Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"The Company of Wolves", Versi Horor Dongeng Mantel Merah

30 November 2018   10:02 Diperbarui: 30 November 2018   11:00 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Dongeng si Mantel (bertudung) Merah atau Jubah Merah (Red Ridding Hood)  dari penulis Jerman Grimm bersaudara merupakan salah satu dongeng yang kerap diceritakan Kakak Ibu saya, ketika masih kecil pengantar tidur. 

Intinya tentu seorang gadis kecil yang memakai jubah merah setiap mengantar makanan ke rumah neneknya. Perjalanan ke rumah neneknya harus melintasi hutan. 

Rutinitas ini rupanya diketahui seekor  serigala yang kemudian menyergap si nenek. Serigala ini menyamar sebagai nenek untuk mengelabui gadis kecil itu dan memangsanya.  Si gadis kecil kemudian diselamatkan oleh seorang pemburu. 

Dongeng mantel merah ini menjadi gagasan dasar sebuah film horor dari Inggris berjudul  The Company of Wolves (produksi 1984) karya sineas Inggris, Neil Jordan. 

Film ini bercerita tentang seorang anak gadis bernama Rosaleen (Sarah Peterson)  pada era modern karena membaca dongeng tentang serigala,  bermimpi dia tinggal di hutan dongeng pada akhir abad ke-18 bersama orang tuanya (Tusse Silberg dan David Warner) dan saudara perempuan (Georgia Slowe).

Suatu hari kakaknya  dibunuh oleh serigala.  Ketika orang tuanya berkabung, Rosaleen pergi untuk menginap malam bersama neneknya (Angela Lansbury), yang merajut selendang merah terang untuk cucunya untuk dipakai.  Jelas, dongeng yang dibaca Rosaleen di "zaman modern" adalah Si Mantel (Ridding Hood) dongeng yang saya juga pernah saya dengarkan waktu kecil dari kakak ibu saya, yang kerap menginap di rumah. 

Rosaleen  berjalan  sendirian di hutan  (gothic) dengan pohon-pohon besar dikejar-kejar kawanan  serigala sudah mendebarkan. Rupanya sejumlah sineas mengintepretasikan sesosok yang ada dalam dongeng gadis bermantel merah sebetulnya bukan serigala sungguhan. Tetapi serigala jejadian (werewolf). Neil Jordan salah satu di antaranya.

Cerita bergulir Rosaleen (dalam mimpi) menemukan penduduk desa membunuh serigala dan para serigala berubah menjadi manusia.  Rosaleen sendiri akhirnya menjadi manusia serigala bersama seorang pemburu (orang yang menyelamatkan gadis bermantel merah dalam dongeng) tertular gigitan serigaa jejadian,

Kekuatan film ini dari sinematografi ialah  dua adegan unik, artistik, tetapi menyeramkankan. Pertama   kekacauan dalam pesta pernikahan sebuah pasangan bangsawan di sebuah tenda di halaman puri. Seorang perempuan mendadak masuk, tampaknya marah karena merasa dicampakan si laki-laki yang sedang jadi pengantin. 

Perempuan itu mengutuk pengantin laki-laki dan perempuan serta keluarga pengiringnya menjadi  serigala.  Satu persatu menjelma menjadi werewolf.  Para pemain musik klasik mengiringi kejadian itu dnegan bergidik.  Hingga para serigala jelmaan itu berlari ke luar ke hutan, diirngi tawa dari perempuan itu.  Kesannya mengerikan.  Namun adegan itu bukan yang paling seram. 

Adegan yang paling seram di akhir cerita ketika Rosaleen modern sedang tidur gelisah. Dia merasa kawanan serigala berdatangan menerobos rumahnya menuju dirinya. Mereka menerjang semuah benda yang menghalangi, lukisan, jendela, boneka-boneka.  Sepertinya tak ada jalan keluar bagi Rosaleen  nyata untuk lolos dari kepungan seringala. Jihaa!!!  

Saya sendiri waktu menonton di British Council  awal 2000-an  bersama beberapa kawan sampai mengangkat kaki kursi, setengah beteriak.  Nyaris menutup mata. Mudah-mudahan hanya mimpi dan bisa diselesaikan dengan bangun.  Tapi apakah Rosaleen bangun?

Adegan dalam (www.elculture.gr)
Adegan dalam (www.elculture.gr)
Seksualitas dan Eksotisme
Film yang berdasarkan novel dan skenario karya Angela Carter ini berhubungan dengan seksualitas.  Laki-laki (yang tampan)  romantis pada malam pernikahannya namun pada bulan purnama dia menjelma menjadi iblis  serigala. Beberapa kritikus menilai adegan akhir itu simbol seorang anak perempuan berangkat menjadi gadis dan meninggalkan kepolosannya.

Salah satu adegan yang eksotis sekaligus juga erotis ialah , ketika Rosaleen memanjat pohon untuk menemukan sarang burung yang berisi empat telur, cermin tangan, dan pot bunga merah. Dia menggunakan pemerah ke bibirnya, dan ketika dia memikirkan bayangannya di cermin, telur menetas untuk mengungkapkan janin manusia kecil di dalamnya. 

Di tempat lain,  seekor serigala kehilangan kepalanya terputus dan jatuh ke dalam tong susu. Dalam gerakan lambat yang indah, kepala menghilang dan muncul kembali  dan berlumuran darah, dan kemudian bermutasi menjadi kepala seorang pria.

Bagi saya TheCompany of Wolves merupakan salah satu film terkait  werewolf terbaik, artistik, surealis. Sebetulnya ada film lain yang mengintepretasikan  Intepretasi Si Mantel Merah bertemu werewolf, yaitu Red Ridding Hood (2011) karya Catherine Hardwicke dari Kanada  Film itu bercerita tentang perempuan muda yang gemar memakai mantel merah tinggal di Desa Daggerhorn.  Film ini juga punya kekuatan pada artistik, surealisme, juga unsur seksualitas tetapi tidak sekuat Company of Wolves.

Penduduk desa itu  setiap tahunnya melakukan persembahan hewan peliharaan terbaik mereka untuk manusia serigala.  Tujuannya  manusia serigala itu tidak mengganggu penduduk Desa. Sejak lama desa itu diteror manusia serigala yang buas.  Mereka meminta bantuan seorang pemburu bernama Solomon. Namun anehnya Valeria dapat berbicara dengan manusia serigala itu. Dia kemudian mendapatkan kenyataan keberadaan manusia serigala itu  berhubungan dengan  keluarganya, di antaranya nenek dan ayahnya.

The Company of Wolves serta pengikutnya Red Ridding Hood membuktikan kreativitas sineas mampu menggali ide dari cerita dongeng dan folkfore, dikemas tidak asal jadi dan tentunya bukan lagi menjadi film anak-anak. Indonesia mempunyai banyak cerita folkfore yang layak dijadikan ide film horor dan bisa dikemas secara artistik. 

Folkfore tentang  manusia harimau, leak, babi ngepet, orang bunian bisa diangkat dengan scenario yang apik dan sinematografi yang artistik.  Dengan demikian film horor Indonesia menjadi lebih kaya.

 Irvan Sjafari          

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun