Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Littlelute, Rice Cereal and Almond Choco, Dua Band Indie yang "Renyah" di Telinga

4 Oktober 2016   19:51 Diperbarui: 5 Oktober 2016   11:16 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kuingin berlibur ke Prozan/berkeliling berbelanja/bertemu teman di sana/bersama Maria dan Tasya

Suara Dhea Febriana vokalis Littlelute bertutur bak cerita wisata dengan cara riang, jenaka dan ringan dengan dominasi alat musik ukulele dan mandolin menimbulkan kesan sebagai lagu anak-anak daripada lagu dewasa. Mendengarkan lagu ini dengan suara vokal Dhea membuat saya berimajinasi dengan si penyanyi merasakan petualangannya.

Tidak ada bedanya dengan lagu-lagu anak-anak era AT Mahmud 1970-an namun grup band ini menawarkan nuansa global tetapi tetap dengan selera lokal. Lirik berikutnya kubawakan gado-gado/ sebagai sebuah gado-gado/kutahu engkau suka/maka habiskan setelah tiba. Bisa disimpulkan bahwa Maria dan Tasya bertemu tokoh aku ketika mereka berkunjung ke Indonesia. Kedekatan mereka ingin juga pergi ke Polandia.

Refrainnya : kita becanda,,heuy (sahutan) /kita tertawa (haa) / menikmati semua dengan gembira/memperkuat kecerian masa anak-anak.

Saya ingat pada ungkapan filsuf Belanda Huizinga bahwa pada dasarnya manusia adalah mahluk bermain. Manusia dewasa bahkan orang yang sudah sepuh sekalipun punya naluri bermain seperti bocah lima tahun dan itu manusiawi.

Harum mawar melati/Di taman musim semi/indah nian/hati senang/ indah nian/kan ku kenang/ku di awan/

Pada bait pertama lagunya Dhea menyanyikan bak penyanyi seriosa. Tetapi pada bait kedua dilirik yang sama dia menyanyikan dengan cara ballad dengan mempertahankan fantasi anak-anak seperti di awan dan ada bagian dengan tempo cepat. 

Waktu terus berlalu/musim kian berganti/ mawar itu telah layu/melati itu ku tak tahu/ telah berlalu… 

Bait berikutnya bertutur tentang tentang kehilangan musim semi. Setelah itu kembali ke bait pertama dengan cara beryanyi beurbah seperti roller coaster. Dominasi ukulele dan mandolin membuat lagu dengan tepukan ramai-ramai seperti pernah saya dengar pada lagu rakyat Eropa membuat lagu ini unik.


Lagu berikutnya berjudul “Childhood Story liriknya ditulis dalam bahasa Inggris juga memenjakan telinga/ i have story when i was small i was lazy/in there has in there is when i walk out in the morning /always crying be the one to take a bath

Cerita tentang kenangan masa kecil, sewaktu manja begitu indah meingatkan pada lagu yang pernah dipopulerkan Bing Slamet “Bunda Piara” dinyayikan dengan gaya anak-anak.

Cara bertutur dan tema lagunya menunjukkan bahwa grup musik folk asal Bandung yang terdiri dari Dhea Febrina (vokalis), Boiq (mandolin), Faried (mandolin), Atse (ukulele sopran), Endang (ukulele tenor), Rengga (ukulele bass), dan Bob (perkusi) sudah mempunyai ciri khas dan karakter yang beda dengan grup band lain. Itulah kekuatan indie: berani mencoba dan berksperimen. Talenta anak-anak Bandung.

Keterlibatan gitaris Tesla Manaf sebagai produser memberikan sinyal bahwa blantika musik Indonesia siap menerima Littlelute. Bahkan pada Maret 2016 Traces of Dollface & Plots. Ada tiga format album yang beredar yaitu box set, digital, dan regular. Rolingstone 10 Maret 2016 menulis bahwa album pertama ini didominasi lagu-lagu berisikan lirik-lirik riang tentang keindahan semesta atau keinginan pergi berlibur. Kenangan anak-anak menginspirasi Littlelute, buku Lima Sekawan, komik Doraemonataupun kartun seperti Dragonballdan Sailor Moon.

Littlelute juga mampu melakukan lagu milik orang lain seperti lagu “Tonight You Belong to Me” dengan gaya mereka, seperti dinyanyikan oleh anak-anak. Lagu “Hello Daddy” memberikan kesan harmonis hubungan anak dan ayah seperti keluarga bahagia dengan bunyi mulut dut..dut.duut tuu..

Mengapa namanya Littlelute? Dhea menuturkan lute” itu adalah alat musik petik yang paling awal, ibaratnya nenek moyangnya gitar. “Nah, kita pakai kata “lute” ini buat menjelaskan kalau instrumen yang kita pakai tuh alat petik yang kecil-kecil, makanya ditambahin kata “little” didepan,” katanya [1]

Rice Cereal and Almond Choco

Grup musik indie lainnya yang saya ulas di sini mempunyai nama unik, bisa saru dengan nama menu dessert di sebuah kafe di Bandung: “Rice Cereal and Almond Choco”. Mantan penyanyi cilik Saron Sakina (waktu menjadi penyanyi cilik bernama Sasa “Iguana”), pada 2013 bersama teman satu SMA-nya Regina S Parinsi melontarkan nama itu spontan ketika hendak menamai proyek musik mereka. Mereka membuat lagu dan tampil di beberapa event, namun belum berhasil.

Rice Cereal and almond choco (kredit foto mymocca.com)
Rice Cereal and almond choco (kredit foto mymocca.com)
Namun Sasa dan Rere tidak menyerah. Mereka memutuskan mengganti format penampilannnya menjadi band hingga akhirnya terkumpul delapan personel. Formasinya Regina S Parinsi (vokal), Saron Sakina (vokal, biola), Indra Kusumah (gitar), Pradnya Pranidhana (contra bass), Maulana Fariduddin (snare, perkusi), Hamzah Bagja Kusuma (cello), Sidiq Utomo Subandrio (flute) dan Zulqi Lael Ramadhana (klarinet) akhirnya diresmikan pada 17 Mei 2014 [2]

Bila menyimak musimnya, Rice Cereal and Almond Choco sebangun dengan Mocca (swing jazz), tetapi menurut mereka juga terpengaruh genre musik folk, indie pop, bahkan rock. 

Keberadaan Indra Kusumah yang juga gitaris kelompok musik lain grup musik ska, Bandung Inikami Orcheska (BIO) memberikan nuansa musik kelompok ini dan sekaligus juga fenomena khas Bandung: kekolegaan dan solidaritas yang kuat. Rice Creal and Almond Choco juga pernah tampil di kelas Mocca membuktikan jaringan indie Bandung benar-benar persaudaraan.

Lagu “Imaginarium” yang dianggap lagu perkenalan mereka pada blantika musik terdengar begitu renyah, young and fresh. Suara Sasa dan Rere begitu berpadu dengan bunyi suling dan gitar. 

Lagu berbhasa Inggris ini memiliki lirik ringan mengingatkan saya pada lagu-lagu pada 1950-an dan 1960-an, ada nuansa swing, unsur klasik tetapi lebih kuat pop. Begitu juga dengan lagu Something Besides Us sebangun. Walaupun terdengar 1950-an dan 1960-an, tetap terasa unsur kekinian.

Karena memasukan unsur klasik, saya pernah mendengar Rere dan Sasa mampu menyanyikan lagu “My Favourite Things”, soundtrack dari film musik monumental The Sound of Music dengan gaya mereka kalau tidak dalam pertunjukkan di Bober Café di Jalan Sumatra Bandung. Barang siapa yang mampu membawakan lagu dari film The Sound of Music yang punya kesulitan tinggi sama dengan lulus dari sebuah ujian musik (tentu ada ujian lain). Lagu ini terdengar renyah di tangan Rice Sereal and Almond Choco.


Sekali lagi saya apresiasi pada talenta dari Bandung ini.

Irvan Sjafari

Catatan:

  1. Wawancara dengan Dhea Febrina diambil dari
  2. Suguhan Vintage Rice Cereal & Almond Choco

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun