[caption caption="Artikel tentang The Alulas (Repro dari majalah Aneka oleh Irvan sjafari)"][/caption]Well, be-bop-a-lula, she's my baby/Be-bop-a-lula, I don't mean maybe/Be-bop-a-lula, she's my baby/Be-bop-a-lula, I don't mean maybe/ Be-bop-a-lula, she's my baby love / My baby love, my baby love. Lagu "Be Bop A Lula" merupakan salah satu yang membuat Elvis Presley cemerlang pada 1950-an. Tetapi seorang penyanyi usia 17 tahun bernama Syamsuddin dan tiga kawannya mampu membawakan lagu ini dan membuat para remaja Kota Bandung bergoyang dalam sebuah pertunjukkan di Hotel Homann Bandung Februari 1959. Satyagraha Hurip, Seorang jurnalis melukiskan aksi Syamsuddin dalam sebuah artikelnya:
Pada malam itu gitar tidak saja dicangklongkan bagaikan sebuah Thomson, tetapi di bagian lagu yang hisiteris, gitar malah dikesampingkan ke bagian punggung dengan tangan menuju tumit. Ia lalu bergerojotan kaki mau pun pinggulnya, sedangkan suaranya seperti menjeritkan kerinduan yang ganas. Jemari yang ditekukannya kaku, tetapi seolah-olah meremas dingin yang ghaib.
Pelajar bernama Syamsuddin. Dia bersama kawan-kawannya itu satu sekolah dari SMP Negeri II Bandung. Tiga di antaranya masih tercatat sebagai siswa SMP II Bandung dan sisanya kelas satu SMA Negeri 1 Bandung. Mereka membentuk band bernama The Alulas yang namanya memang terinspirasi dari lagu tersebut. Selain Syamsuddin personel lainnya adalah Imam Djunaedi, yang dikenal para remaja Bandung ketika ia membawakan “Wear My Ring A Round Your Neck” (lagu yang energik dan sebangun dengan “Be Bop A Lula”) juga dari Elvis Presley, Jardini yang memegang gitar dan bongo, Jarnadi pada bas, Jusuf pemegang tumbas, untuk vocal grup I Darmawan, Syamsuddin, serta Rachman 1.
Penampilan The Alulas di Hotel Homann terjadi pada malam penutupan Pekan Olahraga SMA Negeri (PORISMAN) dan Malam Seni SMA Negeri Bandung (MARISMAN) merupakan pernyataan sudah hadir idola baru remaja menarik perhatian. Vokalis mereka Syamsuddin mampu menampilkan dirinya sebagai Elvis Presley-nya Indonesia. Kemudian hari ia dikenal warga Kota Bandung dan juga publik Indonesia dengan Sam Bimbo. Nama aslinya Raden Muhammad Samsudin Hardjakusumah. Putra wartawan Antara Dajat Hardjakusumah ini lahir pada 6 Mei 1942 di Kuningan.
Penampilan di pesta olahraga dan seni tersebut bukan satu-satunya gebrakan The Alulas. Ceritanya Ikatan Pelajar Pencinta Seni Indonesia menyelenggarakan Music Contest Inter Pelajar pada 28 Februari hingga 4 Maret 1959. Tujuan meningkatkan mutu seni dari band-band yang ada di Indonesia umumnya dan Bandung khususnya. Syarat setiap band punya alat musik, gitar listrik, gitar, drum, banjo, gendang, tambur, bas, terompet. Penyanyi paling banyak tiga orang. Setiap band diharuskan membawakan lagu-lagu Indonesia beraliran walz, foxtrot, mambo, chachacha, rumba, ballero, bequino. Setiap band waktunya 15 menit/ Konstes di Hotel Homann dan pendaftaran Rp100 per band di Jalan Tamblong nomor 17.
Sejumlah sekolah ikut serta dalam kontes untuk nomor sekolah. Para pemenang antara lain diraih SMA Allosius, kedua diraih SMA SGPD dan ketiga Grub Band SMA negeri II B dengan nama unik Biliton Swing-nya. Dalam kontes di Hotel Homann itu satu-satunya perserta puteri tingkat SMA adalah SMA SGPD mendapatkan penghargaan. The Alulas mendaftarkan diri di nomor umum mendapatkan juara pertama untuk jenis lagu Barat popular. Sementara Band Saptawati yang personelnya semua perempuan dipimpin Kartini Haryadi menjadi juara untuk lagu-lagu Indonesia.
Hal lain yang ditampilkan The Alulas dan umumnya peserta Kontes musik, baik kelompok SLTP, SLTA dan Umum di Bandung 28 Februari hingga 4 Maret 1959 ialah tampil dengan kosntum dan gerak (mungkin belum tepat disebut koreografi dalam arti band modern sekarang). Majalah aneka Tahun X 1 April 1959 melukiskan peristiwa itu sebagai berikut:
Kita sangat terkedjut ketika band jang pertama naik panggung membukakan lagu pembukaannja dengan gerakan “naik unta” (istilah jang dipakai oleh seorang pembatja surat kabar Djakarta). Band-band selanjutnja menjusunpersonalianja sedemikian rupa, hingga berasa dalam posisi jang tampan dan gagah, seolah-olah menantang berkelahi. Band The Cobana Tiger menjusun tenaga vokalnja berante menghadap ke samping panggung hingga tampak bagian lambungnja sadja. Di dalam membawakan lagu, maka barisan vocal ini mengajunkan tangannja dan badannja kea rah penonton, kemudian ditarik ke belakang dan demekian seterusnja. Dalam beberapa hal maka gerakan-gerakan ini lebih menarik perhatian public daripada lagunja sendir hingga seolah-olah sedang menonton tarian atau pantomim.
Pada masa itu gerakan dalam menyanyi di panggung masih harus memperhitungkan nilai kesusilaan. Pengaruh band-band Amerika terasa dalam penampilan peserta dalam kontes musik itu. Penyanyi yang menggunakan gerakan tari dan joget menyolok ketika membawakan irama Calypso. Karena penggunaan gerak energik dalam kontes ini merupakan hal baru bagi music modern di Indonesia khususnya di Kota Bandung.
Penampilan peserta dari sekolah juga menarik. Dari kelompok SMP terdapat 8 rombongan , di antara yang mendapat pujian adalah SMP BPI (band wanita) dan SMP Alliosius masing-masing dengan Tamye dan gitar boogie. Para peserta membawakan lagu berbagai jenis, ada "Madekdek," "Sang Itik", "Papaya Chacha" sampai lagu "Candrabuana", "Payung Fantasi", hingga lagu-lagu "Tom Dooley", "Sugar Moon" dan "Mariane". Anak –anak SLP cukup piawai meniru gaya Elvis Presley.
Band-band popular muncul pada malam kedua, seperti The Hot Jumpers, The Cubana Tigers Band, Young Brothers (banyak memakai Bahasa Inggris untuk nama band-nya), tentunya band wanita Saptawati. Berlainan dengan The Alulas yang lebih spontan dan terang-terangan Elvis Presley, Band The Cubana Tiger, The Young Brothers dan Saptawati lebih berhati-hati membawakan lagu-lagunya. Bahkan The Hot Jumper dilaporkan menyanyi dengan cara yang lembut. Para peserta juga mampu memainkan alat-alat musik bahkan untuk anak-anak dari SGPD.
Awal Kota Musik
The Alulas kerap latihan di Jalan Ciwulan nomor 13, di rumah seorang jaksa bernama Pulung Jumarta. Mereka tidak saja membawakan lagu-lagu rock n’roll, tetapi juga berbagai genre lainnya. Di antaranya lagu-lagu ciptaan mereka sendiri. The Alulas pernah delapan kali tampil di hotel- restoran di Puncak Pass dan lagu-lagu mereka disukai para pedansa. Pada waktu itu direktur marketingnya Soeharko menghadiakan mereka kostum. Soeharko terpikat pada The Alulas ketika mereka tampil di rumah Mayor Soemantri di kawasan Cipanas. Mereka kerap diundang di berbagai pesta di Bandung.
The Alulas juga mampu membawakan lagu karya bangsa sendiri, seperti” Sepasang Mata Bola”, “La Laruik Sanjo”, “Ole-ole Bandung”, “Tinggi Gunung Seribu Janji” dengan aransemen mereka. Karena mereka hidupnya masih ditanggung orangtua masing-masing,honorarium mereka lebih banyak digunakan untuk peralatan, senar gitar, lampu, pengeras suara. Para personel lebih mementingkan pelajaran mereka dan menjadikan music sebagai dunia yang lain tanpa meninggalkan keduanya. Kemunculan The Alulas mengawali sebuah zaman baru di Kota Bandung, para personel musik dengan latar belakang pendidikan dari sekolah yang bagus dan juga dari perguruan tinggi. Syamsuddin sendiri terbukti masuk ke perguruan tinggi ITB dan mengembangkan karirnya.
Sebelum penyelenggaraan kontes musik 28 Februari hingga 4 Maret 1959, Hotel Homann juga pernah menyelenggarakan malam seni suara antar pelajar SMA Negeri Bandung yang diikuti 22 peserta putera dan puteri untuk jenis seriosa dan hiburan pada Januari 1959. Untuk seriosa putri menjadi pemenang Ken Rani dari SMAN IV/B, Noortje SMAN V/C, serta Junarti SMAN VI/C. Untuk seriosa putra yang menjadi pemenang Ibrahim dari SMA V/C, Syarif Hidayat SMA IV/C dan Agus Setyawan dari SMA VI/C. Untuk hiburan putri terdapat nama Yetty R, SMAN V/C, Kartini SMA VI/C dan Lily Halimah dari SMA VI/C. Untuk hiburan putera keluar sebagai pemenang Hantoro Soekaemi, SMA V/B, Sjamsuddin SMA V/C dan Deddy Dambudhi (Deddy Damhudi?) dari SMA VI/C 2.
Irvan Sjafari
Catatan Kaki
1. Sumber lain menyebut nama personel The Alulas, Jessy Wenas pemegang gitar. http://jessywenas.blogspot.co.id/2012/02/biodata-jessy-wenas.html. Kelak Jessy wenas menjadi musisi kondang 1970-an.
2. Deddy Damhudi disebut dalam teks Pikiran Rakjat apakah kemudian menjadi penyanyi Deddy Damhudi 1970-an? Saya belum menemukan sumber lain menjawab pertanyaan itu.
Sumber:
Pikiran Rakjat, 20 Januari 1959, 21 Januari 1959, 22 Januari 1959, 27 Januari 1959, 7 Februari 1959, 24 Februari 1959, 5 Maret 1959, 6 Maret 1959,
Aneka nomor 11, Tahun X, 10 Juni 1959
Endang Koes Ananda “Music contest di Bandung” dalam Aneka nomor3 Tahun X, 20 Maret 1959.
Satyagraha Hurip, “The Alulas Band Musik Remadja dari Bandung” dalam Aneka Tahun X, 10 Maret 1959.
Soesalah Soebagio Toer “Fungsi Gerak dalam Musik: Tjatatan Atas Music Contest di Bandung” Aneka nomor 4 Tahun X, 1 April 1959
http://id.asiatatler.com/arts-culture/heritage/bimbo-the-story-of-sam
http://jessywenas.blogspot.co.id/2012/02/biodata-jessy-wenas.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H