Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Aturan Memiliki Garasi Hanya Sebagian Solusi Kemacetan Jakarta

10 September 2017   13:33 Diperbarui: 10 September 2017   20:47 3099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas Derek dari Dishub Pemprov DKI Jakarta sedang mederek mobil yang parkir smebarangan/Kredit Foto: Tribunnenews.com.

Dari segi biaya naik kendaraan umum memang masih terasa mahal. Saya umpamanya kerja di kawasan Senen, rumah di kawasan Cinere, Depok. Saya kalau naik Trans Jakarta, terlebih dahulu naik angkot 61 merogoh kocek Rp6000. Naik Trans Rp3500 dan dari sana harus nyambung lagi Rp3000. Total Rp12.500 dan pulang pergi Rp25.000 dan habis waktu di jalan 2,5 jam sekali berangkat dan pulang dengan waktu tempuh seperti itu. Pembangunan underpass di kawasan Mampang dan Kuningan membuat waktu tempuh bisa lebih lama.

Alternatif lain, naik kereta commuter dari Pasarminggu membutuhkan angkot Rp7000, ongkos kereta Rp3000 dan dari stasiun terdekat dengan kantor naik angkot lagi Rp4000. Itu artinya membahabiskan biaya Rp30 ribu pulang-pergi. Waktu tempuh lebih cepat sekitar 90 menit hingga dua jam. Dengan catatan kereta tepat waktu dan tidak terjadi masalah. Dalam 22 hari kerja per bulan uang yang dihabiskan untuk transpor Rp550 ribu hingga Rp1 juta. 

Gaji saya juga tidak besar dan saya jadi mengerti mengapa para pemakai motor masih keberatan naik kendaraan umum. Bagaimana kalau mereka yang tinggal jauh dari jalan raya di kawasan jabodetabek untuk dapat akses kendaraan umum?

Naik sepeda motor kata teman saya lebih irit. Dengan dua liter bensin bisa untuk dua hari itu artinya biaya pulang pergi untuk ke kantor dalam sehari bisa untuk dua hari bahkan lebih. Nah ini persoalan bagi Pemprov DKI Jakarta, bisa nggak membuat naik kendaraan umum lebih murah? Misalnya dengan menjadikan angkot sebagai feederke TransJakarta hingga akhirnya pulang pergi ke kantor dari kawasan pinggiran cukup Rp7000 atau kalau pun naik cukup Rp10.000.

Rasanya perlu data base yang akurat, perhitungan yang matang dan kerja keras Pemprov DKI Jakarta. Tentu juga biaya karena bisa jadi angkot harus diambil alih Pemprov DKI Jakarta dan itu tidak akan mudah. 

Persoalan lain yang seperti saya hadapi angkot 61 berada di bawah Koperasi Angkutan Bogor. Belum tentu pemilik angkot mau diambil alih. Sebagian sopir yang saya tanya setuju dan sebagian lagi tidak mau diatur jam kerjanya seperti pegawai negeri. Koperasinya sendiri belum tentu mau karena menyangkut banyak kepenting dan ujung-ujungnya ekonomi lagi.

Jadi kebijakan Pemprov DKI Jakarta agar warganya yang memiliki mobil harus memiliki garasi hanya akan memberikan kontribusi yang belum tentu signifikan mengatasi kemacetan, karena masalah sebenarnya jauh lebih besar. Kalau pun jalan ini aturan, hanya menyelesaikan sebagian masalah.

Irvan Sjafari

Sumber: 1, 2, 3 dan 4.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun