Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1963, Lebaran Suram, Ketegangan dengan Malaysia

12 Januari 2019   17:37 Diperbarui: 12 Januari 2019   20:48 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tim Audiovisual Perpsutakaan Nasional

Minggu malam 10 Februari  1963, pintu rumah warga Jalan Supratman, Bandung Tan Pek Oen diketuk. Laki-laki itu kemudian membukakan pintu tanpa curiga dan empat orang laki-laki memasuki rumah.  Mereka menodong Oen dengan dingin dengan dua pucuk pistol, sebuah  granat tangan dan pisau  belati.

Oen gemetar, ketika keempat laki-laki terang-terangan meminta hadiah lebaran. Keempat orang  itu pergi menggondol uang  tunai sebesar Rp263.500 dan sejumlah pakaian.

Oen, tidak sendirian.  Siang sebelumnya   Aej sedang  berjalan di Jalan Buahbatu, yang sepi karena orang sedang menuaikan ibadah puasa  Tiga  orang berseragam hitam dengan golok mencegatnya. Mereka meminta hadiah lebaran kepada pria berusia30 tahun itu.

Hanya saja Aej berteriak minta tolong dan membuat warga Kampung Buahbatu yang  tadinya  ada di rumah  berhamburan keluar.  Ketiga orang itu lari terbirit-birit ke arah  sawah menghindari kejaran orang kampung.  Mereka lolos, tetapi Aej selamat dari pembegalan.

Dua kejadian itu menggambarkan betapa suramnya kondisi sosial ekonomi menghadapi Hari Lebaran  yang jatuh pada 25 Februari  1963.  Kepala Dinas polisi  reserse kriminal Bandung Adjun Komisaris Sugondo mengumumkan selama 1961 telah terjadi 6708 tindak kejahatan dengan kerugian Rp44.148.635. Jumlah ini meningkat pada 1962, yaitu 8566 tindak kejahatan dengan kerugian Rp122.809.954

"Selama Januari 1963 sudah terjadi 190 kali tindak kejahatan. Kenaikan jumlah tindak kejahatan karena naiknya tekanan hidup," ungkap Sugondo dalam konferensi pers, 6 Februari  1963.

Survei Pikiran Rakjat per 3 Februari 1963  di Pasar Baru  Bandung mendapatkan menyolok kenaikan harga makanan.  Harga beras giling kualitas stau mencapai Rp70 per kilogram dan beras tumbuk termurah mencapai Rp60 per kilogram.  Harga itu meningkat dibanding setahun lalu, beras giling kualitas satu Rp56 per kilogram dan beras tumbuk termurah Rp56 per kilogram.

Harga lauk pauk lebih menggila lagi. Harga daging sapi per 3 Februari 1963 mencapai Rp280  per  kilogram dan tahun 1962  Rp80 per kilogram atau naik lebih dari tiga kali lipat. Sekalipun pada pertengahan Februari 1963 PN Ternak mengupayakan pemotongan sapi sebanyak 160 ekor per hari.   Harga daging  ayam juga  meroket dari Rp150 hingga Rp350 per ekor, padahal pada 1962 Rp75 per ekor.  

Harga ikan bawal dari Rp80 per kilogram menjadi Rp400 per kilogram. Harga ikan tenggiri naik dari Rp150 per kilogram menjadi Rp700 per kilogram.

Harga sayuran naik berkali-kali lipat. Pada 1962 satu kilogram tomat dibandroll Rp15, pada 1963 melonjak menjadi Rp100.  Kacang polong Rp20  per kilogram pada 1962 menjadi  Rp100 per kilogram. Bisa dibayangkan bagaimana kebutuhan hidup satu keluarga menjelang hari raya.

Sudah mahal, langka lagi.  Pada  akhir  Januari 1963  tiga organisasi  buruh kereta api, masing-masing PBKA, SBKA dan KDKA mengirim perwakilannya, yatu BKJ Tambunan, Asep Ardi, Djakaria Zanntan dan A Santoso menghadap Dirjen Jawatan Kereta Api untuk mengungkapkan gawatnya situasi beras yang dihadapi buruh kereta api di Jawa Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun