Intuisi Yura Yunita (tentunya juga didukung tim-nya yang cerdas) ketika merilis “Intuisi” sebagai single barunya beberapa waktu lalu tepat. Pada acara Dahsyat di RCTI pada 11 Maret lalu “Intuisi” meraih peringat kedua lagu yang popular. Intuisi saya bahwa Yura Yunita bakal melesat sekalipun kalah dalam fase Battle dalam The Voice of Indonesia empat tahun yang silam terbukti sudah. “Intuisi” adalah fase berikutnya dalam karir penyanyi berusia 26 tahun ini.
Glenn Fredly saya kira punya insting bahwa penyanyi yang memainkan alat musik dan pandai menulis lagu ini bakal menjadi penyanyi masa depan. Untuk itu penyanyi senior itu membantunya untuk meirlis album perdana bertajuk “Yura”. Modal Yura tentunya bertambah besar di lingkungan musik dan beruntung berada di Bandung yang sosio- kultur musiknya begitu kuat. Berawal dari seorang pemain keyboard dari kelompok musik Sarasvati, lalu dia memulai debut solo pada semester kedua 2013 dan kemudian tampil di acara Kampoeng Jazz di almamaternya sendiri Universitas Padjadjaran, kemudian menapak membuat konser tunggal “Balada Sirkus”.
Hanya dalam empat tahun alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran ini sudah malang melintang di perhelatan jazz yang bergengsi seperti Java Jazz pada 2015, 2016 dan 2017. Dia juga tampil dalam Prambanan Festival Jazz pada Agustus 2016 dan membawa lagu lawas “Aksi Kucing” dengan aransemen jazz membuktikan bahwa wawasan lagunya luas, bukan hanya lagu Barat. Lagu “Aksi Kucing” itu lagu era 1950-an. Itu kelebihan genre yang dipilih Yura, Jazz yang bisa menyanyikan lagu dari beragama budaya.
Yura Yunita adalah hibrida antara sosio kultur Sunda, metropolis, juga global. Lagu “Kataji” –yang menjadi lagu favorit saya- adalah pembuktian bahw lagu dengan lirik Sunda bisa dibawakan dengan broadway dan menjadi embrio bahwa lagu Sunda suatu ketika bisa menjadi Sunda Pop yang bisa bersaing dengan K-Pop atau J-Pop. Hanya saja masih ditunggu apakah Yura mampu menciptakan lagu kedua berbahasa Sunda-nya dengan cita rasa global.
Lagu-lagu yang dinyanyikan Yura, yang merupakan lagu ciptaannya rasanya sulit dinyanyikan penyanyi lain –sebetulnya sama dengan Andien Aisyah, penyanyi favorit saya yang lain. “Balada Sirkus”, “Super Lunar”, “Berawal dari Tatap”, “Get Along With You” sukar dinyanyikan penyanyi lain. Kecuali mungkin “Cinta dan Rahasia” pernah saya dengar dinyanyikan penyanyi lain, karena sifatnya duet.
Lagu ciptaan Yura tampaknya berangkat dari lingkungannya hingga dapat feel-nya. Lagu “Intuisi” dengan video klipnya menampilkan Reza Rahadian pas benar dengan ruh lagu itu, bukan saja rasa anak muda tetapi lagu ini seperti halnya lagu “Kataji” rasa perempuan sekali yang kepincut laki-laki yang sebetulnya memainkan hati. Jadi agak aneh kalau kedua lagu ini dinyanyikan oleh penyanyi laki-laki.
Kekuatan Yura Yunita seperti halnya Iga Mawarni dan Andien Aisyah dan umumnya penyanyi jazz ialah mempunyai sentuhan intelektual. Ketiga penyanyi ini membuktikan bahwa pendidikan itu penting bagi penyanyi. Yura (dan timnya) selalu mempunyai inovasi baru setiap tampil. “Get Along With You” yang dibawakan di Java Jazz 2017 berbeda dengan yang dibawakannya pada Java Jazz sebelumnya.
****
Saya bertemu Yura di Resto Cepat Saji pada 17 April 2014 benar-benar mahasiswi biasa, penampilan bersahaja. Dia melahap ayam dan kentang goreng dengan santai. Ciri khas-nya selalu ceria dan rendah hati ditampilkan sama ketika di panggung. Waktu itu saya menulis artikel untuk tabloid komunikasi. setelah itu saya hadir di Konser Balada Sirkus dan tidak melewatkan dua penampilannya di Kampoeng Jazz pada 2014 dan 2015. Review-nya sudah saya tulis
Pertemuan kedua (secara fisik) di Cilandak Town Square pada Desember 2014 hanya untuk berfoto bersama. Namun saya meyaksikan pertunjukkan yang disebut Jazzy Nite itu. Waktu itu Yura menyanyikan sekitar sepuluh lagu yang semuanya pernah dibawakannya. Acara itu direkam dan disiarkan Kompas TV. Yura mempunyai tim lebih dari lima orang datang dengan dua mobil dari Bandung.
Rekan saya satu kerjaan di media online mempunyai pandangan menarik tentang menempatkan Yura Yunita dalam peta musik di Bandung. Kebetulan rekan saya ini mantan personil sebuah band indie di Bandung. Kami sering berdebat soal musik di Bandung.
Rekan saya itu membagi musisi Bandung sebagai “Kiri” (maksudnya benar-benar indie) “Tengah” kompromi dan “Kanan” didukung label dan kerap tampil di acara Dahsyat. Yang termasuk “kiri” itu contohnya Keroncong 7 Putri. Yura Yunita ditempatkannya di tengah. Namun dia melihat kelompok kiri sebetulnya bisa ada dua motif memang kiri atau tidak kebagian label.
Sementara analisis saya melihat musisi Bandung sebagai sebuah pohon dengan aneka cabang. Satu cabang kelompok Ujungberung, seperti Burgerkill, umumnya Underground. Cabang lain Mocca, kemudian Rice Cereal and Almond The Choco dilihat dari warna lagunya kelompok swing. Yura Yunita ada di cabang Sarasvati, kelompok musik yang digagas Risa Sarasvati. Selain Yura Yunita sebetulnya ada Sendy Nurulita yang pernah tampil di Kampoeng Jazz tetapi tampaknya alumni Teknik Industri, Telkom University ini memilih pekerjaan kantoran.
Masing-masing musisi dari satu cabang dengan mudah bisa koloborasi dengan cabang lain karena sifat guyub musisi Bandung. Dalam obrolan di resto cepat saji, Yura membenarkan bahwa anak-anak Indie di Bandung kompak dan saling mendukung. Dia mengaku banyak terbantu oleh rekan-rekannya sesama indie.
Yura Yunita sudah menjadi lima penyanyi debutan yang masuk papan atas bersama Raisa Adriana, Isyana Sarasvati, Fatin Shidqia Lubis dan Maudy Ayunda seperti yang juga ditulis seorang kompasianer. Pesan saya pada penyanyi favorit saya itu tetap mempertahankan gaya rendah hatinya, tetap belajar lagi, jangan lupa pada akarnya di Bandung. Satu lagi: Jangan susah dong kalau mau diwawancarai.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H