Masih ada beberapa adegan lain yang mengerikan membuat Rampage tidak cocok untuk penonton anak-anak. Â Terutama beberapa adegan pamungkas, Â seperti nasib yang diterima para tokoh antagonis, evil must pay (kejahatan harus membayar). Â Dalam Jurrasic Park juga begitu.
Film ini juga masih menampilkan hero Hollywood yang kerap berulang. Tidak terlalu beda karakter yang diperankan Dwayne Johnson dalam San Andreas (2015). Â Endingnya pun nyaris sebangun di tengah kota yang hancur, hanya beda tokoh sekitarnya. Â Sosok sang jagon berantakan keadaanya, tetapi lega.
Di luar sinematografi yang memang luar biasa, tidak terlalu banyak kelebihan lain. Karakter para tokohnya biasa saja lazimnya pada kebanyakan film Hollywood bergenre ini. Â Pimpinan militer tetap digambarkan kaku dan arogan. Pejabat pemerintah sok tahu, ada tokoh antagonis yang ambisius, terutama dari kalangan koorporasi.Â
Di antara film bergenre fiksi ilmiah dengan dasar ilmu biologi, sosok binatang raksasa belum merupakan kiamat yang sesungguhnya yang bisa diciptakan manusia dengan rekayasa. Dalam Rampage atau Jurrasic Park, walau kewalahan, manusia tidak terancam eksistensinya. Â Begitu juga dalam Kingkong dan Godzilla, manusia tetap menjadi pemenang.
Dalam Planet of The Apes sebaliknya ulah manusia bereksperimen pada kera, mencari jalan menyembuhan alzheimer berakibat membalikan keadaan dalam rantai makanan. Sebagai cerita jauh lebih mencekam karena mengancam eksistensi manusia. Â Â
Tetapi yang paling berkesan dan mencekam  bagi saya sebagai fiksi ilmiah dengan dasar ilmu biologi, ialah Twelve Monkeys, ketika manusia berksperimen dengan virus.  Film ini memberi isyarat bahwa bisa saja kiamat mendatang diakibatkan oleh virus, yang mampu bermutasi hingga tidak bisa ditanggulangi dan mengakhiri eksistensi manusia.
Irvan Syafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H