Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1959 (1) Paman Ho Singgah di Peresmian ITB, Raih Gelar Doktor Kehormatan di Unpad dan Munculnya Sebuah Kota Pelajar

14 Maret 2016   13:10 Diperbarui: 14 Maret 2016   14:28 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Soekarno dan Ho Chi Minh di ITB 2 Maret 1959 (kredit foto https://unalux.files.wordpress.com/2014/03/sukarno5hociminh.jpg )"][/caption]Senin 2 Maret  1959 Kota Bandung kembali mendapat kunjungan tamu negara sahabat, Ho Chi Minh, Presiden Vietnam Utara.  Pria kelahiran 19 Mei 1890 itu tiba bersama Soekarno di Bandara Husein Sastranegara pukul 9.45 dengan pesawat Dolok Martimbang   (pesawat kepresidenan masa itu) .  Kedua kepala negara naik mobil sedan terbuka berwarna cokelat merek cosmopolitan  langsung ke Jalan Ganesa.  Hari itu  sekitar pukul sepuluh ,  Institut Teknologi Bandung diresmikan oleh Presiden Soekarno.  Bagi Bung Karno kehadirannya di di ITB merupakan nostalgia karena  ketika dia menjadi mahasiswa hanya ada 11 orang Indonesia yang belajar ( ketika masih bernama Technische Hogeschool Bandoeng disingkat THS (Sekolah Tinggi Teknik) dan ITB pada 1959  sudah memiliki 4600 mahasiswa Indonesia.

Pama Ho , demikian panggilan Soekarno pada Ho Chi Minh  ikut serta  dalam upacara peresmian. Keduanya disambut oleh Ketua Institut Teknologi Bandung  Profesor Sutedjo dan petinggi ITB lainnya Prof. Dr Johana.  Hadir dalam peresmian  beberapa pejabat penting  lainnya seperti Menteri negara Hanafi,  Menteri PPK Prof.DR. Prijono.  Dalam sambutan Ho Chi Minh mengatakan keheranannya bahwa ITB memiliki 4000 mahasiswa dan hanya terdapat 600 mahasiswi. 

Padahal kata Ho, di Vietnam Utara   jumlah antara perempuan dan laki-laki yang mengenyam pendidikan tinggi  lebih seimbang. Untuk itu dia berharap suatu hari kelak jumlah mahasiswi  di Indonesia  mencapai 50%.  Dalam sambutannya Paman Ho mengatakan:

“Saya andjurkan para mahasiswa supaja mereka beladjar jangan hanja mengejar gadji tinggi, tetapi mendjauhkan diri dari rakjat.  Hal ini saja katakana bukan karena ikut tjampur mengenai soal dalam negeri, tetapi karena saja merasa sebagai saudara..” 1

Bung Karno  setelah peresmian mengajak Ho Chi Minh berkeliling kampus ITB.  Setelah  mengunjungi  ITB, Soekarno dan Ho Chi Minh  mengunjungi Gubernuran untuk makan siang dan beristrahat.  Warga kota  Bandung menyambut rombongan dengan meriah dalam perjalanan menunju gubernuran. Di pintu gerbang gubernuran kedua kepala Negara disambut tari-tarian Priangan dan ditaburi kembang melati hingga tangga gubenuran. Hadir dalam penyambutan Komandan Komando Militer Kota Besar (KMKB) Kota Bandung Kolonel Amir Machmud.

Paman Ho Juga Singgah di Unpad

Sore harinya  sekitar 16.30, Bung Karno dan Paman Ho   untuk   hadir di Auditorium Gedung A  Universitas Padjadjaran di Jalan Dipati Ukur  untuk  mendapat gelar Doktor Kehormatan dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.   Seperti halnya pada Presiden Yugoslavia Tito, tampil sebagai promotor Mohamad Yamin.  Hadir dalam penganugerahaan gelar adalah Menlu Subandrio, Menteri Negara Hanafi dan Presiden Universitas Padjajaran Iwa Kusumasumantri, Ketua parlemen Mr. Sartono, Wakil PM Republik Demokrasi Vietnam Pham Hung, Menlu Subandrio, juga wakil dari ITB dan Universitas Airlangga.

[caption caption="Soekarno dan Ho Chi Minh dalam upacara pemberian doktor kehormatan di Universitas Padjadjaran 2 Maret 1959 (kredit Foto Suluh Indonesia/repro Irvan Sjafari)"]

[/caption] Profesor Yamin menyebutkan alasan memberikan Ho Chi Minh mendapatkan gelar doktor kehormatan.  Ho Chi Minh berperan dalam perjuangan kemerdekaan Vietnam mempunyai nilai hokum dan member bentuk ketatanegaraan yang merdeka dan berdaulat bagi tanah air Vietnam.   Ho dalam sambutannya menyatakan ada empat babak perjuangan kemerdekaan Vietnam, yaitu  sejak  1890  hingga Perang dunia I, perjuangan pergerakan Vietnam sejak 1919 hingga kedatangan fasis Jepang, perjuangan geriliya melawan Jepang dan proklamasi kemerdekaan pada 25 Agustus 1945 dan hingga  kini (1959) revolusi Vietnam belum selesai.

[caption caption="Upacara Pemberian Gelar Doktor kepada Ho Chi Minh di Unpad 2 Maret 1959 (kredit Foto Suluh Indonesia/repro Irvan Sjafari)"]

[/caption]Ada cerita lain  selama  Ho Chi Minh singgah di Bandung.  Sekitar pukul 23.30 hari itu juga Ho kedatangan tamu seorang  wanita bernama Chi Mool berusia 40 tahunan.  Wanita itu bersuamikan seorang Indonesia bernama Ganda, warga Desa Sindanglaya, Ujungbereung.  Rupanya  Chi Mooi bertemu suaminya semasa perang Vietnam melawan penjajah Prancis.  Chi Mooi meajadi perutusan Vietnam Utara ke Konferensia Asia dan Afrika.  Pasangan ini dikaruniai 6 orang anak. 

Sebelum mengunjungi Bandung Ho Chi Minh  lebih dulu ke Jakarta dan kemudian ke Bogor dalam kunjungannya selama sepuluh hari di Indonesia.  Pada  23 Februari 1959, Ho menyampaikan pidato di hadapan anggota parlemen Indonesia.  Ho Chi Minh menyinggung bahwa Vietnam dan Indonesia sama-sama berjuang dengan kekuatan sendiri melawan kolonialisme  dengan mati-matian,  adanya pertalian antara bangsa Indonesia dan Vietnam dalam perjuangan melawan kolonialisme.  Ho mengatakan bahwa tak perlu takut terus melawan imprealisme.  Kedua bangsa masih terus melawan imprealisme, Vietnam Selatan belum kembali bersatu dengan Indochina, serta Irian Barat belum kembali ke pangkuan  Indonesia.  

Selasa pagi  3 Maret 1959  sesudah mengunjungi  Gedung Merdeka Jalan Asia-Afrika  Presiden Ho Chi Minh meneruskan perjalanan ke Yogyakarta.  Ho tiba pukul 10 pagi.  Dari lapangan terbang Ho dan rombongan mengunjungi Borobudur, kemudian kembali ke Yogyakarta untuk makan siang di gedyng gara. Pukul 17.30 Ho dan rombongan ke Solo dan bermalam di sana.  Keesokan harinya 4 Maret 1959 Ho bertolak ke Surabaya.

Dalam jumpa pers di Bandung  sebelum berangkat ke Yogyakarta, Ho berkata tentang warga Bandung.

“Dari roman mukanya mereka semua, saja merasa bukan sebagai tamu Negara, tetapi sebagai saudara atau kawan. Saja kira itu adalah suatu pernjataan kita antara kedua bangsa jang mempunjai banjak persamaan..2”

Sebelum resmi menjadi ITB,  meskipun bersahaja,   Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam Universitas Indonesia di Bandung pada periode Juli-September 1958 sempat meluluskan  28 Drs Physical Science dan 20 ahli apoteker.  Menyusul  sebagai kandidat 31 mahasiswa jurusan Physical Science dan Natural Science serta 29 kandidat apoteker.   Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Alam dan Pasti akan digabungkan untuk dibentuk suatu universitas yang terpisah dari Universitas Indonesia. Dengan nama Institut Teknologi Bandung  pada akhir 1958. Pelaksanaan penggabungan  ini dijalankan oleh panitya pelaksana yang dipimpin Profesor Soemarja3. 

Rencana peresmian semula pada pertengahan Februari namun diundur hingga 2  Maret 1959.   Sekalipun namanya ITB setara dengan universitas di bawah Kementerian PPK. Pada awalnya ITB  terdiri dari tiga departemen, yaitu Departemen Teknik, Departemen Ilmu Pasti dan Ilmu Alam,  serta Departemen Kimia dan Biologi.   Departemen Teknik terdiri dari jurusan sipil, mesin, elektro, tambang, arsitektur, seni rupa dan geodesi.  

Profesor Prijono menyebutkan bahwa pemilihan institut  mencakup apa yang disebut sebagai ilmu murni dan ilmu terapan dijadikan satu.  Pemisahan dari lingkungan universitas ini mendobrak tradisi perguruan tinggi di Indonesia4.   Pimpinan ITB pertama  awalnya adalah Prof Ir. R. Soemono 2 Maret - 1 November, 1959 (sebagai Ketua Presidium).  Raden Soemono sendiri adalah alumnus lulus sebagai insinyur sipil pada 1930 dari THS. 

Pada Januari 1959  ITB mendapatkan doctor  baru Ilmu Teknik  dari DELF, yaitu  Dr. Ir. RM Soemantri.  Thesisnya adalah beberapa aspek mengenai kromatografi gas  dan penyulihan  dengan zat air pada tanah.  Soemantri kelahiran  Semarang, Jawa Tengah, pada 3 Juni 1926.  Putra dari Sutedjo Brodjonegoro, guru HIS di Semarang  dan  Kepala Sekolah HIS di Solo.   Soemantri menempuh pendidikan di  SD Neutrale Hollands Inlandsche School (HIS) di Semarang,  SMA Bagian B di Yogyakarta dan  Technische Hoofegeschool (THS) Bandung.  

Perang  kemerdekaan Indonesia yang memanggil dirinya guna ikut serta berjuang.  Dalam masa Perang Kemerdekaan, beliau pernah menjadi Ajudan Kolonel A.H. Nasution yang ketika itu menjadi Panglima Komando Jawa (sekarang Jenderal Pumawirawan). Setelah perang kemerdekaan berakhir ia mendapat kesempatan melanjutkan pelajaran di Sekolah Tinggi Teknik atau Technische Hoogeschool (THS) di Universitas Delf, Negeri Belanda sebagai mahasiswa tugas belajar dari Angkatan Perang RI5 .

Booming Sekolah  dan  Universitas Baru

Peresmian ITB  hasil fusi  Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam UI  yang dipisahkan  merupakan keniscayaan bahwa Bandung sudah menjadi kota pelajar pertama di Indonesia.  Tanda-tanda akan munculnya sebuah Kota Pelajar sudah terasa pada semester kedua 1958.  Rencana pembentukan universitas baru  seperti  sekolah perhotelan   tercetus pada Juli 1958 (kemungkinan adalah cikal bakal NHI dan kemudian Sekolah Tinggi Pariwisata di Bandung saat ini.  Sekolah ini akan berlokasi di kawadan Bukit  Dago lengkap dengan asrama pelajar dan praktek  untuk pariwisata dengan 30 mahasiswa.   Sekolah perhotelan ini  didukung oleh Dewan Tourisme.  Namun  pendirian   Sekolah Kejuruan Perhotelan (SKP) baru terleksana pada  1959 yang merupakan sekolah kejuruan menengah atas kejuruan di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.   

Ide pembentukan sekolah perhotelan  ini   diikuti sebuah perguruan tinggi Islam di Bandung  yang kelak menjadi Unisba dan satu lagi sebuah  universitas yang kelak menjadi cikal bakal Universitas Pasundan.   Dengan demikian  Bandung sudah mempunyai  delapan   universitas dan perguruan tinggi menjelang 1960 yang  kelak menjadi perguruan tinggi terkemuka. Lainnya adalah IKIP Bandung dan Universitas Parahyangan yang juga berdiri pada 1950-an.  Pada 1958  Unpar menambah satu Fakultas lagi,yaotu Fakultas Hukum dan Kemasyarakatan.   Belum lagi rencana pembentukan Sekolah Guru Kepandaian Puteri .    

Pengumuman keberadaan Perguruan Islam Tinggi di Bandung  tentang penerimaan mahasiswa untuk tahun ajaran 1958/1959 dimuat  di Pikiran Rakjat 13 November 1958.  Mereka yang mendaftar  berijazah SGA, PGAA, Al Qi’mualalmi, Mualliminulja, Madrasyah Menengah Atas.  Pendaftaran di lakukan di sebuah gedung di Jalan Asia-Afrika di depan gedung Konstituante  antara 10 November hingga 10 Desember 1958.

Pada 1 November 1958  Universitas Padjajaran membentuk  Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu alam (FIPIA) dan Fakultas Ilmu Pertanian (FKIP).  Sebagai pimpinan adalah Dekan Brigadir Jenderal Dr. Mustopo untuk FIPIA dan Prof. Sidarjoen Siswomartojo. .  Sekalipun fasilitas laboratorium meminjam  FIPIA UI yang masa itu juga ada di Bandung.    Pembentukan ini tindak lanjut  dari pesetujuan Menteri Pendidikan, pengjaran dan Kebudayaan Prof. Dr.Prijono  yang merencanakan Unpad akan menambah dua fakultas lagi,yaitu FIPIA dan Fakultas Pertanian. Peresmian dilakukan oleh Presiden Soekarno.    

Sebanyak  378 mendaftar ke FIPIA Unpad  dan sebanyak 110  di antaranya diterima. Sebanyak 23 mahasiswa di Jurusan Biologi, 24 di jurusan Ilmu pasti, 23 jurusan fisika dan 24 untuk jurusan Kimia.  Yang menarik 16 orang tiap jurusan diprioritaskan untuk anak-anak pegawai negeri, anak anggota alat negara,  pensiunan,anak petani dan anak pedagang, tetapi dengan seleksi angka tertinggi.  Pembentukan  dua fakultas ini direncanakan akan disusul pembentukan  Fakultas Ilmu Sosial dan  Pendidikan, serta Fakultas Sastra dan Bahasa.    Pada Oktober 1958 pimpinan Fakultas Sastra disebutkan dipegang oleh  Prof. S. Soemardja dan Drs. Soebardi.

Pada 7 Januari 1959 Fakultas Hukum Unpad  sudah menghasilkan  tiga sarjana hukum, JN Siregar, Hadelie Hasibuan dan Saleh Adiwinata.  Pada aeal 1959 sekitar 20 sarjana muda lulus dan dari jumlah itu hanya 4 perempuan.  Meskipun begitu jumlah perempuan yang memasuki perguruan tinggi di Kota B andung pelan-pelan terus bertambah.

Sementara Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unpad pada tahun  ajaran 1958/1959 mempunyai 14 jurusan dan menerima  400 calon mahasiswa. Yang melamar  839 mahasiswa, namun dalam tes hanya 112  yang lulus dan  yang 340 peserta tes menjadi cadangan.  PTT (Telkom)  juga memberi kesempatan  kepada 30 siswa pada tahun ajaran 1958/1959.  Bandung juga memiliki Akademi geologi dan Akademi pertambangan  dan sudah menghasilkan masing-masing dua puluh lulusan.

Pembentukan FMIPA Unpad mendapat kritikan dari RM Hardi Kaher, seorang warga Bandung  bahwa laboratorium Universitas Indonesia saja ruangan sudah sempit, peralatannya sudah pantas masuk museum. Ketua  Senat Fakultas  Teknik UI  Marwoto Purwokusumo juga menyebutkan  bahwa  kampus kekurangan dosen tetap, perlatan kurang dan ruang kuliah sempit dan tidak memungkin semua mahsiswa masuk.  Seorang  mahasiswa bahkan  harus menunggu 2-3 bulan   sekalipun pelajarannya telah selesai.   Di sisi lain dosen dari luar tinggal di Indonesia selama dua tahun dan pengganti mereka mempunyai program yang berlainan. 

Pada 10-18 Desember 1958  Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran mengadakan suatu pekan ilmiah.  Di antara pembicara terdapat  R. Sujud dengan tema “Pembangunan Pertanian”, Jusuf Panigoro “Keneeples bagi Seorang Pedagang”, pada hari  pertama.  Terdapat juga nama Pangdam Siliwangi R.A Kosasih  dengan ceramah “Stabilitas Politik dan Keamanan untuk Meningkatkan Produktifitas Nasional”, Prof. R. Surjaaatmadja “Antropologi Ekonomi”, “Pembentukan Perbankan oleh R. Oli Suriadi, “Etiket Perdagangan” oleh Ir. Effendy Saleh, serta pembicara lainnya lebih dari sepuluh. 

Prof.Iwa Kusumasumantri  menyebutkan bahwa ada tiga tujuan pokok penyelenggaraan pekan tahunan FE Padjadjaran:  Menjanjikan penjelasan kepada para mahasiswa tentang masalah perekonomian di Indonesia, menanamkan keinsyafan  pada masa mahasiswa tentang syarat-syarat untuk memperlihatkan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, serta memberikan bimbingan aktif kepada para mahasiswa dengan jalan organisai dan kerjasamamengenai hak kewajiban dan kesejaterahan para mahasiswa.

Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unpad diwajibkan membuat karangan mengenai masalah-masalah ekonomi di Indonesia dan cara pemecahannnya.  Sebanyak 224 mahasiswa tingkat persiapan berhasil memasukan 183 karangan hingga akhir 1958 dan delapan artikel  lagi dari sarjana muda.  Di antara penulis adalah Soelachman Dachari, Toto Soeriaatmadja, serta Sjamsuddin Achmad.  

Unpad juga memperkenalkan Kuliah Kerja Nyata pada para mahasiswanya. Antara 31 Desember 1958 hingga 4 Januari 1959  sebanyak 39 mahasiswa tingkat IV dari jurusan Ilmu pendidikan FKIP Unpad  melakukan KKN di Majalengka dan Sukabumi.  KKN ini angkatan kedua setelah kunjungan sejumlah mahasiswa sebelumnya ke Jakarta (terutama Kebayoran), Bogor, Cipanas, Kabupaten Bandung. Para mahasiswa ditemani   Dekan FKIP Prof.M. Sadarjoen Siswomartojo.   Dekan  itu sampai mendapatkan tempat tidur dengan sprei kumal hingga seorang mahasiswa meminjamkan kain kepadanya.  Pada Januari 1959  FKIP Bandung dilaporkan telah  meluluskan 7 sarjana muda dan dua di antaranya perempuan.  

Bertambah jumlah sekolah tingkat menengah hingga perguruan tinggi sejak 1950-an akhir hingga 1960-an dan berada dalam areal yang tidak terlalu berjauhan (bila diamati kebanyakan berlokasi di Jalan Dipati Ukur, Dago, Cimbeleut hingga daerah Setiabudhi atau di Bandung Utara menjadikan sejarah kota ini menjadi begitu unik.  Hasilnya baru bisa dipetik sepuluh tahun dan dua puluh tahun kemudian ketika terjadi booming orang terdidik atau SDM yang baik, yang berakibat munculnya industri kreatif, booming musik indie serta suatu golongan sosial baru yang akan saya bahas kemudian.

 

 

Irvan Sjafari

 

Catatan Kaki:

1.Pikiran Rakjat, 3 Maret 1959

2. Suluh Indoensia, 4 Maret 1959

3.Pikiran Rakjat,2 Januari 1959

4. Berita antara, 4 Maret 1959

5. http://staff.unila.ac.id/janter/2014/09/01/mengenal-prof-dr-ir-r-m-soemantri-brodjonegoro/

Diakses pada 13 Maret 2016  dan Pikiran Rakjat, 10 Januari 1959

                                                                       

 

Sumber  Surat Kabar

                       

Pikiran Rakjat,  16 September 1958. 20 September 1958,  7 Oktober 1958,  17 Oktober 1958, 25 Oktober 1958,  3 November 1958, 13 November 1958,  3 Desember 1958, 4 Desember 1958, 5  Januari 1959, 7 Januari 1959, 9 Januari 1959, 10 Januari 1959,  2 Maret 1959, 3 Maret 1959

Berita Antara 6 Juli 1958, 11 Juli 1958, 1 Maret 1959,  2 Maret 1959, 3 Maret 1959

Suluh Indonesia, 3 Maret 1959, 4 Maret 1959

Sumber Situs:

: http://www.berdikarionline.com/ho-chi-minh-di-indonesia/#ixzz42lPIpIW1  diakses pada 13 Maret 2016

http://go.stp-bandung.ac.id/index.php/id/stpbandung  diakses pada 13 Maret 2016

http://indonesia-flashback.blogspot.co.id/2012/06/sejarah-berdirinya-institut-teknologi.html 13 Maret 2016

http://staff.unila.ac.id/janter/2014/09/01/mengenal-prof-dr-ir-r-m-soemantri-brodjonegoro/ diakses 13 Maret 2016

 

Buku dan Artikel

Resky, Drs. Mohamad, Sistem Politik di Indochina  1945-1990, Jakarta: CV Budi Utama, 2015

 

Kredit Foto;

https://unalux.files.wordpress.com/2014/03/sukarno5hociminh.jpg  diakses pada 13 Maret 2016

Soerkarno dan Ho  Chi Minh di Unpad, Kredit Foto suluh Indonesia, repro Irvan Sjafari

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun