Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Baca Kompas 1970-an: Ingatan Kanak-kanak Seorang Kompasianer

29 Juni 2017   18:44 Diperbarui: 1 Juli 2017   10:41 1722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harian Kompas tahun 1977. print.kompas.com

Tulisan ini sekadar partisipasi saya sebagai kompasianer untuk HUT Kompas. Tadinya saya berencana menulis soal wajah Kompas tahun 1970-an, hanya saja Perpustakaan Nasional sedang tutup karena libur lebaran. Jadi tulisan ini benar-benar berdasarkan ingatan.  

Saya sudah mulai bisa membaca kira-kira tahun 1974, ayah saya (almarhum) gemar membawa majalah Tempodan surat kabar Kompas ke rumah, walau tidak berlangganan.  Saya ingat cover Majalah Tempo pada Januari 1974 kalau tidak salah "Hura Hara Jakarta" dan Kompas kira-kira headline menyinggung soal  kerusuhan yang ketika saya mahasiswa dikenal sebagai Malari. Hanya mampu baca judul.

Baru pada 1976 hingga 1979 mulai bisa baca koran. Saya tidak terlalu tertarik pada berita politik dan ekonomi di halaman utama (headline), tetapi langsung ke halaman olahraga.  Saya suka mengikuti Marah Halim Cup di Medan, kejuaraan sepakbola yang menarik, kesebelasan lokal diadu dengan kesebelasan negara luar.

Masih tertanam di benak saya pemain PSMS Medan, Parlin Siagan gagal mengeksekusi penalti ke gawang Burma dan PSMS dibantai Burma dngan skor 4-0.  Saya lupa Marah Halim Cup tahun berapa. Yang saya ingat kesebelasan dalam negeri yang ikut selain tuan rumah PSMS, Persija Jakarta, Persiraja Banda Aceh, PSP Padang, Pardedetex Medan.  

Sementara kesebelasan luar negeri selain Burma, antara lain Iran, Belanda, Islandia, Port Auhtority Thailand, Australia Barat, Korea Selatan. Waktu itu jiwa anak-anak saya tidak mengerti kesebelasan luar negeri yang dikirim yang kelas berapa, tetapi bangga sekali kalau kesebelasan lokal seperti PSMS dengan mudah menjungkir balikan kesebelasan luar negeri.  

Galatama juga saya gemar ikuti.  Saya ingat skor-skor ajaib seperti Tidar Sakti dibantai 14-0. Pemain Pardetetex Hamzah Arafah menjadi favorit saya. Juga kejuaraan PSSI saya suka dengan Persiraja Banda Aceh dengan Nasir Gurumut-nya (maaf kalau ejaan salah, karena berdasarkan ingatan). Ada final antara Persiraja lawan Persipura berakhir dengan skor 3-1.

Pemain Persipura kalau tidak salah ada Hengky Heipon, Jacobus Mobilalla (saya sengaja pakai ejaan berdasarkan ingatan, tidak cek di Google untuk otentik tulisan).  Ada pertandingan internasional ketika Niac Mitra mampu mengalahkan Arsenal 2-0. Niac Mitra juga jadi juara Aga Khan Cup.

Saya ingat ada pemain Singapura memperkuat Niac Mitra David Lee dan Fandy Achmad (sekali lagi spelling berdasarkan ingatan).

Selain sepak bola, saya juga mengikuti Sea Games 1977, kalau tidak salah Indonesia tuan rumah dan jadi juara umum.  Saya nggak ingat cabang olahraga mana saja yang berjaya, seingat saya balap sepeda dan senam. Saya juga ingat Muhammad Ali dan Rudy Hartono jadi langganan berita.  

Apa artinya?  Kompas berhasil membuat berita yang bisa dicerna anak-anak umur 10-12 tahun dan bisa diingat sampai puluhan tahun.  Saya tidak siapa Redaktur dan wartawan olahraganya, tetapi mereka berhasil.

Selain olahraga yang tertanam di benak ialah Om Pasikom, karya GM Sidharta hanya saya tidak mengerti konteksnya untuk apa. Berita Dalam Negeri saya ingat Ali Sadikin dengan gusur-menggusur, soal proyek MHT, hingga pemberitaan soal "Jakarta Fair", waktu itu masih di Gambir.

Berita luar negeri saya ingat  persoalan RMS di Belanda: penyanderaan di kereta api, Kedutaan Besar RI dan sekolahan. Akhirnya tentara Belanda marah dan menyerang para pembajak. Saya tidak tahu konteks politiknya waktu. Hanya ada pertanyaan anak-anak mengapa orang Maluku di Belanda itu bermusuhan dengan orang Indonesia?  

Berita luar negeri di Kompas yang jadi diskusi teman-teman saya di SD ialah penggulingan Sah Iran oleh Khomeini hingga penyanderaan Kedutaan AS di Taheran oleh mahasiswa Iran.  Sebagian teman SD saya bencinya bukan main pada AS. "Kalau tidak ada minyak itu kapal tidak jalan!" sengit Icak, kalau tidak salah ingat nama teman saya.

Ketika suatu operasi militer dilakukan AS gagak dan pesawat AS saling tabrakan hingga delapan tentara (sekali lagi berdasarkan ingatan) disyukuri oleh teman-teman SD saya.  Kami (termasuk saya waktu itu) begitu percaya kegagalan militer AS  campur tangan Tuhan. Jimmy Carter kalau dalam pemilihan Presiden AS dikaitkan dengan kegagalan itu bisa saya tangkap di Kompas.

Saya juga gemar menggunting iklan film di Kompas yang menarik buat saya, tidak saja  film anak-anak, tetapi juga film action. Biasanya saya dan adik-adik diajak nonton Drive In.  Iklan film yang seram dan filmnya juga membuat saya menutup mata ialah Bermuda Triangle.    

Film-film yang muncul  di iklan Kompas pada paruh akhir 1970-an yang saya ingat ialah Manitou, White Buffalo, Ratapan Anak Tiri, Ira Maya dan Kak Ateng, Operasi Tinombala. Saya juga tetarik mengikuti kiprah Chicha Koeswojo, Ira Maya Sopha, Adi Bing Slamet, Diana Papilaya, yang waktu itu seumuran dengan saya.  

Bioskop waktu itu Kebayoran Theater, New Krekot, Majestic, New Garden Hall, selain Drive In. Itu yang saya ingat karena pernah membaca Kompaspada paruh dekade terakhir 1970-an.  

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun