Presiden Soekarno dalam pidato kenegaraannya pada 17 Agustus 1958 menyebutkan bila 1957 adalah “The Year of Decision”, maka 1958 adalah “A Year of Challenge” atau tahun penuh tantangan. Bung Karno menyebutkan tantangan di sini datang dari DI/TII dan pemberontakan PRRI/Peresta, aksi jalan lain Irian Barat, serta kemungkinan pecahnya Perang Dunia ke III. Soekarno juga mengungkapkan ada tantangan dari subversi dan intervensi asing. Tantangan ketiga ialah keadaan liberalisme dan perlunya melaksanakan Demokrasi Terpimpin, serta penyerdehanaan kepartaian. Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini kata Bung Karno kita tak boleh setengah hati dan harus berani sedikit main judi.
Reaksi atas pidato Bung Karno datang dari sebuah partai kecil, yaitu Partai Acoma (Partai angkatan Komunis Muda). Partai ini didirikan pada 1952 dan pandangannya lebih dekat dengan Partai Murba dan pandangan tokoh-tokohnya lebih dekat dengan Tan Malaka. Dalam keterangan persnya mengenai pidtao Bung Karno, partai itu menyatakan bahwa pidato itu seperti menganjurkan merubah maklumat pemerintah 3 November 1945 yang sebetulnya sudah menolak liberalisme. Yang bersalah sebetulnya pemerintah dan bukan partai-partai.
Mantan Wakil Presiden Hatta pada akhir 1958 juga menyatakan bahwa dalam situasi seperti ini jangan bermain spekulasi. Dia juga mengkhawatirkan adanya anggapan bahwa keuangan negara bisa diselamatkan dengan mencetak uang terus-menerus. Di mata Hatta demokrasi terpimpin menghalangi sistem demokrasi sesungguhnya dan ke arah otoriter. Sekalipun tujuan demokrasi terpimpin baik. Sejarah kemudian membuktikan bahwa keduanya kembali berbenturan, hanya saja Hatta lebih memlih mengalah kepada Soekarno.
Irvan Sjafari
Sumber Surat Kabar : Pikiran Rakjat, 17 Juli 1958, 5 Agustus 1958, 7 Agustus 1958, 8 Agustus 1958, 13 Agustus 1958, 14 Agustus 1958, 15 Agustus 1958, 19 Agustus 1958, 22 Agustus 1958, 25 Agustus 1958, 8 September 1958
Buku dan literatur
Anwar, Rosihan, Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia Volume 3, Kompas Media Nusantara, 2009.