Kata kampungan sebetulnya olok-olok yang sebangun (walau tidak serupa) dengan sikap orang Belanda yang melebelkan inlander sebagai orang rendahan.
Ndeso itu jadi populer karena Tukul Arwana dengan acara "Empat Mata" dan kemudian dilanjutkan dengan "Bukan Empat Mata". Â Maksudnya orang desa yang lugu, tidak tahu, kurang terdidik dan sebetulnya untuk konsumsi hiburan. Â Rasanya dulu memang orang desa seperti itu, film Indonesia 1970-an membangun konstruksinya seperti itu.Â
Rasanya keliru untuk sekarang dan masih ada sinetron kita mengidentikan orang desa dengan bawa kambing, pakaian yang lusuh dan mudah dibohongi.
Menurut saya Kampungan dan Ndeso itu harus diredefinisi. Jangan sampai untuk membully dan menghina bahkan sebetulnya untuk kepentingan politik.
Omong-omong saya kecil  dulu tinggal di Kampung Bukit Duri, Tebet ketika Jakarta masih Big Village dan teman SD saya ada yang menjadi manajer restoran waralaba, alumni Fakultas Teknik UI.  Kini tinggal di Kampung Cinere, Desa Limo, Depok.  Saya orang kampung. Tidak ada yang salah dengan itu.  Bukankah yang disebut dengan kampung itu seperti apa menjadi relatif.  Â
Irvan Sjafari
Catatan Kaki:
- Saya kutip dari  http://kbbi.kata.web.id/kampungan/.  Lihat juga http://www.kbbionline.com/arti/gaul/kampungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H