Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1961 | Kembali Diterpa Krisis Beras dan Bensin

23 Juli 2018   22:56 Diperbarui: 23 Juli 2018   23:19 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Jawa Barat Kolonel Mashudi (kanan) dan wakilnya Astrawinata (kiri) foto Irvan Sjafari Repro Pikiran Rakjat.

Bertepatan dengan dua tahun dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1961 Menteri Pertama Djuanda di muka Sidang Parlemen DPR Gotong Royong  di antaranya menerangkan keadaan ekonomi dan keuangan. Defisit anggaran belanja negara tahun 1960 sebesar Rp6,896 miliar. Jumlah uang yang beredar sebesar Rp46,1 miliar dan minggu ketiga Juni 1961 Rp48,3 miliar. Barang-barang ekspor seperti karet, sawit,teh menunjukkan harga turun di pasar dunia (Anwar, 1981, hal 73-74).   

Pidato Djuanda memberikan indikasi bahwa keadaan ekonomi nasional dalam lampu kuning. Kalau di Bandung situasi itu ditandai dengan apa yang disebut kelangkaan. Pertengahan Juli 1961, minyak tanah di Kota Bandung dilaporkan kering lagi. Pada waktu itu minyak tanah itu satu dari 9 bahan pokok. Ini kekeringan minyak tanah yang ketiga yang melanda Kota Bandung.

Para agen menyatakan, mereka hanya menyalurkan minyak tanah kepada para detalisen apa yang didapat dari BPM, Stanvac atau dari Permindo. Pada 1960 para agen masih menerima 140 hingga 160 ton setiap bulan.  Kini hanya 100 ton saja. 

Bandung bukan kekurangan minyak tanah, tetapi juga bensin. Setiap pagi terjadi antrian di pompa  bensin hingga menyebabkan kemacetan.   Bahkan pada Minggu 23 Juli 1961 lima puluh mobil Dinas Kotapraja Bandung, untuk pengangkutan sampah, pemadam kebakaran, serta mobil jenazah tidak bisa beroperasi.

Akibatnya bisa diduga selama dua hari berikutnya sampah-sampah di Kota Bandung tidak terangkut. BPM mengumumkan jatah berkurang seperti biasa alokasi 4-5 ton menjadi 1-2 ton saja.  

Belum lagi tekanan ekonomi selesai diatasi, akhir Agustus 1961 sejumlah warga dilaporkan mengalami muntah, kejang dan buang air seperti air beras. Gejala : Kolera El Tor. Penyakit ini  berjangkit begitu mendadak  dan menewaskan tiga warga, membuat Wali Kota Bandung Prijatna Kusumah menyerukan warga kota untuk suntik pencegahan. Wabah dengan masa inkubasi 1-4 hari diduga berasal dari Kota Semarang, entah mengapa tiba di kota itu.

Krisis yang paling krusial sebetulnya krisis beras yang sudah terjadi berulang kali sejak 1950-an. Krisis ini mencuat pada akhir Agustus 1961,  ketika Prijatna Kusumah mengakui kenaikan harga beras yang begitu tinggi. Harga beras giling kualitas I mencapai Rp17,50 per kilogram meloncat jauh dari harga yang paling tertinggi sekali pun berapa tahun lalu, yaitu Rp10.  Untuk kualitas ke II harganya Rp17, sementara beras giling II dibandroll dengan harga Rp16,50 per kilogram.  Beras tumbuk kualitas I dan II juga dijual rata-rata Rp17 per kilogram di pasar Kota Bandung.

Wali Kota menduga masa panceklik membuat beras yang dikirim ke Bandung dibawa ke Jakarta, yang penduduknya lebih padat.  Padahal beras itu berasal dari daerah Jawa Barat juga, yaitu Karawang, Indramayu dan Cirebon.  Yang membuat miris adalah laporan yang menyebutkan, rakyat di daerah Cianjur, yang sebetulnya daerah lumbung beras justru kekurangan beras.  Rakyat makan ketela, ubi dan gadung, sementara berasnya lari ke Jakarta.

September itu juga Gubernur Jawa Barat Mashudi mengumumkan aka nada aksi Komando Operasi Gerakan Makmur pada 7-10 Oktober 1961. Komando itu bagian dari gerakan "Self Supporting" beras di seluruh Jawa Barat.

Pada 1961 Jawa Barat dilanda musim kemarau yang panjang hingga membuat 87 ribu hektare swah menjadi kering.

Wali Kota Bandung Prijatna Kusumah pada 13 September 1961 menyatakan, untuk menahan kenaikan harga beras, Bandung mendapatkan suntikan sebanyak 50 ton beras yang dapat  disalurkan lewat koperasi desa dalam sebulan sejak 9 September 1961.  Harga beras ditentukan Rp6,875 per kilogram atau Rp5 per liter.  Tidak dibenarkan pencegatan beras di luar Bandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun