Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1961, Ebet Kadarusman "Go Internasional", Solidaritas Korban Banjir

31 Januari 2018   00:28 Diperbarui: 31 Januari 2018   09:53 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena sempitnya waktu kami tidak sempat berpamitan. Semoga  semua familie, handai taulan, sudi memaafkan. Selamat tinggal dan sampai jumpa lagi. Demikian kalimat 'farewell' di dalam iklan Pikiran Rakyat, 2 Januari 1961  dari yang ditulis penyanyi Ebet Kadarusman ketika ia dan keluarganya berangkat ke Melbourne Australia pada 28 Desember 1960 dengan penerbangan BOAC (British Overseas Airways Coorporation).

Bagi warga Bandung penyanyi kelahiran Tasikmalaya 7 Juli 1936 ini populer, sejak ia mememangkan Lomba Bintang Radio se-Jawa Barat pada 1955.  Iklan perpisahan itu merupakan tanda awal karir gemilang Ebet sebagai penyiar radio. Sejak 1960  ia menggelar acara radio berbahasa Indonesia "Morning Show-Kang Ebet" di Radio Australian Siaran Bahasa Indonesia.  

Ebet salah seorang warga Bandung yang mengawali 'go international' di dunia hiburan. Sekaligus membuktikan betapa kota ini merupakan habitat yang baik untuk melahirkan artis hiburan. Musikolog Asia Tenggara dari Universitas Monash, Australia  Margaret Kartomi dari  menyinggung kiprah Ebet dalam sebuah essay yang dikumpulkan Susan Blackburn dalam  sebuah bukunya.

Dalam esaynya dia menulis beberapa seniman dari Asia Tenggara yang mengajaknya bekerjasama. Pada1957, Kamahl, seorang penyanyi Malaysia (dari film televisi Australia yang kemudian) yang belajar dengan saya di Universitas Adelaide meminta dia menemani pertunjukkan lagu Melayu. 

Sementara Ebet Kadarusman yang disebutnya sebagai radiografi Inggris memintanya  menemani pertunjukan lagu Melayu dan Indonesia folk and classical (lagu seriosa) di berbagai acara pada banyak acara (Blackburn, 2012), Referensi lain  yang menyinggung Ebet ialah autobiografi yang ditulis oleh Kris Biantoro  yang menyebutnya bahwa seniman Bandung ini dengan cepat menyebut Ebet sebagai maskot orang Indonesia di Melbourne (Biantoro, 2006;145). 

Dunia hiburan di Kota Bandung tetap gemerlap di tengah suhu politik yang makin menghangat dan situasi ekonomi yang tidak bagus.  Acara-acara musik tetap digelar, walau berapa komoditi penting melambung harganya bahkan menghilang.

Pada 4 Februari 1961 I.T.A.P menggelar malam pesta musik di Gedung Bioskop Nusantara.  Acara yang dimulai pada pukul 20.00 menghadirkan Band Sangkar Nada, Band Remadja, Band Gita Ria Combo dan Band Taruna Nada.

 Pada 12 Februari 1961  di bioskop yang sama juga diselenggarakan Malam Gembira Ria menghadirkan Bing Slamet, Mang Topo, Sam Saimun dan Bagyo.   Dalam acara itu juga tampil Eddy Caramoy, Band Nada Kentjana pimpinan Mohammad Jasin dan Band Aneka Nada.  Dalam acara itu juga tampil bintang radio Bandung dan Jakarta, seperti Nina Kirana, Theresa Zen, Kusniaty, Niniek Koesomo, serta Benny Cordha.

Harga tiket untuk menonton kedua acara ini terbilang tinggi untuk ukuran masa itu. Karcis kelas III Rp50 yang paling termurah melebihi lima kali lipat harga beras per kilogram yang berkualitas. Karcis kelas II Rp75 dan tertinggi Rp100.

Pertunjukkan musik masih berlangsung di Taman Lalu Lintas-pada masa itu ada kolam renang-pada 15 Januari 1961 menyajikan Orkes Melayu Gema Nirmala dan pertunjukkan Reog. Pertunjukkan hiburan juga digelar di Bumi Sangkuriang, Cieumbeleuit berupa musik dan dansa dengan band The bulue Ribbon. Pada ahir pekan 28 Februari 1961 diputar film seperti The Big Beat yang dbintangi Pat Domine.

De Carrels yang kerap mengisi pertunjukkan piano di Hotel Grand Lembang membuka sekolah musik di Jalan Balak Singa nomor 17 Bandung.   

Warga Bandung  memang haus hiburan. Sekalipun kehidupan ekonomi tertekan, bioskop juga diserbu, sekalipun harus membeli  tiket dari pencatut. Pada akhir Januari 1961 empat orang tukang catut dari 76 orang pencatut karcis yang sudah terdata pihak keamanan dijatuhi hukuman empat bulan penjara.

Film-film yang diputar pada Januari-Februari 1961 merupakan film populer di dunia, seperti Hannibal, yang dibintangi Victor Mature, di bioskop Nusantara, Fajar, Parahjangan dan Nirmala, Have Rocket Will Travel di Puspita dan Pelangi,  A Hole in The Heal dibintangi Frank Sinatra di bioskop Dewi dan Majestic, film Jepang Rikito Karateuchi juga di Nusantara, Parahjangan, Fajar dan Nirmala.

Perkembangan  Jasa Akomodasi dan Kuliner

Selain dunia hiburan tetap eksis, sekalipun ekonomi masih menjadi tanda tanya, Bandung tetap kokoh sebagai kota wisata dan kuliner dengan dibuka sejumlah hotel dan rumah makan baru.  Penginapan Sayuli di Jalan Sethiabudi 160 dibuka pada 1 Maret 1961. Hotel Garniputra di Jalan Bengawan 5-7  menyebut dalam iklan bahwa  di dalam hotel ini terdapat sebuah toko lukisan Bali.

Penginapan yang juga gencar berpromosi adalah Tirtha Nirmala yang terletak di  Jalan Cipaganti 96. Begitu juga  Penginapan CV Dewi Putra dan Rumah Makan Gembira di Jalan Cihampelas 127 selain menawarkan kamar dengan kamar mandi dalam, juga sarana olahraga bulu tangkis dan pingpong bagi para tamunya.   

Rumah Makan Podjok Braga Pasar Kembang di Jalan Braga menawarkan masakan Pasundan dan Jawa Timur.  Ada juga Warung Djadjan berlokasi di Jalan Bahureksa/72 menjual pecel, gado-gado, rujak slada, nasi soto, gule kambing, nasi rames dan cendol. Setiap Rabu dan Minggu rumah makan ini menyajikan lontong ayam, Senin-Kamis Nasi Kuning. Inovasi bisnis kuliner ini ialah menawarkan menu Soto Mi Babat setiap Selasa- Jumat.  Menu ini menarik karena biasanya Soto Mi menggunakan daging atau kikil.  Soto Mi lebih banyak ditemukan di Bogor daripada Bandung.

Rumah Makan Palace milik Liong Gin Kie di Jalan Karang Setra/25. Rumah Makan Minang di Jalan Lombok IIB di depan Stadion Siliwangi. Nasi Tim Ayam Yongkie di Jalan Gardujati 55.  Selain restoran yang sudah ada seperti Ambasador di Jalan Dalem Kaum 52.  

Tempat shopping masih didominasi Toko Kota Tujuh di kawasan Asia Afrika, Au Bon Marche di Jalan Braga nomor 3, Lilian Store, Hanssarm di Pasar Baru, Maison Metro di Jalan Braga 63.   Ketika di Bandung terjadi kenaikan "krisis tekstil"pada Februari dan Maret , sebagian besar toko-toko ini termasuk di antara 66 toko yang ditunjuk untuk menjual tekstil injeksi dari pemerintah.

Bandung menjadi salah satu tempat favorit wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia.  Pada Maret 1961 sebanyak 27 turis asal Swedia berkeliling Bandung sebelum melanjutkan perjalanan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Di luar kota, sebuah tempat pemancingan di Situ Citereup dibuka oleh Usaha Lembaga Sosial Dajeuhkolot pada 15 Januari 1961.

Bandung juga merintis kerjasama kota-kota lain di Eropa  setidaknya merupakan bangunan awal 'sister city' era Ridwan Kamil. Pada 13 Januari 1961 di ruang kerja Wali Kota Bandung Prijatna Kusumah diadakan pertemuan "partnership" antara Kotapraja Bandung dan Braunsweg. 

Dalam bulan puasa Maret 1961 setelah menghadapi krisis tekstil dan semen, warga Bandung dikejutkan dengan dikuranginya alokasi bensin sebanyak 40 persen. Biasanya pompa bensin di kota ini mendapatkan jatah 25 ton liter dikurangi menjadi 10 hingga 15 ton.  Akibatnya pemilik kendaraan menginap di pompa bensin menunggu giliran.

Idul Fitri jatuh pada 18-19 Maret 1961.  Atraksi hiburan digelar di Situ Aksan menghadirkan Orkes Irama Murni, reog dan pertunjukkan sulap dan akrobat.

Bencana Banjir

Setelah sejumlah daerah di Jawa Barat dilanda banjir Januari 1961, pada pertengahan Februari sebanyak 13 kampung dalam Kota Bandung terendam air.  Kawasan itu dihuni sekitar 10 ribu penduduk. Pikiran Rakjat edisi 16 Februari 1961 menyebut bajir ini yang terbesar kedua dalam 40 tahun terakhir akibat meluapnya Kali Cikapundung.

Solidaritas sosial warga Bandung pada masa itu luar biasa.  Beberapa hari setelah bencana wakil-wakil dari 36 organisasi perempuan dipimpin isteri Gubernur Mashudi mengadakan kunjungan ke derah-daerah banjir di Balubur, Taman Sari, Kebun Cukut, Suniaraja, Banceui, Cibeuncing, Cicendo, Babakan Ciamis, Gang Affandi.

Jawatan Kesehatan Bandung mengadakan suntikan Kotipa, semntara Jawatan Sosial membagikan 400 gram beras dan uang Rp2,50 per satu jiwa selama tiga hari berturut-turut. Wali Kota Bandung Prijatna Kusumah memerintahkan kepada para wedana untuk mengurus pembagian sumbangan. 

Untuk meringankan beban korban bencana banjir di Jawa Barat Utara dan Bandung Harian Pikiran Rakjat membuka Tjelengan Nina menampung sumbangan dari warga Jawa Barat dan Bandung khususnya.  Dalam 27 hari (23 Februari 1961)  terkumpul sumbangan Rp1.750.000 dari sekitar 1250 penyumbang.  

Di antara mereka yang menyumbang terdapat para siswa Sekolah Mode Rita patungan hingga mengumpulkan Rp280, Pendidikan Vak Tenik Radio Detroit Rp95,45, Mang Barnas Penjual dodol Garut di Pasar Baru Rp50.

Wajah Pangdam Siliwangi Ibrahim Adjie tampak tertengun ketika wakil Pikiran Rakjat menyerahkan sumbangan yang terkumpul pada akhir Februari 1961.  Pada hari ke 32 terkumpul Rp1.795.000 dari lebih dari 1500 penyumbang. "Saya terharu," ucapnya.

 Irvan Sjafari

Sumber Primer:

Pikiran Rakjat, 2 Januari 1961, 12 Januari 1961, 14 Januari 1961, 1 Februari 1961, 16 Februari 1961, 20 Februari 1961, 24 Februari 1961, 3 Maret 1961, 4 Maret 1961, 7 Maret 1961, 8 Maret 1961, 9 Maret 1961, 16 Maret 1961.

Referensi Buku:

  • Biantoro, Kris, Manisnya Ditolak, Jakarta: Gramedia, 2006
  • Kartomi, Margaret "Growing Up in Quaker Musical Family" dalam , Susan Blackburn, Growing Up in Adelaide 1950's, Australia, 2012.

Sumber online

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun