Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Wiro Sableng 212, Silat Klasik dan Sherina Munaf

31 Agustus 2018   10:11 Diperbarui: 31 Agustus 2018   10:17 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Wiro Sableng-Foto: Metro TV News.

Suatu hari pada abad ke 16 di sebuah daerah di Pulau Jawa. Bulan purnama merah di atas langit. Segerombolan perampok berkuda bersenjata lengkap dipimpin Mahesa Birawa (Yayan Ruhian) berkumpul  di atas bukit menatap Desa Jatiwalu  yang berada di bawahnya. Laki-laki berwajah sangar itu berkata, "Rampaslah apa yang kalian mau, tetapi jangan sentuh bagianku!"

Dengan bengis gerombolan itu menyerbu, penduduk desa tak berdaya. Perempuan muda diseret, laki-laki nya dibunuh dengan bengis, harta benda dirampas dan rumahnya dibakar. Yang melawan hanya Ranaweleng (Marcell Sihaan) dan istrinya Suci (Happy Salma), keduanya tewas. Namun Sang Anak yang berusia balita dilarikan seorang pendekar Sinto Gendeng (Ruth Marini) ke Gunung Gede.

Sinto mengangkat anak itu menjadi muridnya dan dinamakan Wiro Sableng (Vino G Bastian). Setelah 17 tahun Sinto merasa sudah waktunya Wiro turun gunung. Dengan bekal kapak geni, Wiro ditugaskan membekuk Mahesa Birawa, muridnya yang durhaka  dan membawanya ke hadapannya.

Dalam pengembaraannya Wiro bertemu pendekar lain, seperti Anggini (Sherina Munaf), dengan gurunya Dewa Tuak (Andi/Rif), Bujang Gila Tapak Sakti (Fariz Alfarizi), serta perempuan misterius Bidadari Angin Timur (Marsha Timothy) di sisi "terang". 

Wiro, Anggini dan Bujang terlibat dalam intrik politik dalam sebuah kerajaan, ketika menolong Rara Murni (Aghniny Harque), Pangeran (Yusuf Mahardika) dan tiga pengawal yang diserang gerombolan perampok, dalam penyamaran untuk mengetahui keadaan rakyatnya.

Belakangan diketahui bahwa bukan hanya sekadar kriminal biasa, namun merupakan sebuah intrik politik di sebuah negeri yang dipimpin Raja Kamandaka (Dwi Sasono). Lawan utama raja itu ada di keluarganya sendiri yang dibantu para pendekar di sisi gelap dipimpin Mahesa Birawa. Pertarungan antar pendekar sisi "terang" dan "gelap" tidak terelakan.

Review

Saya bukan pembaca setia Bastian Tito, penulis novel Wiro Sableng di angkat ke layar lebar. Saya member catatan sebagai seorang penonton film. 

Pertama dari segi cerita, Wiro Sableng 212 sesuai pakem film persilatan menghadapkan pendekar yang baik dan yang jahat dengan legitimasi moral dan filosofinya yang intinya sama: Ilmu silat itu seharusnya digunakan untuk kemanusian dan mengikuti aturan Yang Maha Kuasa. Pertarungan pamungkas terjadi di akhir cerita antara jagoan utama pihak protagonist dengan pihak antagonis. 

Hampir semua film laga menggunakan rumus klasik itu, baik film kung fu Mandarin, film Samurai Jepang, bahkan film cowboy western Hollywood. Tokoh antagonis benar-benar digambarkan nyaris persen kelam, tergoda uang dan kekuasaan. Di tengah cerita biasanya tokoh utama pihak baik sempat dikalahkan tokoh-tokoh kelam ini.

Soal pakem, kadang-kadang saya juga bertanya mengapa dalam film silat kerap terjadi perkelahian di kedai makan. Apa mungkin kedai atau warung makan tempat pertemuan para pendekar dari dua sisi? Perkelahian kerap menimbulkan kerusakan pada kedai. Alangkah malangnya pemilik kedai.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun