Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Pariwisata Bali (2) 1950-1960-an: Awal Industri Pariwisata di Negeri Fajar Dunia

19 Mei 2016   14:33 Diperbarui: 19 Mei 2016   14:39 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disebutkan wanita Bali biasa berjalan bermil-mil membawa buah, beras, bunga dan kue di atas kepalanya ke pura desa. Rumah di Bali mempunyai altar yang bisa berfungsi sebagai pura dan di setiap desa terdapat pura. Mode busana wanita di Bali pada awal 1950-an mengalami perubahan, tetapi tetap memasukan unsure tradisionalnya. Kalau sebelum perang busana adalah kain yang dililit hingga dada, maka pada awal 1950-an mereka memakai sarung dan kebaya yang diadopsi dari daerah lain, seperti Jawa. Namun mereka tetap mempertahankan kebiasaan menyelipkan bunga di rambutnya. Hal ini menunjukkan harmonisasi yang manis antara busana modern dan tradisional.

Bidadari di Shangyang

Buku langka lain di perpustakaan nasional adalah sebuah buku saku promosi pariwisata dalam Bahasa Inggris diterbitkan Kementerian Penerangan pada 1951 berjudul Bali Today. Ada beberapa informasi menarik dalam buku saku itu yang membenarkan laporan perjalanan yang diungkapkan Utami Suryadarma. Pada bagian awal dalam buku saku itu digambarkan pernikahan bangsawan antara Anak Agung Gede oka, seorang pangeran dari Ginanjar dengan pengantinnya yang juga disebut dari kalangan bangsawan. Riasan pengantin dalam beberapa foto tampak gemerlap dan unsur-unsur ritual seperti kehadiran pendeta.

Disebutkan wanita Bali biasa berjalan bermil-mil membawa buah, beras, bunga dan kue di atas kepalanya ke pura desa. Rumah di Bali mempunyai altar yang bisa berfungsi sebagai pura dan di setiap desa terdapat pura. Mode busana wanita di Bali pada awal 1950-an mengalami perubahan, tetapi tetap memasukan unsure tradisionalnya. Kalau sebelum perang busana adalah kain yang dililit hingga dada, maka pada awal 1950-an mereka memakai sarung dan kebaya yang diadopsi dari daerah lain, seperti Jawa. Namun mereka tetap mempertahankan kebiasaan menyelipkan bunga di rambutnya. Hal ini menunjukkan harmonisasi yang manis antara busana modern dan tradisional.

Sebuah buku yang saya temukan adalah yang ditulis oleh Dr.R. Goris dan Drs. P.L Drunkerda bertajuk Bali: Atlas Kebudayaan, diterbitkan Kementerian Penerangan RI pada 1953. Ada beberapa informasi yang saya ungkapkan di sini. Disebutkan antara lain bahwa gadis-gadis di Bali diwajibkan belajar menenun. Setiap keluarga biasanya mempunyai satu alat tenun. Hingga 1950-an terdapat 200 ribu alat tenun di Pulau Bali. Pada hari perkawinan pengantin perempuan harus membuktikan kepada mertuanya bahwa mereka sudah cakap mengerjakan urusan rumah tangga, di antaranya memintal dan menenun.

Setiap pemuda dan pemudi di Bali menyediakan waktunya untuk aktifitas religius. Di antara aktifitas itu ialah belajar menari. Tari yang paling anyar ialah Tari Janger yang baru diciptakan pada 1920. Namun tari yang paling kerap ditampilkan pada upacara besar di pura di desa-desa yang adatnya masih kuno ialah Tari Rejang yang dipersembahkan para gadis. Dalam Tari Rejang para penari berjejer beiringan tiga kali dalam pura, maksudnya penyerahan diri kepada batara.

Tari yang menarik menurut saya ialah Tari Sanghyang di mana tarian dilakukan oleh gadis-gadis yang belum dewasa. Penari wanita melakukan tariannya di atas bahu laki-laki, karena begitu terampil tidak jatuh. Tarian ini mempunyai makna hubungan dengan alam gaib karena dilakukan ketika masyarakat merasa mendapatkan bahaya dari mahluk gaib. Tarian dilakukan pada malam hari dan para gadis itu diyakini punya bakat medium (perantaraan gaib). Mereka meyakini bahwa raga mereka dimasuki dedari (widadari).

Buku ini memuat ratusan foto hasil reportase dan menjadi dokumentasi awalpasca Perang Kemerdekaan. Gambaran bagaimana kehidupan masyarakat perdesaan di Bali waktu itu juga terekam dalam foto-foto itu. Fotografer sepertinya menunggu dengan sabar setiap momen, misalnya gerakan-gerakan dalam tarian. Namun karena penulis dan fotografer bule kesan eksotisme masih menonjol seperti buku dan laporan tentang Bali era kolonial.

Reportase Star Weekly: Enam Hari, Lima Malam di Bali

Star WeeklyNomor 476 12 Februari 1955 menurunkan reportase wartawannya berjudul “Picnic di Pulau Bali”. Wartawan yang tak disebutkan namanya itu menyebutkan bahwa Bali masa itu dijuluki “Surga terakhir di Dunia” dan mengutip ungkapan yang dilontarkan Perdana Menteri India Nehru menamakan pulau itu sebagai “The Morning of The World” atau fajar dunia. Sang wartawan dalam perjalanan di Pulau Dewata itu bertemu tiga pemuda dari New Jersey, Amerika Serikat dan sama-sama menghabiskan berpuluh rol film tanpa merasa puas.

Laporan itu memuat bahwa masa itu untuk pergi ke Pulau Bali lebih murah menggunakan kapal laut karena ongkosnya lebih murah dibandung kapal terbang. Dari Jakarta ke Buleleng ongkosnya Rp450 untuk kelas satu. Sementara dengan kapal terbang pelancong menghabiskan Rp700. Jadi kalau pulau pergi tinggal dikalikan dua. Wartawan Star Weekly menyebutkan ada kapal Plancius dari KPM sekali dalam dua minggu menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Bali. Kamis berangkat dari Tanjung Priuk, Jum’at tiba di Semarang, Sabtu tiba di Surabaya dan baru tiba di Bali Minggu Pagi. Plancius melanjutkan perjalanan ke Makassar dan pulangnya pada Jum’at singgah di Bulelelng. Sehingga Pelancong punya waktu 6 hari 5 malam di Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun