Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Westerling, APRA, dan Aksi Reaksioner Desertir Militer Belanda

23 Januari 2019   06:00 Diperbarui: 24 Januari 2019   11:07 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Korban APRA-foto;Repro Kementerian Penernagan Djawa Barat, 1953 oleh Irvan Sjafari

Gerakan APRA berantakan dalam waktu sehari. Pada 24 Januari 1950 satuan-satuan Siliwangi merebut kembali Bandung. Menurut Indoneianis Ulf Sundhaussen dalam bukunya Politik Militer Indonesia 1945-1967, pada tahap kedua Westerling berencana menangkap anggota kabinet federal dan membunuh Sultan Hamengkubuwono IX, serta menangkap Presiden Sukarno Namun rencana ini gagal. Pasukan Siliwangi sudah disiapkan di pinggir kota.

Persatuan 26 Januari 1950 memberitakan sebanyak 250 orang pemberontak APRA berpakaian seperti TNI ditangkap pada 25 Januari. Sebuah gudang senjata di Kramat, Jakarta digrebek. Terjadi tembak menembak mengakibatkan satu serdadu TNI Luka berat dan tiga luka ringan, Senjata yang ditemukan terdiri dari owens gun, sten Johnson, serta berapa kendaraan.

Pemerintah Belanda di Den Haag mengumumkan bahwa pasukan belanda tidak ikut campur dalam peristiwa itu. Dari kalangan militer Belanda didapat kabar bahwa sekitar 300 serdadu Belanda yang melakukan desertir menyerahkan diri.

Ketika menyadari gerakannya gagal, Westerling memutuskan untuk melarikan diri ke Jakarta. Pengawal setianya Pim Colsom dan dua anggota polisi Indonesia yang membelot menyertai pelarian Westerling. Mereka menggunakan tiga mobil yang ia tumpangi secara bergantian di tiap titik tertentu.

Hendy Jo dalam sebuah tulisannya di Historia 25 Februari 2016 mengutip sejarawan Salim Said, yang bercerita sesampai di Jakarta, Westerling hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satunya adalah rumah milik seorang Belanda di bilangan Kebon Sirih. Bahkan di tengah pelariannya itu, ia pun dikabarkan sempat bertemu beberapa kali dengan Sultan Hamid II, salah seorang simpatisan gerakan APRA.

Awal Februari 1950, salah satu pendukung kuat Westerling dari kalangan mantan KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda), Letnan Kolonel Rappard tewas dalam suatu pengepungan oleh kesatuan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) di Jakarta. Perwira KNIL ini merupakan sekutu Westerling yang berencana untuk menangkap pemimpin RIS di Jakarta.

Tewasnya Rappard pukulan telak buat Westerling. Rencananya gagal total. Dia memutuskan untuk lebih cepat melarikan diri ke luar Indonesia. Maka disusunlah sebuah rencana pelarian yang melibatkan beberapa pejabat tinggi militer dan sipil Belanda.

Westerling kemudian melarikan diri ke Singapura dengan bantuan sebuah pesawat Catalina milik Angkatan Laut Belanda. Dari Singapura ini kemudian Westerling dilarikan ke Belanda secara diam-diam. Pelarian westerling jelas merupakan konspirasi petinggi militer Belanda. Upaya ekstradiksi Westerling tidak pernah berhasil.

Apa maunya Westerling, serta para desertir militer Belanda lainnya terlibat dalam kekacauan di Jawa Barat awal 1950-an? Bukankah aksi APRA justru mempercepat pembubaran Negara Pasundan? Bukankah keterlibatan perwira Belanda dalam Darul Islam memperburuk citra militer Belanda sebagai "tidak rela" Indonesia merdeka?

Jangan-jangan niat mereka hanya satu: untuk mempertahankan kepentingan ekonominya, seperti perkebunan.
Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun