Sejak awal Januari 1962 sebetulnya sudah terjadi ketegangan di perbatasan Irian Barat dengan wilayah Indonesia.  Menyusul diumkannya Tri Komando Rakyat pada 19 Desember 1961, maka pada 5 Januari 1962 Presiden Sukarno selaku  Panglima Tertinggi APRI telah membentuk Komando Mandala dengan tugas menyelenggarakan operasi-operasi militer merebut Irian Barat dan memimpin segala macam pasukan bersenjata dan barisan perlawanan rakyat.
Dalam laporan Antara 5 Januari 1962  diumukan tugasnya Komando Mandala didampingi oleh Staf Pemerintah Daerah Provinsi Irian Barat bentuk baru. Sehari kemudian Antara menulis Panglima Kodam Militer XV Pattimura Letkol Boesiri dilantik menjadi Panglima Komando Pembebasan irian Barat untuk daerah Maluku.  Pelantikan dilakukan dihadapan Gubernur Maluku Mohamad Padang, Gubernur irian Barat Pamudji, Kepala Polisi Maluku Sumarsono.  Pelantikan ini  dalam rangka kelanjutan Tri Komando Rakyat.  Â
Pengumuman ini kemudian disusul pengumuman berikutnya, dimuat dalam Antara 10 Januari 1962 menyebutkan Brigadir Jenderal Suharto diangkat menjadi Panglima Mandala Presiden/Paling Tertinggi Sukarno. Laporan itu menyebutkan Suharto sebelumnya pada 15 Maret 1962 diangkat menjadi Komandan Korps Tentara Cadangan Umum Angkatan Darat.  Â
Keadaan di Irian Barat sebetulnya sudah membuat panik  warga Belanda. Dalam laporan Antara 15 Januari 1962  disebutkan tiga pesawat yang membawa sekitar tiga ratus warga Belanda dari Hollandia (kini Jayapura)  mendarat di Schipol.  Â
"Tidak ada harapan bagi  warganegara Belanda di Irian Barat. Ini realita," kata Wakil Ketua Serikat Sekerja di Irian Barat, Dr Moll.Â
Sementara Ketua Serikat Sekerja Katolik OR Boekrand menerangkan masyarakat kecil di Hollandia melanjutkan hidup dengan kegelisahan.
Gelombang pengungsian ini menyusul eksodus berikutnya yang terjadi pada Desember 1961 ketika sekitar 430 warganegara Belanda meninggalkan Hollandia dengan kapal Zuider Kruis. Dengan demikian menurut Antara 12 Desember 1961 selama 1961 sudah 2000 orang Belanda yang meninggalkan Irian Barat. Â
Menurut laporan Antara 16 Januari 1962 pasukan Belanda sudah bersiap menghadapi kemungkinan serangan Indonesia terhadap Irian Barat. Â Belanda disebutkan menyiapkan sekitar lima ribu tentara di antaranya 2500 serdadu Angkatan Laut. Â Mereka juga menyiapkan alteleri anti epsawat di Sorong.
Kapal perang  Belanda yang menjaga Irian barat antara lain Ultrecht, Kortainer, Evertsen dan kapal Patroli Snellius.  Kapal belanda dilaporkan hilir mudik di perairan Irian Barat.
Kekuatan bersenjata Indonesia dilaporkan 250 ribu orang. Dari jumlah itu sebanyak 16 ribu sudah berada di Maluku. Â Indonesia disebut menyiapkan 450 pesawat udara, di antaranya 40 pesawat pembom jet Ilyun 78 dari Uni Soviet.
Pengorbanan RI Macan TutulÂ
Sekalipun belum secara rinci Antara 17 Januari 1962 menyebutkan,  terjadinya pertempuran pada 15 Januari 1962 antara kesatuan  patroli ALRI dengan kesatuan laut Belanda di sekitar Pulau Aru.  Belanda terlebih dahulu menyerang kesatuan patrol dan menyusup ke dalam perairan teritori  kita. Dengan demikian terbukti  Belanda dalam hal ini menjadi agresor dan harus bertanggungjawab sepenuhnya atas segala akibat peristiwa tersebut.
Penyataan itu diumumkan Juru Bicara Menteri/KSAL Mayor Laut Ambardy dalam pernyataan bertajuk "Tidak ada Kompromi bagi kita".
Pertempuran terjadi pada pukul 21.00, sekitar 25 mil  sebelah barat daya Irian Barat, di mana kesatuan-kesatuan patrol kita MTB (kapal Cepat torpedo) telah diserang secara mendadak dengan kekuatan yang lebih besar. Â
Kapal patrol Indonesia hanya bersenjata meriam anti pesawat udara, sedangkan kapal perang Belanda terdiri dari kapal perusak (destroyer), satu fregat (juga dari kelas destroyer), serta dibantu sebuah pesawat pembom  Neptunus.
Kapal perang Belanda bersenjatakan 4 meriam kaliber 4,7 inci atau 11,75 cm), 4 meriam kaliber 40 mm. Kedua jenis meriam itu untuk sasaran di laut maupun di udara. Setiap kapal juga dilengkapi enam meriam anti udara kaliber 12,7 mm, 8 laras torpedo serta sejumlah bom laut. Â Sedangkan pesawat Npetune adalah pembom jarak jauh.
Mayor Laut Ambardy kembali memberikan keterangan resmi pada Kamis,18 Januari 1962 yang isinya membenarkan terjadinya pertempuran  Laut Aru antara ALRI dengan Angkatan Laut Belanda pada 15 Januari 1962.Â
"Dalam pertempuran itu MTB kita  RI Matjan Tutul telah ditenggelamkan pihak musuh," ujar juru bicara Angkatan Laut itu, seraya mengatakan bahwa Komodor Yos Sudarso, Deputi Kepala Staf Angkatan Laut belum ditemukan seperti dilansir Pikiran Rakjat, edisi 19 Januari 1962.
Keberadaan RI Macan tutul di perairan itu dalam rangka patrol rutin mempertinggi kewaspadaan. Kapal patroli kecil itu tidak mempunyai sifat agresif, karena mustahil dilakukan sebuah kapal kecil yang berada di bawah pimpinan langsung Deputi KSAL. Â
Dia juga mengungkapkan, kekuatan RI hanya satu satuan kecil menghadapi armada musuh yang jauh lebih besar. Â Beradanya Komodor Jos Sudarso di tempat tersebut membuktikan akan kebesaran jiwa kepemimpinan beliau, sehingga sekalipun kesatuan kecil dapat memberikan perlawanan sehebat-hebatnya. Â
Mayor Laut Ambardy menyebutkan pesan terakhir yang disampaikan Yos Sudarso melalui RTF (Radio Telefonie) : "Kobarkan semangat pertempuran! " Â beberapa saat sebelum RI Macan Tutul tenggelam. Kontak pertama dengan pihak musuh dicapai dalam jarak tiga mil, dalam keadaan di mana kesatuan MTB kita diserang lebih dahulu dan segera membalasnya.
Strategi ini digunakan  Yos Sudarso agar  MTB lainnya dapat meloloskan diri dan musuh memusatkan tembakannya kepada MTB Macan Tutul.Â
"Untuk itu kami meminta bantuan Palang Merah Internasional untuk melakukan peninjauan atas adanya kemungkinan anggota kita ditawan oleh pihak musuh," ujar Ambardi seperti dilansir Berita Antara, 19 Januari 1962.
Pikiran Rakjat, 23 Januari 1962 akhirnya mengumumkan gugurnya Yos Sudarso pada 23 Januari 1962.  Sejumlah referensi, termasuk  dari sumber Belanda menyebutkan KRI Macan Tutul  mulanya diserang pembom Neptune.  Kapal fregat Belanda HNLMS Evertsen kemudian bergabung dengan tempat kejadian dan menenggelamkan KRI Macan Tutul.  Kapal Belanda lainnya yang berada di tempat kejadian ialah HRMS Kortenaer dan HRMS Utrecht.
Dalam pertempuran itu lebih dari dua puluh orang gugur di pihak Indonesia, termasuk Yos Sudarso, dan beberpa perwira seperti  Kapten Wiratno, Kapten Memet Sastrawiria, Kapten Tjiptadi.  Puluhan serdadu Indonesia lainnya berhasil selamat dan ditawan pihak Belanda.
Yos Sudarso Jadi Tentara Laut Sejak Usia 19 Tahun
Pria bernama lengkap Joshipat Sudarso memulai karir pada usia 19 tahun di zaman Jepang. Dia menjadi MualimII pada "Gyo Osamu Butai".Â
Kelahiran Salatiga, 24 November 1925 ini bergabung bersama para pemuda Indonesia lainnya dengan BKR Laut. Â Yos menjabat sebagai perwira Penyelidik Militer Khusus, kemudian berturut-turut menjadi perwira Field Preparation, perwira SO III, Perwira penghubung pada Central Join Board dan kemudian diperbantukan pada kabinet ISAP di Yogyakarta pada Desember 1949.
Yos menikah dengan Siti Kustini pada 1955 dan dikaruniai 5 anak.  Dua di antaranya meninggal.  Jalur pendidikannya  Sekolah Rakyat, SLP, SLA hingga Sekolah Pelayaran Tinggi di Semarang., pendidikan latihan perwira laut di zaman Jepang. Pada masa kemerdekaan yos masuk sebagai kadet di Kalibakung.  Pada 1952 menempuh pendidikan dalam air, 1959 jadi Deputi KASAL
Semasa Perang Kemerekaan Yos Sudarso pernah berupaya  menembus Blokade Belanda ke Maluku dari Jawa.  Namun sesampainya di Bali rencana itu tidak terlaksana  perahu yang ditumpanginya diserang Belanda.
Setelah penyerahan kedaulatan Yos Sudarso termasuk salah seorang dari pemdua Indonesia yang pertama mengampil oper pimpinan dan tugas atas kapal perang Belanda. Â Dia berturut-turut menjabat navigator di RI Pati Unus,kemudian RI Banteng, perwira di RI Gajah mada dan komandan di RI Rajawali, Komandan RI Alu-alu, dan dinas terakhir di luatan sebagai Komandan RI Pattimura.
Pada 1952 Yos sempat mengikuti pendidikan "Senjata dalam Air" di luar negeri dan kursus ulangan tmbahan perwira di Surabaya. Â Tahun 1958 Yos diangkat sebagai Hakim Perwira pada pengadilan tentara seluruh Indonesia. Â Setahun kemudian Yos menjabat Deputi I KSAL dan pada Agustus 1960 menjabat Deputi KSAL. Â Pangkat komodor disandangnya sejak April 1960.
Peristiwa penting yang menyangkut Yos Sudarso yang diliput media ialah ikut mengantarkan Pasukan batalyon Garuda II ke Kongo menumpang Kapal USS Boxer pada Sabtu 10 September 1960 di Tanjung Priuk. Â Yos hadir bersama Ibu Fatmawati Soekarno yang memberikan kalungan bunga pada Komandan Batalyon Garud II Letkol Solichin. Dalam upacara pemberangkatan hadir Panglima Kodam V Umar Wirahadikusuma dan Brigjen Ahmad Yani.Â
Pertempuran Laut Aru  pemicu semangat juang bangsa Indonesia yang mendorong Operasi Jayawijaya. Operasi ini telah meningkatkan posisi tawar diplomasi Pemerintah Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda.  Pertempuran Laut Aru adalah babak pertama perjuangan pembebasan Irian Barat secara militer.
Pertempuran 15 Januari 1962, memberikan pelajaran betapa  pentingnya sejarah pertahanan maritim bagi negara kepulauan seperti Indonesia.  Tanggal 15  Januar memang patut diabadikan sebagai Hari Darma Samudera.
Irvan Sjafari Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H