Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bandung 1959 (7) Bioskop Pasca Nasionalisasi dan Dinamika Bisnis Pariwisata

6 Mei 2016   16:55 Diperbarui: 6 Mei 2016   17:08 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baby Dolls 1959 : Indriati Iskak, Baby Huwae, Gaby Mambo dan Lientje Tambayong (Kredit foto: freewebs.com)

Dunia hiburan merupakan salah satu aspek yang mempertahankan kehidupan kota agar tetap optimis. Secara ekonomis tentunya. Sebuah laporan pada Januari 1959 mengklaim bahwa setelah dilakukan nasionalisasi penghasilan bioskop di Kota Bandung naik. Pada Desember 1957 penghasilan kotor NV Sirnagalih dibukukan dengan Rp928.994. Pada Januari dan Februari 1958 penghasilan meningkat masing-masing menjadi Rp967.336,50 dan Rp1.262.564,50. Dari jumlah ini kotapraja mendapatkan Rp337.238,81 (Desember 1957), Rp349.618,73 (Januari 1958) dan Rp448.043 (Februari 1958). Penghasilan tertinggi pada Oktober 1958 di mana dari seluruh bioskop di Bandung diraup Rp1.340.368 dan dari jumlah ini kotapraja Bandung mendapatkan Rp515.400,37 (Pikiran Rakjat, 27 Januari 1959).

Dengan dalih pertimbangan keamanan sudah pulih –namun kemungkinan karena melihat prospek yang makin bagus, pihak KMKB Kota Bandung mempertimbangkan waktu pertunjukkan film di bioskop-bioskop Kota Bandung. Bila biasanya diputar pukul 18.00 dan 21.30, maka akan digeser menjadi pukul 19.00 dan 21.30. Pertunjukkan tambahan pada pukul 15.30 dan 10.00 seperti biasa. Jam tutup toko juga diperbolehkan hingga pukul 20.00 (Pikiran Rakjat, 3 Februari 1959).

Awal 1959 Bandung dipilih menjadi tempat rilis film terbaru Perfini. Pada akhir pekan 24 Januari 1959 “Sengketa” dirilis di Bandung dihadiri Panglima TT III RA Kosasih, Kolonel Latief, Ketua DPRD Bandung dan Publicity Manager Perfini Hamidy T Djamil. “Sengketa” dibintangi Rendra Karno, Aty Savitriy, Indriati Iskak, Mieke Widjaja, Bambang Irawan, Sukarno M. Noor dan bintang baru, adik dari Indriati Iskak bernama Boy Iskak. Film ini bertemakan persengketaan ayah dan anak, serta perubahaan pergaulan laki-laki dan perempuan. Pada 7 Februari 1959 Bandung juga menjadi tempat pertunjukkan perdana film “3 Buronan” dibintangi aktor popular Bing Slamet, Bambang Irawan dan Chitra Dewi. Film ini bercerita soal tiga buronan yang merugikan rakyat yang dikejar seorang anggota Mobil Brigade.

Pada 1950-an akhir Indriati Iskak juga popular sebagai penyanyi dalam grup vokal yang dinamakan Baby Dolls yang juga mahir memainkan lagu-lagu irama Cubana dan Rumba. Selain Indriati Iskak kelompok vokal ini berisi nama Baby Huwae, Gaby Mambo dan Lientje Tambayong. Nama terakhir ini kelak dikenal publik sebagai bintang film popular era 1970-an dengan nama Rima Melati.

Film luar negeri pun kerap dirilis di Kota Bandung pertama kali. Misalnya saja pertunjukkan “A Time to Love and A Time to Die”, yang dibintangi oleh John Cavin pada 6 Februari 1959. Pertunjukkan perdana diperuntukkan untuk perbaikan sebuah masjid di Gang Ateng, antara lain melibatkan Ny. Sadikin Adikusumah dan R. Wintar Angke untuk pembelian tiket (Pikiran Rakjat, 21 Januari 1959).

Pada waktu itu pertunjukkan hiburan apa pun walau tidak ada hubungannya dengan film, menghadirkan aktris. Misalnya Cabaret night di Gedung Panti Budaya menampilkan Chitra Dewi, Aminah Cendrakasih, Noen Zarinah, Noerbaini, Bambang Irawan, Bambang Hermanto dengan harga karcis Rp50. Pertunjukkan itu dipersembahkan dalam rangka Dies Natalis Peguruan Katolik Parahyangan Bandung (Pikiran Rakjat 22 Januari 1959).

Pertunjukkan sandiwara Mitra Sunda juga membuat terobosan dengen mementaskan pertunjukkan religi Yaumil Qiamah pada 12-13 Februari 1959 di Bandung. Kisah yang diambil dari Al Qur’an ini untuk pertama kali penerangan agama tidak harus melalui kutbah atau tabliqg akbar tetapi melalui pertunjukkan sandiwara (Pikiran Rakjat, 24 Februari 1959).

Memasuki 1959 Jawa Barat mulai serius membenahi pariwisatanya. Namun yang mempeloporinya adalah Kensi jawa Barat. Pertangahan Februari 1959 sebuah penitya dibentuk dipimpin R. Sidik Danubrata (BP Kensi Jawa Barat), Wakilnya R. Mohammad Saddak (Savoy Homann) dan MT Sukardi (Direktur Rumah Makan Ambassador), Sekretaris J. Rasyid (PB Kensi) dengan pendukung G. Maltuli (Hotel Astoria), FJ Kosyungan (Grand Hotel Lembang),ROS soemantri (penginapan setia), Abdurrahman (Rumah Makan Harum Manis), DP Palar (Grand Hotel Preanger). Dari susunan nama itu jelas hampir semua stake holder pariwisata di Kota Bandung terlibat dalam persiapan (Pikiran Rakjat, 16 Februari 1959).

Pada 5 Maret 1959 konferensi hotel dan rumah makan ini dibuka dengan sebuah resepsi di Loby Hotel Savoy Homman. Hadir dalam konferensi ini Menteri Perhubungan Mr. Sukardan dan Menteri Perdagangan Rachmadi Muljomiseno. Konferensi ini membahas kesulitan menentukan masalah harga karena penegkangan tarif, akomodasi yang buruk dan yang paling penting banyaknya pegawai negeri dan militer yang menetap di hotel-hotel sementara penyelesaian pembayaran biasanya menunggu sedikitnya enam bulan. Hotel juga diizinkan menerima dollar dari pengunjung. Pemerintah juga diminta supaya melaksanakan usaha pendidikan untuk kepentingan perhotelan (Pikiran Rakjat, 6 Maret 1959).

Pada 8 Maret 1959 konferensi ini mengeluarkan keputusan ditujukkan kepada pemerintah antara lain:

  1. Pemerintah memberikan fasilitas kepada pengusaha hotel untuk mempermudah barang-barang untuk keperluan hotel.
  2. Peraturan tarif perhotelan tidak sesuai lagi
  3. Perlu disediakan sebuah sekolah perhotelan
  4. Devisen khusus mengimport bahan-bahan yang diperlukan bagi perhotelan.
  5. Perlu kementerian (setidaknya untuk sebagian tugasnya) untuk mengurus perhotelan, penginapan dan rumah makan.

Hasil lain dari konferensi pengusaha hotel, penginapan dan rumah makan ini ialah membentuk organisasi gabungan dengan Ketua dipimpin Mohammad Saddak (Hotel Homann), Wakil Ketua Raden Seroean (pemilik Hotel Cipayung), Sekretaris J. Rasyid (PB Kensi Jawa Barat), Sekretaris II AJ Manulang, Bendahara Palar (Grand Hotel Preanger). Pengurus lainnya adalah Tambajong (Direktur hotel Orient) dan MT Sukardi (Direktur rumah Makan Ambassador).

Dengan demikian para pelaku wisata di Kota Bandung sudah menggagas pariwisata dikelola secara profesional dan memikirkan aspek internasional, suatu hal yang baru. Lagi-lagi Bandung yang menjadi pelopornya. Gairah bisnis pariwisata ini terasa pada triwulan pertama 1959 ketika setidaknya dua hotel baru dibuka. Yang pertama Hotel Tirtha Nirmala di Jalan Cipaganti 96 dibuka pada 1 Februari 1959. Pembukaannya diramaikan dengan kesenian degung dari mahasiswa yang tergabung dalam IMABA. Hotel kedua dibuka pada 15 Februari 1959 yaitu Hotel Juminto berlokasi di Jalan Imam Bonjol 19 (Pikiran Rakjat, 3 Februari dan 19 Februari 1959).

Pelaku bisnis pariwisata besar kian agresif menawarkan acara-acara di hotel yang tidak saja Barat, tetapi juga tradisional untuk menggaet wisatawan asing dan dalam negeri yang menyukainya. Misalnya Grand Hotel Lembang pada 14 Februari 1959 mempertunjukkan Gamelan Pusaka Sunda pimpinan OO Soemadinata dan penari Euis Tutjuranawati, Maemunah dan Mimih Rosmidi. Mereka juga menyelenggarakan cara dansa dengan iringan band kondang di Bandung The Cubaba Tiger di teras kolan renang. (Pikiran Rakjat, 14 Februari 1959).

Seminggu kemudian giliran IMABA menyelenggarakan malam hiburan di Hotel Savoy Homann dengan empat band terkenal The Young Brothers, Silver Bell Combo, serta The Eight Seven Six. Mereka membawakan lagu-lagu yang hits masa itu, yatu Tom Dooley, Hula Love At The Hop, King Creole, Little Darling. Hiburan untuk kasih tercinta ini dibandroll dengan tiket Rp25 (Pikiran Rakjat ,16 Februari dan 21 Februari 1959).

Mahasiswa dan pelajar di Kota Bandung memang gemar mengadakan malam gembira menjelang atau selepas ujian (sekalipun ada yang menyelenggarakan untuk amal), seperti katarsis. Tidak saja di hotel. Pelajar SMAN III Bandung pada pertengahan Februari 1959 menggelar Malam Gembira di Ruangan Bank Tabungan Pos dengan tarian Minang dan Medan. Tradisi selepas ujian ini diakui Direktur SMAN III Bandung Sundoro. (Pikiran Rakjat. 17 Februari 1959). Awal Maret 1959 giliran Gerakan Mahasiswa Bandung menyelenggarakan Batik Charity Night juga di Hotel Savoy Homann dengan dukungan ahli make up masa itu Trsityana (Beauty Salon), serta Rias Rambut oleh betty Kapsalon, serta tata gaya Glamour School pimpinan Nyonya E. Kusumanagara (Pikiran Rakjat, 5 Maret 1959). Lomba batik kembali mengantarkan Poppy Zoechra menjadi pemenang lomba untuk pakaian umum, sport). Pemenang kedua bernama Ikke Marina. Lomba juga diadakan untuk pakaian sore (pemenangnya tidak nama lengkap disebut Dini, Irene Tan dan Nani Pianta), Pakaian Malam (Blodine Hutabarat, Irena Tan dan Lely s). untuk kebaya ada nama Inat Prawirakusumah dan Lina Tan Hasil Batik Charity Night disumbangkan untuk PMI Bandung dan Rumah Buta (Pikiran Rakjat, 9 Maret 1959).

Pergelaran juga diselenggarakan untuk anak-anak. Minggu 1 Maret 1959 Taman Lalu Lintas Bandung menyelenggarakan pemilihan Pangeran Kumis dan Ratu Sanggul dalam acara yang disebut sebagai Fancy Fair. Ading Sentot seorang bocah umur 3,5 tahun begitu menggemaskan dengan kumis palsu ditunjuk sebagai pemenang. Sementara bocah perempuan Oej Lan juga seusia dengannya menjadi Ratu sanggul. Sebuah majalah di Jakarta sampai terpukau begitu seringnya kota Bandung mengadakan kontes bahkan untuk anak-anak (Pikiran Rakjat, 3 Maret 1959).

Komunitas skuter juga menunjukkan aktifitasnya. Pada pertengahan April 1959 Mukti Service Bandung di Jalan Gadapura mengadakan trip ke puncak melewati Sidanglaya Cianjur pulang-pergi (Pikiran Rakjat, 17 April 1959).

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun