Pelan-pelan  alat berat menurunkan  batu-batu pada lubang yang disediakan,  hampir bersamaan ketika Presiden Soekarno pelan-pelan mengucapkan, "Bismilahirahmanirahim!". Hari itu, Minggu pagi, 9 April 1961,  di depan ribuan mahasiswa ITB, Soekarno memimpin peletakkan batu pertama pembangunan reaktor atom pertama Indonesia, yang dinamakan Triga Mark II,  di kawasan Tamasari,  Bandung. Â
Hadir dalam  acara itu sejumlah pejabat, seperti Menteri Perindustrian Rakyat Dr Soeharto, Menteri PTIP Pro Iwa Kusumasumantri, Menteri Perindustrian Dasar Chaerul Saleh, hingga Dirjen Lembaga Tenaga Atom Indonesia Siwabessy.  Duta Besar Amerika Serikat  HP Jones ikut menjadi saksi peristiwa bersejarah itu.
Tempat pembangunan reaktor atom itu berada di dekat Taman Margasatwa, di mana kerap diadakan kontes perkutut , yang pada waktu itu merupakan kegiatan yang cukup banyak penggemarnya di Kota Bandung. Â Resminya tanah itu milik pihak Taman Margasatwa, namun diberikan setelah diyakinkan digunakan untuk kepentingan negara.
Soekarno menyindir hal itu dalam pidatonya, yang seperti biasanya berapi-api. Baginya kontes perkutut melemahkan mental orang Indonesia pada zaman yang sedang berubah. Â Presiden tidak mengerti mengapa dulu Kotapraja Bandung dan pihak Yayasan Margasatwa tidak berkeberatan atas diselenggarakannya kontes perkutut.
"Dalam peri kehidupan kita harus berfantasi. Kita harus melihat jauh ke muka dan janganlah terkena jiwa perkututisme.  Janganlah  mengadakan lagi kontes perkutut, sebab perbuatan ini berakibat mental kepada rakyat sehingga berjiwa perkututisme, yaitu ajem mentjeti perkutut dengan hidangan air teh panas yang kental.  Kita jangan mandeg, tapi harus terus maju. Apalagi dalam zaman revolusi ruang angkasa sekarang ini dalam revolusi pancamuka..."
Soekarno juga menyampaikan, mahasiswa sekarang jangan sama pengetahuannya dengan mahasiswa masa dia dulu. "Anak sekolah sekarang harus mendapat pelajaran khasiat atom," ujar Soekarno.
Pembangunan reaktor atom itu awalnya mendapat tantangan dari Wali Kota Bandung Prijatnakusumah. Sang Wali Kota khawatir  terhadap keamanan warga Bandung. Dia mengingatkan, riwayat Hirosima dan bahaya radio aktif.Â
Dia meminta jaminan keamanan tertulis. Â Prijatna baru member izin setelah mendapat laporan berkaitan dengan kemampuan maksimum dari reaktor, disertai sejumlah penjelasan para ahli hingga contoh-contoh.
Presiden ITB Profesor Ir Kosasih mengakui ada tantangan ini.  Tetapi menurut dia, lahan ITB terlalu sempit untuk sebuah reaktor.  Sementara untuk mendapatkan lahan lain  kesulitan karena adanya kekhawatiran keamanan warga.
"Mula-mula dipertimbangkan penempatan reaktor dalam kampus ITB. Tetapi karena luas lahan kampus hanya 30 hektare, tidak seperti Universitas Srwijaya yang punya lahan 300 hektare, maka diperlukan lahan lain. Selain itu  ITB berencana membangun akomodasi untuk 800 mahasiswa," ujar Kosasih pada waktu itu.
Siwabessy