara (Aura Kasih) yang paham  bahwa Riana anak indigo yang patut ditolong dan punya kekuatan tele kinesis juga, membuat cerita semakin menarik.  Setelah  kedua orang tuanya dirawat di rumah sakit Klara  membawa tiga  anak binaannya  (ketiganyajuga  indigo),  Hendro (Ken Anggrean),  Lusi (Agatha Chelsea) dan Anggi (Clara Nadine) menginap  di rumah bergaya Victorian itu.Â
Mereka berupaya agar Riana bersosialisasi.  Klara ingin menunjukkan bahwa  Riana tidak sendirian dituding  aneh .  Sayangnya sebuah kecerobohan membuat sebuah hantu jahat bernama Bava Gogh (Camelo) ikut terlepas dan menteror mereka.  Hantu Londo ini diceritakan seorang  psikopat , pembunuh  berantai  sejumlah anak perempuan di antaranya Annie .
Horor Gotik Plus Insious Plus Conjuring
Kedua, The Sacred Riana: The Beginning mengingatkan pada horor gotik yang  menjadi khas  Amerika ,  Tim Burton. Sekalipun Sang Sutradara Billy Christian juga mengaku mendapatkan inspirasi filmnya  dari sutradara Eropa Benicio del Toro,  tetapi sosok Bava  Gogh, mirip tokoh Joker dalam Batman bahkan saya juga teringat Willy  Wonka dalam Charlie and The  Chocolate Factory besutan Tim Burton, sekalipun  moden gayanya era Victoria.
Adegan mencekam, terutama ketika Gogh berapa kali menggoda Anggi yang paling kecil  bermain dengan rebananya  menjadi kekuatan film  ini .  Anggi awalnya tidak takut  dan ingin tahu membuat saya  menahan nafas. Anggi  ini bermain paling kinclong dan menurut saya menjadi poin film ini.
Gogh menurut Billy  dalam wawancara dengan saya berapa waktu yang lalu, musuh dari Riana. Script film ini juga melibatkan manajemen  The Sacred Riana.  Pertanyannya  apakah Gogh menjadi seperti Valak dalam Conjuring menjadi spin off sendiri, biar waktu menjawabnya.  Apakah  Bava Gogh  seperti Asih  dalam Danur: Universe?  Rasanya memang cukup kuat.
Namun tampaknya film ini  awal  dari penampilan The Sacred Riana menjadi "pop art" baru dan Bava Gogh adalah satu paket. Walau pun ada unsur horor gotik, tetapi Billy juga menampilkan hantu suster ngesot dan anak laki-laki  kecil  khas horor Indonesia, walau sepintas.  Kekuatannya memang bukan lagi menyeramkan, tetapi artistiknya.
Ketiga, sayangnya sejumlah adegan masih juga terpengaruh Insidious dan Conjuring.  Tidak bisa disangkal kedua horor Hollywood ini  masih punya pesona kuat, seperti halnya Ringu (The Ring) dari Jepang yang  juga mempengaruhi horor  Hollywood . Ketiganya juga  menjadi referensi sineas horor Indonesia.  Â
Yang  membedakan bagaimana  cara sutradara  mengemasnya agar  tetap menjadi Indonesia. Dari segi  cerita ada akar  sejarah Indonesia akhir abad ke 19 seperti yang diungkapkan Billy Christian.     Â
The Sacred Riana: Beginning ibarat sebuah  minuman racikan berbagai unsur dengan  Billy sebagai bartendernya.  Sebagai sebuah film perkenalan, harus disambut  dengan baik, apalagi Riana sudah "go international".  Meskipun untuk itu porsi Riana tidak  terlalu dominan karena harus berbagi  dengan karakter lain.Â
Riana  masih sempat memperlihatkan kesaktian telekinesisnya dalam  berapa adegan, menyelamatkan  nyawa gurunya dan  dirinya sendiri  dalam pertarungan melawan puluhan sosok serupa dirinya mengepung  dirinya  dalam sebuah adegan pamungkas.  Adegan yang agak sebangun dengan sebuah pertunjukkannya di  Asia Got Talent ketika dia dikepung zombie.
Pertanyaannya:  Apakah di sekuel film berikutnya Riana  lebih mempersona? (Irvan Sjafari)    Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H