[caption caption="Soekarno dan Ho Chi Minh di ITB 2 Maret 1959 (kredit foto https://unalux.files.wordpress.com/2014/03/sukarno5hociminh.jpg )"][/caption]Senin 2 Maret 1959 Kota Bandung kembali mendapat kunjungan tamu negara sahabat, Ho Chi Minh, Presiden Vietnam Utara. Pria kelahiran 19 Mei 1890 itu tiba bersama Soekarno di Bandara Husein Sastranegara pukul 9.45 dengan pesawat Dolok Martimbang (pesawat kepresidenan masa itu) . Kedua kepala negara naik mobil sedan terbuka berwarna cokelat merek cosmopolitan langsung ke Jalan Ganesa. Hari itu sekitar pukul sepuluh , Institut Teknologi Bandung diresmikan oleh Presiden Soekarno. Bagi Bung Karno kehadirannya di di ITB merupakan nostalgia karena ketika dia menjadi mahasiswa hanya ada 11 orang Indonesia yang belajar ( ketika masih bernama Technische Hogeschool Bandoeng disingkat THS (Sekolah Tinggi Teknik) dan ITB pada 1959 sudah memiliki 4600 mahasiswa Indonesia.
Pama Ho , demikian panggilan Soekarno pada Ho Chi Minh ikut serta dalam upacara peresmian. Keduanya disambut oleh Ketua Institut Teknologi Bandung Profesor Sutedjo dan petinggi ITB lainnya Prof. Dr Johana. Hadir dalam peresmian beberapa pejabat penting lainnya seperti Menteri negara Hanafi, Menteri PPK Prof.DR. Prijono. Dalam sambutan Ho Chi Minh mengatakan keheranannya bahwa ITB memiliki 4000 mahasiswa dan hanya terdapat 600 mahasiswi.
Padahal kata Ho, di Vietnam Utara jumlah antara perempuan dan laki-laki yang mengenyam pendidikan tinggi lebih seimbang. Untuk itu dia berharap suatu hari kelak jumlah mahasiswi di Indonesia mencapai 50%. Dalam sambutannya Paman Ho mengatakan:
“Saya andjurkan para mahasiswa supaja mereka beladjar jangan hanja mengejar gadji tinggi, tetapi mendjauhkan diri dari rakjat. Hal ini saja katakana bukan karena ikut tjampur mengenai soal dalam negeri, tetapi karena saja merasa sebagai saudara..” 1
Bung Karno setelah peresmian mengajak Ho Chi Minh berkeliling kampus ITB. Setelah mengunjungi ITB, Soekarno dan Ho Chi Minh mengunjungi Gubernuran untuk makan siang dan beristrahat. Warga kota Bandung menyambut rombongan dengan meriah dalam perjalanan menunju gubernuran. Di pintu gerbang gubernuran kedua kepala Negara disambut tari-tarian Priangan dan ditaburi kembang melati hingga tangga gubenuran. Hadir dalam penyambutan Komandan Komando Militer Kota Besar (KMKB) Kota Bandung Kolonel Amir Machmud.
Paman Ho Juga Singgah di Unpad
Sore harinya sekitar 16.30, Bung Karno dan Paman Ho untuk hadir di Auditorium Gedung A Universitas Padjadjaran di Jalan Dipati Ukur untuk mendapat gelar Doktor Kehormatan dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Seperti halnya pada Presiden Yugoslavia Tito, tampil sebagai promotor Mohamad Yamin. Hadir dalam penganugerahaan gelar adalah Menlu Subandrio, Menteri Negara Hanafi dan Presiden Universitas Padjajaran Iwa Kusumasumantri, Ketua parlemen Mr. Sartono, Wakil PM Republik Demokrasi Vietnam Pham Hung, Menlu Subandrio, juga wakil dari ITB dan Universitas Airlangga.
[caption caption="Soekarno dan Ho Chi Minh dalam upacara pemberian doktor kehormatan di Universitas Padjadjaran 2 Maret 1959 (kredit Foto Suluh Indonesia/repro Irvan Sjafari)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/03/14/ho-dan-karno-56e654a4fd22bd27097b386e.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
[caption caption="Upacara Pemberian Gelar Doktor kepada Ho Chi Minh di Unpad 2 Maret 1959 (kredit Foto Suluh Indonesia/repro Irvan Sjafari)"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/03/14/ho-di-unpad-jpg-56e65527dd93738912de3c4a.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Sebelum mengunjungi Bandung Ho Chi Minh lebih dulu ke Jakarta dan kemudian ke Bogor dalam kunjungannya selama sepuluh hari di Indonesia. Pada 23 Februari 1959, Ho menyampaikan pidato di hadapan anggota parlemen Indonesia. Ho Chi Minh menyinggung bahwa Vietnam dan Indonesia sama-sama berjuang dengan kekuatan sendiri melawan kolonialisme dengan mati-matian, adanya pertalian antara bangsa Indonesia dan Vietnam dalam perjuangan melawan kolonialisme. Ho mengatakan bahwa tak perlu takut terus melawan imprealisme. Kedua bangsa masih terus melawan imprealisme, Vietnam Selatan belum kembali bersatu dengan Indochina, serta Irian Barat belum kembali ke pangkuan Indonesia.
Selasa pagi 3 Maret 1959 sesudah mengunjungi Gedung Merdeka Jalan Asia-Afrika Presiden Ho Chi Minh meneruskan perjalanan ke Yogyakarta. Ho tiba pukul 10 pagi. Dari lapangan terbang Ho dan rombongan mengunjungi Borobudur, kemudian kembali ke Yogyakarta untuk makan siang di gedyng gara. Pukul 17.30 Ho dan rombongan ke Solo dan bermalam di sana. Keesokan harinya 4 Maret 1959 Ho bertolak ke Surabaya.
Dalam jumpa pers di Bandung sebelum berangkat ke Yogyakarta, Ho berkata tentang warga Bandung.
“Dari roman mukanya mereka semua, saja merasa bukan sebagai tamu Negara, tetapi sebagai saudara atau kawan. Saja kira itu adalah suatu pernjataan kita antara kedua bangsa jang mempunjai banjak persamaan..2”
Sebelum resmi menjadi ITB, meskipun bersahaja, Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam Universitas Indonesia di Bandung pada periode Juli-September 1958 sempat meluluskan 28 Drs Physical Science dan 20 ahli apoteker. Menyusul sebagai kandidat 31 mahasiswa jurusan Physical Science dan Natural Science serta 29 kandidat apoteker. Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Alam dan Pasti akan digabungkan untuk dibentuk suatu universitas yang terpisah dari Universitas Indonesia. Dengan nama Institut Teknologi Bandung pada akhir 1958. Pelaksanaan penggabungan ini dijalankan oleh panitya pelaksana yang dipimpin Profesor Soemarja3.
Rencana peresmian semula pada pertengahan Februari namun diundur hingga 2 Maret 1959. Sekalipun namanya ITB setara dengan universitas di bawah Kementerian PPK. Pada awalnya ITB terdiri dari tiga departemen, yaitu Departemen Teknik, Departemen Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, serta Departemen Kimia dan Biologi. Departemen Teknik terdiri dari jurusan sipil, mesin, elektro, tambang, arsitektur, seni rupa dan geodesi.
Profesor Prijono menyebutkan bahwa pemilihan institut mencakup apa yang disebut sebagai ilmu murni dan ilmu terapan dijadikan satu. Pemisahan dari lingkungan universitas ini mendobrak tradisi perguruan tinggi di Indonesia4. Pimpinan ITB pertama awalnya adalah Prof Ir. R. Soemono 2 Maret - 1 November, 1959 (sebagai Ketua Presidium). Raden Soemono sendiri adalah alumnus lulus sebagai insinyur sipil pada 1930 dari THS.
Pada Januari 1959 ITB mendapatkan doctor baru Ilmu Teknik dari DELF, yaitu Dr. Ir. RM Soemantri. Thesisnya adalah beberapa aspek mengenai kromatografi gas dan penyulihan dengan zat air pada tanah. Soemantri kelahiran Semarang, Jawa Tengah, pada 3 Juni 1926. Putra dari Sutedjo Brodjonegoro, guru HIS di Semarang dan Kepala Sekolah HIS di Solo. Soemantri menempuh pendidikan di SD Neutrale Hollands Inlandsche School (HIS) di Semarang, SMA Bagian B di Yogyakarta dan Technische Hoofegeschool (THS) Bandung.
Perang kemerdekaan Indonesia yang memanggil dirinya guna ikut serta berjuang. Dalam masa Perang Kemerdekaan, beliau pernah menjadi Ajudan Kolonel A.H. Nasution yang ketika itu menjadi Panglima Komando Jawa (sekarang Jenderal Pumawirawan). Setelah perang kemerdekaan berakhir ia mendapat kesempatan melanjutkan pelajaran di Sekolah Tinggi Teknik atau Technische Hoogeschool (THS) di Universitas Delf, Negeri Belanda sebagai mahasiswa tugas belajar dari Angkatan Perang RI5 .
Booming Sekolah dan Universitas Baru
Peresmian ITB hasil fusi Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam UI yang dipisahkan merupakan keniscayaan bahwa Bandung sudah menjadi kota pelajar pertama di Indonesia. Tanda-tanda akan munculnya sebuah Kota Pelajar sudah terasa pada semester kedua 1958. Rencana pembentukan universitas baru seperti sekolah perhotelan tercetus pada Juli 1958 (kemungkinan adalah cikal bakal NHI dan kemudian Sekolah Tinggi Pariwisata di Bandung saat ini. Sekolah ini akan berlokasi di kawadan Bukit Dago lengkap dengan asrama pelajar dan praktek untuk pariwisata dengan 30 mahasiswa. Sekolah perhotelan ini didukung oleh Dewan Tourisme. Namun pendirian Sekolah Kejuruan Perhotelan (SKP) baru terleksana pada 1959 yang merupakan sekolah kejuruan menengah atas kejuruan di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ide pembentukan sekolah perhotelan ini diikuti sebuah perguruan tinggi Islam di Bandung yang kelak menjadi Unisba dan satu lagi sebuah universitas yang kelak menjadi cikal bakal Universitas Pasundan. Dengan demikian Bandung sudah mempunyai delapan universitas dan perguruan tinggi menjelang 1960 yang kelak menjadi perguruan tinggi terkemuka. Lainnya adalah IKIP Bandung dan Universitas Parahyangan yang juga berdiri pada 1950-an. Pada 1958 Unpar menambah satu Fakultas lagi,yaotu Fakultas Hukum dan Kemasyarakatan. Belum lagi rencana pembentukan Sekolah Guru Kepandaian Puteri .
Pengumuman keberadaan Perguruan Islam Tinggi di Bandung tentang penerimaan mahasiswa untuk tahun ajaran 1958/1959 dimuat di Pikiran Rakjat 13 November 1958. Mereka yang mendaftar berijazah SGA, PGAA, Al Qi’mualalmi, Mualliminulja, Madrasyah Menengah Atas. Pendaftaran di lakukan di sebuah gedung di Jalan Asia-Afrika di depan gedung Konstituante antara 10 November hingga 10 Desember 1958.
Pada 1 November 1958 Universitas Padjajaran membentuk Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu alam (FIPIA) dan Fakultas Ilmu Pertanian (FKIP). Sebagai pimpinan adalah Dekan Brigadir Jenderal Dr. Mustopo untuk FIPIA dan Prof. Sidarjoen Siswomartojo. . Sekalipun fasilitas laboratorium meminjam FIPIA UI yang masa itu juga ada di Bandung. Pembentukan ini tindak lanjut dari pesetujuan Menteri Pendidikan, pengjaran dan Kebudayaan Prof. Dr.Prijono yang merencanakan Unpad akan menambah dua fakultas lagi,yaitu FIPIA dan Fakultas Pertanian. Peresmian dilakukan oleh Presiden Soekarno.
Sebanyak 378 mendaftar ke FIPIA Unpad dan sebanyak 110 di antaranya diterima. Sebanyak 23 mahasiswa di Jurusan Biologi, 24 di jurusan Ilmu pasti, 23 jurusan fisika dan 24 untuk jurusan Kimia. Yang menarik 16 orang tiap jurusan diprioritaskan untuk anak-anak pegawai negeri, anak anggota alat negara, pensiunan,anak petani dan anak pedagang, tetapi dengan seleksi angka tertinggi. Pembentukan dua fakultas ini direncanakan akan disusul pembentukan Fakultas Ilmu Sosial dan Pendidikan, serta Fakultas Sastra dan Bahasa. Pada Oktober 1958 pimpinan Fakultas Sastra disebutkan dipegang oleh Prof. S. Soemardja dan Drs. Soebardi.
Pada 7 Januari 1959 Fakultas Hukum Unpad sudah menghasilkan tiga sarjana hukum, JN Siregar, Hadelie Hasibuan dan Saleh Adiwinata. Pada aeal 1959 sekitar 20 sarjana muda lulus dan dari jumlah itu hanya 4 perempuan. Meskipun begitu jumlah perempuan yang memasuki perguruan tinggi di Kota B andung pelan-pelan terus bertambah.
Sementara Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unpad pada tahun ajaran 1958/1959 mempunyai 14 jurusan dan menerima 400 calon mahasiswa. Yang melamar 839 mahasiswa, namun dalam tes hanya 112 yang lulus dan yang 340 peserta tes menjadi cadangan. PTT (Telkom) juga memberi kesempatan kepada 30 siswa pada tahun ajaran 1958/1959. Bandung juga memiliki Akademi geologi dan Akademi pertambangan dan sudah menghasilkan masing-masing dua puluh lulusan.
Pembentukan FMIPA Unpad mendapat kritikan dari RM Hardi Kaher, seorang warga Bandung bahwa laboratorium Universitas Indonesia saja ruangan sudah sempit, peralatannya sudah pantas masuk museum. Ketua Senat Fakultas Teknik UI Marwoto Purwokusumo juga menyebutkan bahwa kampus kekurangan dosen tetap, perlatan kurang dan ruang kuliah sempit dan tidak memungkin semua mahsiswa masuk. Seorang mahasiswa bahkan harus menunggu 2-3 bulan sekalipun pelajarannya telah selesai. Di sisi lain dosen dari luar tinggal di Indonesia selama dua tahun dan pengganti mereka mempunyai program yang berlainan.
Pada 10-18 Desember 1958 Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran mengadakan suatu pekan ilmiah. Di antara pembicara terdapat R. Sujud dengan tema “Pembangunan Pertanian”, Jusuf Panigoro “Keneeples bagi Seorang Pedagang”, pada hari pertama. Terdapat juga nama Pangdam Siliwangi R.A Kosasih dengan ceramah “Stabilitas Politik dan Keamanan untuk Meningkatkan Produktifitas Nasional”, Prof. R. Surjaaatmadja “Antropologi Ekonomi”, “Pembentukan Perbankan oleh R. Oli Suriadi, “Etiket Perdagangan” oleh Ir. Effendy Saleh, serta pembicara lainnya lebih dari sepuluh.
Prof.Iwa Kusumasumantri menyebutkan bahwa ada tiga tujuan pokok penyelenggaraan pekan tahunan FE Padjadjaran: Menjanjikan penjelasan kepada para mahasiswa tentang masalah perekonomian di Indonesia, menanamkan keinsyafan pada masa mahasiswa tentang syarat-syarat untuk memperlihatkan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, serta memberikan bimbingan aktif kepada para mahasiswa dengan jalan organisai dan kerjasamamengenai hak kewajiban dan kesejaterahan para mahasiswa.
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unpad diwajibkan membuat karangan mengenai masalah-masalah ekonomi di Indonesia dan cara pemecahannnya. Sebanyak 224 mahasiswa tingkat persiapan berhasil memasukan 183 karangan hingga akhir 1958 dan delapan artikel lagi dari sarjana muda. Di antara penulis adalah Soelachman Dachari, Toto Soeriaatmadja, serta Sjamsuddin Achmad.
Unpad juga memperkenalkan Kuliah Kerja Nyata pada para mahasiswanya. Antara 31 Desember 1958 hingga 4 Januari 1959 sebanyak 39 mahasiswa tingkat IV dari jurusan Ilmu pendidikan FKIP Unpad melakukan KKN di Majalengka dan Sukabumi. KKN ini angkatan kedua setelah kunjungan sejumlah mahasiswa sebelumnya ke Jakarta (terutama Kebayoran), Bogor, Cipanas, Kabupaten Bandung. Para mahasiswa ditemani Dekan FKIP Prof.M. Sadarjoen Siswomartojo. Dekan itu sampai mendapatkan tempat tidur dengan sprei kumal hingga seorang mahasiswa meminjamkan kain kepadanya. Pada Januari 1959 FKIP Bandung dilaporkan telah meluluskan 7 sarjana muda dan dua di antaranya perempuan.
Bertambah jumlah sekolah tingkat menengah hingga perguruan tinggi sejak 1950-an akhir hingga 1960-an dan berada dalam areal yang tidak terlalu berjauhan (bila diamati kebanyakan berlokasi di Jalan Dipati Ukur, Dago, Cimbeleut hingga daerah Setiabudhi atau di Bandung Utara menjadikan sejarah kota ini menjadi begitu unik. Hasilnya baru bisa dipetik sepuluh tahun dan dua puluh tahun kemudian ketika terjadi booming orang terdidik atau SDM yang baik, yang berakibat munculnya industri kreatif, booming musik indie serta suatu golongan sosial baru yang akan saya bahas kemudian.
Irvan Sjafari
Catatan Kaki:
1.Pikiran Rakjat, 3 Maret 1959
2. Suluh Indoensia, 4 Maret 1959
3.Pikiran Rakjat,2 Januari 1959
4. Berita antara, 4 Maret 1959
5. http://staff.unila.ac.id/janter/2014/09/01/mengenal-prof-dr-ir-r-m-soemantri-brodjonegoro/
Diakses pada 13 Maret 2016 dan Pikiran Rakjat, 10 Januari 1959
Sumber Surat Kabar
Pikiran Rakjat, 16 September 1958. 20 September 1958, 7 Oktober 1958, 17 Oktober 1958, 25 Oktober 1958, 3 November 1958, 13 November 1958, 3 Desember 1958, 4 Desember 1958, 5 Januari 1959, 7 Januari 1959, 9 Januari 1959, 10 Januari 1959, 2 Maret 1959, 3 Maret 1959
Berita Antara 6 Juli 1958, 11 Juli 1958, 1 Maret 1959, 2 Maret 1959, 3 Maret 1959
Suluh Indonesia, 3 Maret 1959, 4 Maret 1959
Sumber Situs:
: http://www.berdikarionline.com/ho-chi-minh-di-indonesia/#ixzz42lPIpIW1 diakses pada 13 Maret 2016
http://go.stp-bandung.ac.id/index.php/id/stpbandung diakses pada 13 Maret 2016
http://indonesia-flashback.blogspot.co.id/2012/06/sejarah-berdirinya-institut-teknologi.html 13 Maret 2016
http://staff.unila.ac.id/janter/2014/09/01/mengenal-prof-dr-ir-r-m-soemantri-brodjonegoro/ diakses 13 Maret 2016
Buku dan Artikel
Resky, Drs. Mohamad, Sistem Politik di Indochina 1945-1990, Jakarta: CV Budi Utama, 2015
Kredit Foto;
https://unalux.files.wordpress.com/2014/03/sukarno5hociminh.jpg diakses pada 13 Maret 2016
Soerkarno dan Ho Chi Minh di Unpad, Kredit Foto suluh Indonesia, repro Irvan Sjafari
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI