Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tahun 2017 Menjadi Kebangkitan Film Horor Indonesia

6 Oktober 2017   16:03 Diperbarui: 7 Oktober 2017   09:00 6439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya setuju dengan Kompasianer Dewi Puspasari bahwa Pengabdi Setan karya Joko Anwar layak mendapat 13 nominasi FFI 2017. Saya berkesempatan menyaksikan besutan Joko Anwar itu pada Rabu lalu di sebuah bioskop di Depok. Hasilnya film ini memang kuat untuk kategori minor seperti efek visual, penata musik, skenario adaptasi, soundtrack, hingga sinematografi, bahkan beberapa kategori utama. 

Untuk pertama kalinya film horor Indonesia masuk nominasi  FFI begitu dominan, mengingatkan saya pada The Exorcist (produksi 1973) yang mendapatkan 10 nominasi Oscar pada 1974 dan memenangkan dua di antaranya. Saya prediksi akan memenangkan beberapa kategori untuk minor dan mungkin juga sutradara atau kategori pemain cilik.  

Prestasi ini membuktikan bahwa film bergenre horor kalau digarap serius bukan menjadi film yang sekadar hiburan. The Exorcist juga menjadi salah satu box office di Amerika Serikat pada masanya. Encyclopedia Americana mengakui film ini sebagai bagian penting dalam sejarah film Amerika Serikat.

Pengabdi Setan dipastikan akan masuk 5 besar box office Indonesia 2017. Dengan jumlah penonton sementara 1,1 juta menurut www.filmindonesia.or.id, maka di atas angka 1,5 juta bukan hal yang mustahil. Itu hitungan konservatif. Kemungkinan menembus 2 juta juga besar.

Paling tidak Pengabdi Setan akan menggeser The Doll 2 yang saat ini ada di urutan ke 5 dengan 1,2 juta penonton. Dua film horor lainnya Danur: I Can See The Ghost 2,7 juta penonton dan Jailakung 2,5 juta penoton berada pada urutan ke dua dan ketiga. 

Posisi puncak ditempati Warkop DKI Reborn dengan 4 juta penonton. Surga yang Tak Dirindukan 2, sebuah film religi berada di posisi ke 4 dengan 2,5 juta penoton. Dengan hitung-hitungan ini praktis 2017 kebangkitan film horor Indonesia, dengan 4 film di atas satu juta penonton dan mendapatkan "tiga wakilnya" di 5 posisi box office atau 4  film kalau hitungannya 10 besar. 

Bandingkan pada 2016 The Doll hanya meraih 550 ribu penonton dan jumlah tertinggi untuk film horor (berada pada urutan ke 15) dan Tarot pada 2014 meraup 329 ribu penoton pada urutan ke 11. Sejak 2013 tak satu pun yang masuk 10 besar.  

Memang ada faktor dari film luar seperti Conjuring, Insidious, Anabelle dan sebagainya yang membuat film horor menjadi "pop art" ikut mendongkrak film horor Indonesia. Generasi milenia (yang mendominasi penonton bioskop) begitu bergairah menonton film horor. 

Bagi mereka menonton horor jadi tren, bahan untuk ngerumpi di medsos dan selalu ingin mencari hal yang baru pada film horor. Kalau bagi saya pribadi menonton film horor adalah katarsis di tengah kejenuhan mendengar dan membaca berita politik (apalagi sebagai jurnalis terlibat di dalamnya) yang isinya kegaduhan dan lebih menakutkan daripada film horor itu sendiri.

Ketika saya menonton Annabellemencekam dari awal hingga akhir. Sementara Pengabdi Setan menyuguhkan "twist" (yang sulit ditebak)  sejak pertengahan film  hanya membuat saya gelisah di kursi apa yang terjadi pada para tokohnya.  

Faktor kedua sudah terjadi perubahan dan inovasi di kalangan sineasi horor Indonesia yang tidak lagi menjual kemolekan dan sensualitas tubuh perempuan, tetapi juga pada kualitas cerita seperti yang pernah saya tulis di Kompasiana. Tampaknya para sineas yang ingin menggarap film horor benar-benar mendengarkan dan membaca kritik dan kecaman di media hingga blog.

Untuk Danur memang kecerdikan produser mengangkat karya Risa Saraswati yang sudah menjadi pop art ke layar lebar dan keterlibatan Prilily Latuconsina yang berakar pada generasi milenia faktor yang tidak bisa diabaikan. Namun film ini "bebas mesum" yang menjadi penyakit kronis  film horor Indonesia dekade sebelumnya.

Terobosan lain ialah yang dilakukan Rizal Mantovani mengangkat Gerbang Nerakapatut diapresiasi karena sudah mencoba menggabungkan unsur fiksi ilmiah dengan supranatural. Sekalipun banyak mendapatkan kritikan, tetapi menjadi langkah awal yang baik.  Sekalipun meraih kurang dari 200 ribu penonton toh tetap lebih baik dari film horor Indonesia dekade sebelumnya.

Catatan untuk  Pengabdi Setan

Terobosan lain dilakukan Joko Anwar menggarap sebuah film klasik dengan citra rasanya sendiri. Joko Anwar itu ibarat chef  atau bartender ulung. .  Bahan-bahannya dari film yang dirilis pada 1980 tetapi dimasak dengan caranya.

Kalau saya simak cara Joko menggarap Pengabdi Setan sama seperti  Kala (2007), Pintu Terlarang (2009), Modus Anomali (2012).  Kesamaannya pada "ending" yang sama sekali tidak diduga. Klu yang diberikan kerap menjebak. 

Sekalipun Pengabdi Setan bersetting 1980 dan Kala tampaknya bersetting tahun 1970-an, tetapi  plot yang dibuat Joko seperti negeri antah berantah, tepatnya dunia fantasi dari Joko Anwar sendiri. Alumni ITB Bandung ini pandai menyelipkan tokoh misterius yang menjadi kunci dalam filmnya, seperti Adam Subandi dalam Janji Joni, mahluk bernama Pindoro dalam Kala, serta Budiman dalam Pengabdi Setan.  

Sekte kesuburan dalam Pengabdi Setan mengingatkan saya pada komunitas dalam Kala walau lain tujuan. Tetapi keduanya mengacu pada kekuatan supranatural.

Siapa tokoh anatagonis sebenarnya bahkan bisa disembunyikan dengan baik. Bahkan tokoh yang tadinya dikasihani justru bukan korbannya.  Itu kekonsistenan sutradara kelahiran 1976 ini dalam membuat filmnya.  

Bahkan adegan terakhir menjadi "dessert" yang manis yang tidak bisa dilewatkan.  Bagi saya adegan penutup Pengabdi Setan dengan iringan lagu yang jadi "soundtrack" sama menakutkannya dengan mayat hidup yang mengejar para tokoh utamanya.  

Sinematografinya memang masih ada pengaruh referensi film Barat, seperti Paranormal Activity. Joko cukup detail memperlihatkan penonton ruangan demi ruangan pada keluarga tokoh utama film ini.

Ya, memang tetap ada lubang di cerita. Misalnya saja apa yang terjadi pada mayat-mayat hidup itu, lalu apa seisi desa itu hanya keluarga Rini (Tara Basro) dan keluarga ustad? Apakah mereka tidak merasa terganggu kehadiran para zombie itu?  Tetapi inilah mungkin dunia Joko.

Pada akhirnya selamat untuk sineas Indonesia untuk menggarap film horor tetap berinovasi agar penoton tidak jenuh.

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun