Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1959 (5) Hantu Jelangkung, Tari Hula Hup, dan Perceraian Tinggi

26 April 2016   16:45 Diperbarui: 26 April 2016   16:57 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi hula hoop (media.gettyimages.com/)

Awal 1959 warga Kota  Bandung dikejutkan dengan kasus aneh yang ditangani kepolisian.  Belum pernah sebelumnya  polisi  sampai terlibat dalam permainan yang bersifat kepercayaan hal-hal yang gaib dan berbau tahayul.   Kasusnya terjadi di  Jalan Paledang bukanlah kawasan popular sebagai tempat keramaian mendadak menjadi ramai ketika ada praktek permainan jalangkung yang dianggap meresahkan dan menipu  masyarakat.  

Polisi menutup jalan itu dan menyita barang bukti berupa boneka jalangkung, sisir yang disebut keris, tutup pemanas air yang disebutnya mas dan mata pulpen yang disebut kuningan.   Sejumlah orang merasa dibohongi dalam mengalami kerugian yang belum diketahui (Pikiran Rakjat, 7 Januari 1959).   Praktek penipuan dengan permainan jalangkung  dengan janji menggandakan barang menjadi bernilai mencerminkan dua hal. Pertama masih kuatnya kepercayaan terhadap tahayul dan kedua kehidupan ekonomi  sebagian masyarakat kota dalam keadaan semakin sulit.   Tampaknya hal kedua lebih mendorong permainan ini menuat untuk mencari kekayaan dan akhirnya menjadi urusan polisi.

Hampir semua sumber yang saya telusuri  sepakat  bahwa asal penggunaan istilah "Jailangkung" atau jelangkung  diduga berhubungan dengan sebuah Kepercayaan tradisional Tionghoa yang telah punah. Ritual ini adalah tentang adanya kekuatan dewa "Poyang" dan "Moyang" (mirip istilah "nenek moyang") yaitu Cay Lan Gong ("菜篮公", "Dewa Keranjang") dan Cay Lan Tse yang dipercaya sebagai dewa pelindung anak-anak. Permainan Cay Lan Gong juga bersifat ritual dan dimainkan oleh anak-anak remaja saat festival rembulan.   Jelangkung merupakan bagian dari flokfore di Jawa.  

Awal tahun baru ada dua hal baru yang ditangani kepolisian Reskrim Keresidenan priangan.  Sesudah  jelangkung,  polisi  juga harus menangani  tren  baru yang dianggap bertentangan dengan ahlak, yaitu  Tari Hula Hoop. Entah mengapa tari anak muda   ini    juga menjadi hantu menakutkan. Permainan Hula Hoop ialah menggoyangkan semacam cincin besar dari bambu atau plastik di atas pinggul.    Tari Hula Hoop muncul di Amerika pada 1957, bersamaan dengan permainan frisbee.  Mulanya tak mengejutkan publik Amerika sampai sebuah perusahaan Wham- O Manufacturing Company memperkenalkan Hula Hoop yang terbuat dari plastik dan ringan, simpel, lingkaran sepanjang  1.06-meter, seharga $1.98  hingga disukai anak-anak dan segala usia. Belakangan orang  Australia memperkenalkan Hula Hoop berbahan bambu.  Keberadaan televisi membuat permainan ini menjadi populer. Penyanyi Amerika Georgia Gibb kemudian mengungkapkan dalam lagu “The Hula Hoop Song” (rilis September 1958)  yang begitu energik dan anak muda (Young, 2004, 115).

Hanya dalam enam bulan  sekitar 30 juta remaja laki-laki dan perempuan diperkirakan memainkan Hula Hoop.  Bukan hanya dipinggul, tetapi  remaja yang mahir Hula hhop dapat memutarkan di tangan dan di leher.  Sebetulnya Hula Hoop bagian dari sejarah kebudayaan populer dan kesenangan di tengah kemakmuran dan kelimpahan Amerika Serikat pada 1950-an.  Tren Hula Hoop bersamaan dengan tren Rock n roll.(Lindop, 2010, 2003). Hula Hoop kemudian menular ke negara lain.

Masalahnya Hula Hoop diidentikan denganpermainan  perempuan (usia gadis).  Dan itu yang  membuat di tanah air, tarian itu dianggap  merangsang nafsu birahi dan bertentangan dengan  kesusilaaan timur.  Setelah dilaporkan muncul  di Jakarta dan Cirebon,  tren ini dari mulut ke mulut  melanda anak muda Kota Bandung.  Pada 5 Februari 1959 Inspektur Flokstra Kepala Public Relation Polisi Priangan mengumumkan tarian itu belum ditemukan, setelah kepolisian melakukan razia di sejumlah tempat (Pikiran Rakjat, 6 Februari 1959).  

Namun rupa-rupanya Hula Hoop  lebih dipandang negatifnya.  Pada 11 Maret 1959 kepolisian Jakarta melarang  tari ini dengan alasan dimainkan dengan cara menyinggung perasaan susila.  Bangsa bisa terjerumus ke celah demoralisasi.  Politisi muslim di DPR, mantan pejuang TKR dari Jawa Barat   Arudji Kartawinata  menyebutkan permainan Hula Hoop  sebagai sport bermanfaat namun tidak boleh dipertontonkan di muka umum.  Bandung menyusulmemebrikan reaksi keras. Pengurus Besar Persatuan Guru Teknik Indonesia  mendesak pemerintah melarang permainan Hula hoop (Pikiran Rakjat, 19 Maret 1959).  

Pihak Reskrim Keresidenan Priangan awalnya meminta para penjual bahan-bahan permaian Hula Hoop diminta segera menghilangkan barang yang berkaitan dengan permainan itu.  DPRD Swatantra I Jawa  Barat mengeluarkan pernyataan bahwa permainan Hula Hoop tidak ada manfaatnya.   Akhirnya Kepala Reskrim Keresidenan priangan Iman Supojo  melarang permainan Hula Hoop bukan saja di tempat umum, tetapi di rumah sendiri dan di tempat tertutup pada 20 Maret 1959.  Permainan Hula Hoop kalau dibiarkan menjadi wabah  (Pikiran Rakjat,21 maret 1959 dan  24 Maret 1959)

Di negara lain Hula Hoop  Segera menjadi tema mode.  Sebuah gaun Hula Hoop yang dirilis Christian Dior  untuk petang hari  menggunakan benang perak  menjadi  tren kelas atas di Eropa dan Amerika.  Gambar gaun ini  dipertontonkan di Indonesia  tentu saja  memberikan konstruksi pikiran  bahwa  Hula Hoop hanya semua tren daripada  sebagai hantu yang menakutkan.  Sepanjang sejarah hanya dua negara yang mencekal Hula Hoop: Indonesia dan Jepang.   Bagaimana pun juga pencekalan Hula Hoop adalah fenomena menarik dan bagian gerakan anti Budaya Barat, berawal dari anti tari rock n roll, kemudian sejarah mencatat pada musik rock n roll itu sendiri.  

Tanpa kesibukan tambahan memburu paar penari  Hula  Hoop pun,  tugas Reskrim  demikian  sibuknya karena kriminalitas tinggi akibat tekanan hidup. Dalam Januari 1959  polisi dari Reskrim Keresidenan Priangan berhasil menggulung komplotan alap-alap sepeda, termasuk para penadahnya.   Sebanyak 20 orang ditahan berikut barang buktinya 20 sepeda, 8 sepeda motor, 8 radio, serta 4 mesin jahit dan satu mesin tik.  Komplotan ini mengaku terlibat dalam 125 kali pencurian  di antaranya 101 pencurian sepeda, 4 mesin jahit, 2 mesin tik, serta 10 pencurian sepeda motor.  Menurut Kepala  Reskrim Keresidenan Priangan Komisaris  Polisi Iman Supojo sepeda-sepeda yang dicuri di Bandung dibawa keluar kota,  pada saat itulah polisi memeriksa ada yang tidak beres pada register sepeda, karena atas nama orang lain (Pikiran Rakjat, 21 Januari 1959).  

Perceraian Masih  Meningkat

Laporan Labour Force yang dirilis Pikiran Rakjat edisi 19 Januari 1959 bahwa di Kota Bandung jumlah janda meningkat tujuh kali  tidak lepas dari pernikahan terlalu muda terutama bagi perempuan.  Sekitar 16 ribu perempuan usia 15 hingga 19 tahun berada dalam status menikah dan jumlah itu delapan kali lipat jumlah laki-laki menikah pada usia sama.  Pada kelompok 20 hingga 24 tahun 31 ribu perempuan dan 13 ribu laki-laki menikah.  Pada usia 25 hingga 29 tahun  sebanyak 45 ribu perempuan dan 26 ribu laki-laki menikah.   Pada rentang usia 50-54 jumlah itu sebaliknya sebanyak 20 ribu laki-laki masih dalam status menikah dan hanya 6 ribu perempuan yang menikah dalam usia itu.   Pada 55-59 tahun jumlah laki-laki menikah 15 ribu dan jumlah perempuan menikah 7 ribu.  

Angka  perceraian seluruh Jawa Barat sendiri pada 1958  tercatat 304.613  perkawinan dan 181.029 kasus perceraian.  Jumlah ini  sama dengan  angka perceraian mencapai  57% dari angka perkawinan. Jumlah ini naik dibanding pada  1957 sebesar  302.506 perkawinan dan  172.427  kasus peceraian atau sama dengan  54,9%, disusul Cirebon 21.330 perkawinan dan 16.532 kasus perceraian, Purwakarta  26.880 perkawinan dan 19.879 kasus perceraian atau 73,6% dan Karawang 16.735 perkawinan dan 12.641 perceraian  (Pikiran Rakjat, 25 Februari 1959).

Musim kawin di Jawa Barat umumnya sekitar Idul Adha atau Juli 1958 di mana tercata 46.348 perkawinan.    Angka perceraian tertinggi  tercatat di Indramayu di mana 19.227 perceraian dibandng 23.134 kasus perkawinan  atau sama dengan 83,5%, sementara yang terendah di Bogor 40%, disusul Serang dan Lebak 43,9%, Bekasi 46,8% dan Garut 48,8%.  Itu artinya angka perceraian di Bandung kemungkinan antara 50-70%  dari angka perkawinan.  

Laporan lain yang diumumkan di surat kabar ialah laporan berkaitan dengan angka  kelahiran dan kematian.  Laporan Cacah Jiwa di Kota Bandung selama lima hari antara 1 sampai 5 Maret di Kota Bandung menyebutkan sebanyak 592 bayi (323 laki-laki dan 269 perempuan) lahir. Itu artinya 98 bayi lahir  setiap hari.  Namun bagian lain dari laporan itu  mengkhawatirkan.  Rata-rata kelahiran di kota kembang ini 31 promile dari jumlah penduduk.   Dari jumlah itu angka kematian di antaranya 11,8 promile.  Anak-anak usia 1-4 tahun  angka kematian bayinya mencapai 78,8 promile.  Penyebabnya ialah ibu-ibu kurang pengetahuan, miskin dan kurang gizi.  Udara kota Bandung  yang buruk menyebabkan radang paru-paru berbahaya bagi anak kecil. Bandung  disebut sebagai kuburan anak-anak.  

Kota Bandung sendiri pada akhir dasawarsa 1950-an mempunyai penduduk sebanyak 955.591 jiwa terdiri dari (475.890 laki-laki dan 479.701 perempuan). Padahal pada Februari  1958 jumlah penduduk Bandung  917. 053 jiwa.  (Pikiran Rakjat, 12 Maret 1959).  Pertambahan penduduk lebih karena urbanisasi daripada kelahiran  memberikan lampu kuning suatu ketika daya dukung kota ini tidak mampu  lagi.    

Irvan  Sjafari

Lindop, Edmund, Amerika in The 1950’s, Minneapolis, Twenty Firs, 2010
Young, William H dan  Young, Nancy, K,  The 1950’s, Connecticut,Greenwood, 2004

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun