Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dewi Lestari: “Pesona Ledakan Supernova”

31 Mei 2016   15:39 Diperbarui: 31 Mei 2016   15:54 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewi “Dee” Lestari merilis Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001) pada waktu yang tepat, ketika internet sudah mulai marak digunakan, ketika email mulai menggantikan surat menyurat konvensional, ketika milis grup begitu popular, media berita online bermunculan, situs tematik bermunculan. Keberadaan internet dengan mudah menghubungkan orang-orang seide yang ada di mana pun di dunia menjadi mudah berkomunikasi dan akhirnya membentuk komunitas.

Dunia maya menjadi dunia alternatif, menjadi katarsis, membuat pengguna internet bisa menampilkan sosok lain dalam dirinya yang asli (atau justru yang asli dan di dunia nyata pribadi yang bukan sebenarnya) dengan bebas, seperti Diva yang menjelma menjadi Supernova. Wacana dan diskursus yang muncul berkenaan dengan post modernism, new age movement, mempelajari spiritual timur, tidak ada kebenaran universal, yang ada menjadi relatif.

Betul, popularitas Dewi Lestari sebagai penyanyi dari Trio Rita Sita Dewi menjadi faktor pendongkrak. Saya juga sangsi apakah semua pembaca Supernova menyukai dan sekaligus mengerti gagasan-gagasan yang ada dalam novel atau penasaran dengan Dee-nya? Media massa, serta beberapa pakar filsafat seperti Tommy Awuy juga ikut menyumbang popularitas Supernova., sekalipun beberapa jurnalis ada yang mengkritik unsur science dalam Supernova dan ada yang komplit mendapat masukan dari pakar fisika ITB. Tetapi Dee tidak terbendung lagi. Sekalipun karyanya termasuk sastra atau hanya pop art masalah lain, tetapi penggemarnya Supernova mempunyai daya tarik tersendiri.

Kami sebagai penggemar Supernova antara 2001 hingga 2005 aktif dalam milis grup yang dinamakan Truedee-List (Truedee adalah komunitas penggemar Dee). Isi milis grup membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan novel, tetapi juga wacana-wacana yang sebangun. Saya mengoleksi puluhan milis yang saya anggap menarik dari berbagai sosok (atau akun), karena bisa jadi ada orang yang tampil dengan dua bahkan lebih pribadi berbeda.

Misalnya saja ada posting seseorang sosok yang mengaku menjalankan profesi seperti tokoh Diva dalam Supernova mengaku bernama Linda Mayang. Namun dalam perdebatan di milis dia pada 21 Agustus 2001 ada pernyataan yang menarik seperti ini :

Nggak saya tidak ingin menjadi Diva, Diva adalah fantasi Dee untuk seorang pelacur ideal. Diva diciptakan untuk mengekspresikan pikiran Dee mengenai si Bintang Jatuh. Yang menarik disini bahwa cosmologi ternyata bisa bergeser kea rah Comesmetologi! Diva kurang mengerti kerasnya hidup sebagai pelacur, Klien Diva seperti peri yang baik hati tetapi libido sex-nya tinggi! Jangan sampai ada yang menganggap Diva itu tokoh idela, bahaya karena nanti buku Dee bisa diprotes aktivis perempuan..

Selain diskusi di milis grup, Truedee juga kerap mengadakan kopi darat di berbagai tempat. Sebagian dari kami juga pernah merilis sebuah novel koloborasi berjudul Puing.

Bagi saya sendiri Dewi Lestari hanya salah seorang penulis novel favorit saya, namun yang memberikan pengaruh bagi diri saya ialah karena munculnya Supernova membuat saya bergabung dengan komunitas yang bernama Truedee dan hingga sekarang masih saling menyapa dengan beberapa dari mereka walau tidak di milis grup itu lagi. Beberapa tulisan saya di Kompasiana, embrionya pernah saya posting di milis grup Truedee dan menjadi bahan diskusi. Bagi saya pribadi Supernova hadir pada waktu yang tepat ketika saya bekerja di sebuah berita media online dan memegang rubrik buku dan rubrik kampus (ditambah mencari bahan diskusi untuk Truedee) yang membuat saya mau tidak mau banyak membaca.

Pada era yang sama, saya juga menggemari serial televisi karya Christ Carter, yaitu X-Files dan Milleniumyang juga sebangun dengan Supernova dan Truedee. Kalau X-Files bercerita tentang keberadaan mahluk asing di luar Bumi atau fenomena di Bumi yang bersinggungan dengan science, maka Millenium tentang keberadaan iblis, supranatural dengan melibatkan sebuah milis grup juga bernama Millenium. Sayang apa yang saya alami antara 2000 hingga 2002 tidak pernah terulang lagi.

Irvan Sjafari 

Dewi Lestari: Kredit foto : http://www.thejakartapost.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun