Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1960 | Berdirinya Fakultas Djurnalistik dan Publisitas Unpad di Tengah Tekanan pada Pers

19 Juni 2017   08:52 Diperbarui: 19 Juni 2017   09:20 972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berita Pendirian FDP Unpad (Irvan Sjafari Repro Pikiran Rakjat)

Menteri PPK Prof. Dr. Prijono yang dibicakan Djusar Kartasubrata mengharapkan FDP menjadi tempat menggembleng mental sesuai dengan manifesto politik dan usdek. Prijono menyrakan agar istilah publisitas diganti publisistik .

Hal senada juga diungkapkan Menteri Penerangan Maladi dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Direktorat Daerah dan Publisitet Depatemen Penerangan Sudono bahwa pers nasional pengabdi cita-cita bangsa dan bertugas menyelesaikan revolusi nasional. Pendidikan pers diperlukan untuk menampung perkembangan yang terjadi di masyarakat.

Pada malam itu juga Adinegoro menyampaikan kuliah umumnya yang pertama.  Dia mengupas hal yang elementer dari mulai dari pemandangan (reportase sekarang) hingga pojok (tajuk rencana). Selain itu gambar (foto), film,  yang digunakan untuk menyampaikan pernyataan bersifat umum untuk mempengaruhi perilaku  termasuk dalam lapangan penyelidikan ilmu publitistik.

Adinegoro juga mengingatkan publitistik menyelidiki dasar berita ada bertujuan murni atau merupakan penerangan bahkan propaganda.  Ada berita yang bersifat pendidikan, hiburan.  “Bukan pers yang menjadi Ratu Dunia, melainkan opini publik itu Ratu Dunia,”  cetus Adinegoro dalam kuliah umumnya [11]. 

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Tekanan pada Kehidupan Pers

Pendirian PDP  berada dalam situasi yang bertentangan. Di satu sisi pemerintah tampaknya mendukung pendidikan wartawan secara profesional, tetapi di sisi lain pemerintah menginginkan pers mendukung kebijakannya.  Ada kemungkinan pemerintah menginginkan mencetak wartawan yang dididik dengan garis kebijakan Manipol dan Usdek hingga  bisa membuat pers relatif lebih bisa dikendalikan dibandingkan era Demokrasi Liberal.

Pada Juli 1960 Presiden Soekarno membentuk Badan Pembina dan Pengendalian Pers  yang langsung berada di bawah Presiden sendiri selaku penguasa perang tertinggi (Peperti).

Badan ini diketuai oleh PDS Kepala Peperti Kolonel Basuki Rachmat dengan anggota-anggotanya Menteri Luar Negeri Subandrio, Menteri/Jaksa Agung Gunawan.  Badan Pembina dan Pengendalian Pers telah diputuskan dalam Sidang ke IV Musyawarah pembentukan Peperti di Istana Merdeka pada 7 Juli 1960. Sidang itu langsung dipimpin Soekarno dan dihadiri oleh Mr. Leimena selaku Wakil Peperti, serta Menteri Keamanan Nasional Jenderal Nasution [12]

Menteri Penerangan Maladi  dalam pernyataan persnya menuturkan bahwa dalam masa 1945-1950 pers nasional adalah salah satu alat perjuangan . Namun sejak 1950 fungsi itu sudah hilang. Pers tidak lepas dari pengaruh aliran atau golongan yang kadang-kadang bertentangan. Meskipun Maladi mengungkapkan bahwa bergantung tulisan dan tajuknya, surat kabar yang tidak membantu pelaksanaan dan tujuan Usdek sebagai haluan negara akan dicabut izin penerbitannya . 

Kalangan wartawan tentu saja mempertanyakan apa maskud kebijakan Presiden ini. Pengurus PWI Pusat menyatakan kegelisahannya terhadap perkembangan pers Indonesia dengan adanya keputusan Presiden. [13].

Pada pertengahan Oktober 1960 Teks lengkap dan Penjelasan Peraturan peperti No. 10 Tentang Izin Terbit-Penerbitan Surat Kabar dan Majalah sudah diumumkan media massa. Pd Presiden/Panglima Tertinggi Djuanda telah mengeluarkan pedoman bahwa surat kabar atau majalah yang tidak memenuhi seluruhnya atau sebagian dari ketentuan-ketentuan yang dikandung dalam pedoman tersebut  tidak luput dari sanksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun