Sabtu, 2 Juli 1960 ratusan mahasiswa dan para anggota Persatuan Ahli Hukum Indonesia (Persahi) menyimak sebuah ceramah di Gedung Universitas Padjajaran, Jalan Dipati Ukur. Â Ceramah ini tentang hal yang baru bagi dunia hukum Indonesia pada masa itu, yaitu soal hukum laut.Â
Masalah laut adalah hal yang penting bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Masalah laut menjadi isu nasionalisme Deklarasi Juanda pada 13 Desember 1957 dan perjuangan membebaskan Irian Barat menjadikan isu ini semakin penting.
Penceramah itu adalah konseptor Dekalarasi Djuanda itu, namun namanya belum terlalu mencuat masa itu karena masih menjadi mahasiswa pasca sarjana di Sekolah Hukum Universitas Yale, Amerika Serikat. Dia kemudian lulus dari universitas itu dan meraih gelar LL.M Â pada 1958.
Latar belakang keluarganya menarik. Dia adalah putra dari  pasangan Taslim Kusumaatmadja seorang apoteker ternama asal Sukapura, Jawa Barat, dengan Sulmini Soerawisastra, seorang guru yang berasal dari Cirebon. Ayahnya bukan seorang priyayi (menak) murni.
Penceramah itu adalah Mochtar Kusumaatmadja, ketika berbicara adalah Sekretaris Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Â Kelahiran Batavia (Jakarta) Â 17 April 1929 ini menguraikan tiga konferensi Hukum Laut, di Den Haag pada 1930 dan 1958 di Jenewa mengalami kegagalan karena praktek Hukum Internasional tidak membenarkan lebar laut teritorial lebih dar 12 mil laut. Â
Konferensi Hukum Laut  yang berlangsung pada 14 Maret-27 April 1960 di Jenewa tentang penetapan lebar laut teritorial  juga mengalami kegagalan. Usul AS yang menginginkan 6 mil lebar laut teritorial dan 6 mil lajur perikanan telah ditolak dengan suara 54 pro, 28 kontra dan 5 abstain.
"Dengan kegagalan tidak tercapai maksud untuk menentukan lebar laut teritorial secara unform. Kegagalan ini akan mengakibatkan di masa mendatang negara yang baru merdeka di masa mendatang akan menentukan laut teritorial yang lebar untuk melindungi kepentingan ekonomi dan keamanan mereka," ujar Mochtar (Pikiran Rakjat, 4 Juli 1960).
Pemberitaan ceramah hukum laut itu merupakan jejak yang bisa saya temukan tentang Mochtar Kusumaatmadja di Pikiran Rakjat. Â Mochtar meraih gelar sarjana di Fakultas Hukum UI pada 1955. Setelah meraih magister hukum, barulah ia menjadi staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran.Â
Jejak lainnya Majalah Padjajaran: Ilmu Hukum & Pengetahuan Masjarakat Terbitan 1959 hingga 1960 hanya ditemukan satu jilid di Perpustakaan Nasional memuat susunan Dewan Redaksi yang menempatkan Mochtar  Koesoemaatmadja sebagai Ketua Dewan Harian Redaksi.  Selain Mochtar yang menjadi anggota dewan redaksi adalah Usep Ranuwidjaja, SH, Saleh Adiwinata, SH.
Menurut Guru Besar FISIP Universitas Airlangga Soetandyo Wignjosoebroto dalam tulisannya, seharusnya Mochtar melanjutkan studinya di Belanda, .untuk mendalami hukum dan teori-teori hukum yang bertradisi Eropa Kontinental. Hubungan politik antara Belanda dan Indonesia yang memburuk pada tahun-tahun 1950an menghalangi Mochtar melanjutkan studi ke Negeri Belanda [1].
Sementara staf pengajar Fakultas Hukum Unpad Atip Latipulhayat mengungkapkan sejak keikutsertaannya menjadi anggota delegasi Indonesia di konferensi Jenewa pada 1958 dan 1960 Mochtar menyadari bahwa konsep negara kepulauan ini hanya diperjuangkan oleh sebagian kecil negara, termasuk Indonesia. Â Mereka menghadapi negara besar, termasuk Amerika Serikat.
Mochtar menyadari hukum laut lahir dan merupakan konsep dari Eropa Barat, sehingga konsep negara kepulauan yang diajukan Indonesian akan dianggap sebagai deviasi sejarah yang tidak perlu terjadi [2].
Bagi saya sebagai peminat sejarah Kota Bandung kemunculan Mochtar Kusumaatmadja adalah hal menarik, karena merupakan bagian dari golongan sosial yang sedang tumbuh di Kota Bandung yang untuk sementara saya sebut sebagai "neo menak", orang-orang yang terdidik perguruan tinggi yang mulai menguat pada akhir 1950-an.Â
 Â
Irvan Sjafari
Sumber pendukung,
- soetandyo.wordpress.com
- Atip Latipulhayat,"Bapak HI Indonesia" dalam Pikiran Rakyat, 16 Maret 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H