Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1959 (5) Hantu Jelangkung, Tari Hula Hup, dan Perceraian Tinggi

26 April 2016   16:45 Diperbarui: 26 April 2016   16:57 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perceraian Masih  Meningkat

Laporan Labour Force yang dirilis Pikiran Rakjat edisi 19 Januari 1959 bahwa di Kota Bandung jumlah janda meningkat tujuh kali  tidak lepas dari pernikahan terlalu muda terutama bagi perempuan.  Sekitar 16 ribu perempuan usia 15 hingga 19 tahun berada dalam status menikah dan jumlah itu delapan kali lipat jumlah laki-laki menikah pada usia sama.  Pada kelompok 20 hingga 24 tahun 31 ribu perempuan dan 13 ribu laki-laki menikah.  Pada usia 25 hingga 29 tahun  sebanyak 45 ribu perempuan dan 26 ribu laki-laki menikah.   Pada rentang usia 50-54 jumlah itu sebaliknya sebanyak 20 ribu laki-laki masih dalam status menikah dan hanya 6 ribu perempuan yang menikah dalam usia itu.   Pada 55-59 tahun jumlah laki-laki menikah 15 ribu dan jumlah perempuan menikah 7 ribu.  

Angka  perceraian seluruh Jawa Barat sendiri pada 1958  tercatat 304.613  perkawinan dan 181.029 kasus perceraian.  Jumlah ini  sama dengan  angka perceraian mencapai  57% dari angka perkawinan. Jumlah ini naik dibanding pada  1957 sebesar  302.506 perkawinan dan  172.427  kasus peceraian atau sama dengan  54,9%, disusul Cirebon 21.330 perkawinan dan 16.532 kasus perceraian, Purwakarta  26.880 perkawinan dan 19.879 kasus perceraian atau 73,6% dan Karawang 16.735 perkawinan dan 12.641 perceraian  (Pikiran Rakjat, 25 Februari 1959).

Musim kawin di Jawa Barat umumnya sekitar Idul Adha atau Juli 1958 di mana tercata 46.348 perkawinan.    Angka perceraian tertinggi  tercatat di Indramayu di mana 19.227 perceraian dibandng 23.134 kasus perkawinan  atau sama dengan 83,5%, sementara yang terendah di Bogor 40%, disusul Serang dan Lebak 43,9%, Bekasi 46,8% dan Garut 48,8%.  Itu artinya angka perceraian di Bandung kemungkinan antara 50-70%  dari angka perkawinan.  

Laporan lain yang diumumkan di surat kabar ialah laporan berkaitan dengan angka  kelahiran dan kematian.  Laporan Cacah Jiwa di Kota Bandung selama lima hari antara 1 sampai 5 Maret di Kota Bandung menyebutkan sebanyak 592 bayi (323 laki-laki dan 269 perempuan) lahir. Itu artinya 98 bayi lahir  setiap hari.  Namun bagian lain dari laporan itu  mengkhawatirkan.  Rata-rata kelahiran di kota kembang ini 31 promile dari jumlah penduduk.   Dari jumlah itu angka kematian di antaranya 11,8 promile.  Anak-anak usia 1-4 tahun  angka kematian bayinya mencapai 78,8 promile.  Penyebabnya ialah ibu-ibu kurang pengetahuan, miskin dan kurang gizi.  Udara kota Bandung  yang buruk menyebabkan radang paru-paru berbahaya bagi anak kecil. Bandung  disebut sebagai kuburan anak-anak.  

Kota Bandung sendiri pada akhir dasawarsa 1950-an mempunyai penduduk sebanyak 955.591 jiwa terdiri dari (475.890 laki-laki dan 479.701 perempuan). Padahal pada Februari  1958 jumlah penduduk Bandung  917. 053 jiwa.  (Pikiran Rakjat, 12 Maret 1959).  Pertambahan penduduk lebih karena urbanisasi daripada kelahiran  memberikan lampu kuning suatu ketika daya dukung kota ini tidak mampu  lagi.    

Irvan  Sjafari

Lindop, Edmund, Amerika in The 1950’s, Minneapolis, Twenty Firs, 2010
Young, William H dan  Young, Nancy, K,  The 1950’s, Connecticut,Greenwood, 2004

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun