Bagi warga Jawa Barat Dewi Sartika (1884-1947) tokoh perintis pendidikan sekaligus tokoh emansipasi untuk kaum perempuan, seperti halnya Kartini.Â
Pada 16 Januari 1904 dia membuka Sekolah Isteri di Pendopo Kabupaten Bandung. Â Sekolah Isteri kemudian berkembang menjadi Sekolah Keoetamaan Isteri di Jalan Ciguriang pada 1910, selanjutnya menjadi smebilan sekolah menyebar ke seluruh Jawa Barat.
Patung Dewi Sartika  sebatas dada berdiri dengan anggun di depan bagian samping Museum Sejarah Bandung yang terletak di Jalan Aceh dan  baru diresmikan oleh Wali Kota Bandung Oded M Danial pada akhir Oktober lalu. Di sampingnya terletak patung Emma Poeradiredja (1902-1976), tokoh pergerakan perempuan Sunda dengan kiprahnya yang panjang, tidak saja masa Hindia Belanda tetapi juga masa Republik.
Saya dan rekan saya Widya Yustina mengunjungi museum itu pada Selasa, 6 November lalu. Museum ini menurut keterangan Wakil Ketua Tim Kerja Pendirian Museum Kota Bandung Nia Anthony berdiri di atas bangunan bekas kantor Dinas Pemuda dan Olahraga, yang direstorasi agar kembali seperti sejarah awal bangunan ini.Â
Nia Anthony dan Koko Komara  dihubungi oleh saya beberapa waktu lalu membenarkan kehadiran museum ini untuk memberikan gambaran perjalanan sejarah kota Bandung. Karena keterbatasan anggaran-itu pun sebagian didukung oleh swasta seperti Jarum Foundation, maka hanya baru dua ruangan yang berfungsi.
Ketika kami memasuki lobi tampak semua sisi dinding diisi perjalanan sejarah kota Bandung, namun masih dalam bentuk ilustrasi. Mulai dari  berdirinya kota Bandung pada 25 September 1810, sejak 7 Agustus 1864 ketika Bandung menjadi ibu kota Kresidenan Priangan, pembukaan jalur kereta api dari Cianjur dan berdirinya Stasiun Kereta Api Bandung pada 17 Mei 1884, hingga Konferensi Asia Afrika.
Sementara di dinding lain terpampang daftar wali kota Bandung mulai dari masa Hindia Belanda hingga Oded M Danial. Tidak terlalu memuaskan bagi saya, namun cukup memberikan referensi awal beginilah sejarah kota yang disebut sebagai Paris van Java itu. Ibarat buku, bagian depan museum ini sebagai kata pengantar.
"Nah, nantinya bagian belakang ada gedung tiga lantai tidak saja bekaitan dengan sejarah kota Bandung, tetapi juga fashion, industri, perkebunan, gaya hidup dan sebagainya. Sejumlah pihak etrkait seperti keluarga Emma Poeradiredja bersedia memberikan peninggalan almarhum berkaitan dengan kiprah perjuangannya, pemusik Rollies bersedia memberikan koleksi albumnya," tutur Nia Anthony.
Saya juga berharap ada kafe yang harga menunya terjangkau di sekitar dan di dalam museum ini. Sebab pengunjung museum bakal didominasi wisatawan backpacker yang kantongnya pas-pasan. Â Museum ini teirntegrasi dengan Bandung Planning Gallery yang berdiri berhadapan.
Bandung Planning GalleryÂ
Kami juga sempat singgah di wahana yang berisi informasi komplit dan disajikan secara digital berkaitan dengan perencanaan kota Bandung. Â Wali Kota Bandung sebelumnya Ridwan Kamil cerdas mengaggas kedua tempat wisata ini.
"Museum Sejarah Bandung itu ada kesan kuno dan artistik, sementara Bandung Planning Gallery itu high-tech sekali," Â ucap Widya kagum.
Ketika kami berkunjung ke sana, bertepatan dengan rombongan anak-anak sebuah TK di Kota Bandung. Mereka tak kalah gesit berselfie, di antaranya di replika Cable Car yang menurut rencana akan ada di Kota Bandung.Â
Foto-foto: Irvan Sjafari dan Widya Yustina
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H