Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Iqro untuk Meraih Bintang

5 Februari 2017   18:33 Diperbarui: 5 Februari 2017   18:36 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membuat film anak-anak bukanlah hal yang mudah.  Apalagi membuat film anak-anak yang pas dengan kultur anak Indonesia.  Kesulitan bagi penulis skenario hingga sutradara yang menjabarkan semakin besar ketika sebuah film bukan saja harus ada misi edukasi, tetapi juga moral agama, tetapi tidak menggurui, enak ditonton (oleh anak-anak zaman sekarang yang gadget freak).  Saya kira para sineas di balik Iqro: Petualangan Meraih Bintang luar biasa jungkir balik mewujudkannya.  

Opening scene menarik. Kamera menangkap situasi kamar seorang anak bernama Aqila, 9 tahun (Aisha Nurra Datau)  yang penuh pernak-pernik berkaitan dengan luar angkasa.  Kemudian diikuti oleh animasi gambar anak-anak dengan pensil warna atau pastel tentang roket.  Diikuti narasi tokoh utamanya Aqila:

Api menyembur dari bawah roket.  Roket meluncur ke angkasa.

Adegan berpindah ke ruang kelas Aqila digambarkan ingin menjadi astronot yang ingin melihat seperti apa ruang angkasa. Dia sellau update informasi dari internet Pluto bukan planet.  Aqila gadget freak  dan IT minded. Gambaran anak kelas menengah sekarang.  Singkat cerita Aqila mendapat tugas Ilmu pengetahuan Alam. Dia memilih  ingin meneropong Pluto dari Boscha, Lembang.  Kebetulan Sang Opa (Cok Simbara) adalah astronom yang bekerja di sana.

Di rumah Sang Ibu, pusing tujuh keliling. Aqila belum lulus Iqro untuk bias Baca Alquran.  Akhirnya minta bantuan Oma (Neno Warisman) agar bisa tinggal selama liburan.  Klop, karena Aqila sendiri ingin ke Boscha.

Pada adegan lain, Wibowo, Sang Opa memberi kuliah umum tentang rotasi Bumi. Dia cerita bahwa Alquran sebetulnya juga sumber ilmu pengetahuan alam dan tinggal manusia mencarinya.

Aqila kemudian tiba di rumah opa dan omanya di kawasan Lembang.  Aqila boleh melihat Pluto dari teleskop utama, tetapi syaratnya harus bisa mengaji.   Karena melihat teman sekelasnya bercerita keberhasilan melihat kupu-kupu langka keluar dari kepompong di Lampung lewat video chat, Aqila pun mau belajar mengaji di masjid dekat rumah Opa-nya  di bawah bimbingan Raudhah (Adhitya Putri). 

Selama di pesantren kilat (untuk tiket melihat Pluto) cerita bergulir ada gangguan dari Faudzi (Raihan Khan) yang usil.  Tokoh ini putra dari Bang Codet (Mike Lucock), preman kampung, kerja serabutan yang tinggal bersama ibunya (Meriam Bellina). Istrinya sudah meninggal. Mereka hidup dari jualan kerupuk Palembang.  Dari latar belakangnya bisa difahami mengapa Faudzi menjadi nakal.  

Cerita bergulir Boscha mendapat masalah dengan adanya pembangunan hotel. Bila terwujud menyebabkan polusi cahaya dan akhrinya mengancam eksistensi Boscha. Sang Opa terancam tidak bisa mewujudkan janjinya  pada cucunya.  Padahal Sang cucu lulus Iqro enam dan artinya siap membaca Alquran dan ikut pertandingan di Masjid Salman, ITB.  Kejutan Faudzi pun ikut.

Dari segi pesan, seusai saya menonton Iqro: Petualangan Meraih Bintang , pesan edukasi dapat, pesan moral agama dapat.  Apa yang saya duga film ini terinspirasi pada Petualangan Sherina (yang syutingnya juga di Lembang) meleset.  Aqila dan Faudzi bukanlah Sherina dan Saddam. Tidak ada penculikan di sini. Tidak ada bandit model Home Alone, yang slapstick, tetapi beberapa preman pengangguran yang nyaris putus asa, hingga mau memerima orderan seorang pengusaha properti. Kisah para preman ini ditampilkan manusiawi. Film ini bahkan bersih dari kekerasan atau adegan konyol model sinetron. 

Bagaimana cara bertuturnya? Saya kira  kurang berhasil.  Saya menonton di sebuah bioskop di Kota Depok, melihat hanya separuh penonton anak-anak yang bertahan di kursi. Sisanya berlarian ke luar kursinya, meski tetap dalam ruangan.  Itu artinya tidak semua anak-anak bisa terpikat  pada film ini. Ada yang keliru dari cara bertutur film ini.  Sekalipun saya menangkap maksudnya mendidik dengan lemah lembut seperti yang ditunjukkan  Sang Oma dan (Kak) Raudhah.  Misalnya ketika Raudhah menangkap basah Aqila main game di tengah pelajaran mengaji.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun