[caption caption="Rusa-rusa jinak berebut makanan"][/caption]Sekitar dua puluh ekor rusa menyerbu ke pinggir pagar kawat begitu saya dan beberapa pengunjung menyodorkan sejenis rumput-rumputan. Moncong mereka lansung menyambar dengan rakus dan langsung mengunyahnya. Di antaranya dua ekor jantan dewasa yang bisa ditandai dengan tanduknya di atas kepala. Di belakang berapa anak rusa yang menyusui hanya duduk di belakang pagar kedua sekitar dua meter dari pagar kawat. Kami menikmati memberimakan rusa yang tampak jinak. Jangan kuatir untukmenyentuh kepalanya. Di dekat pagar ada menara untuk melihat rusa-rusa dari atas.
Untuk mencapainya saya menempuh jalan setapak menuju Maribaya namun berbelok ke bawah mengikuti papan petunjuk dan melintasi jembatan menyeberangi sungai. Menurut Mang Ade, 42 tahun rusa-rusa itu sudah berada di Dago Pakar sejak awal 2013. Mereka didatangkan dari penangkaran rusa Jonggol. Terdapat dua puluh lima ekor rusa menempati areal seluas dua ribu meter persegi. Jenisnya adalah rusa Timor (Servus Timorensis).
“Rusa-rusa itu tak berhenti makan, kecuali yang masih bayi menyusui. Sekalipun tidak takut pada pengunjung, rusa yang jantan bisa agresif di musim kawin kalau sampai ada pengunjung yang masuk dan dekat pada yang betina,” tutur Ade yang sudah setahun bertugas memberi makan rusa. Dia membawa rumput-rumputan itu dengan sepeda motor bisa sampai 4 kali sehari. Mang Ade bolak balik menempuh jarak tiga kilometer yang konstur tanahnya turun naik.
Di sebuah warung dalam taman saya mengobrol dengan Ibu Aah 48 tahun penjajanya, sekaligus juga warha lokal. Ibu itu cerita rusa-rusa itu pernah kabur ke pemukiman dan memakan tanaman sayuran yang berada di kebun milik penduduk. Mang Ade membenarkan kejadian itu. Setelah kabur rusa-rusa itu kembali dengan sendirinya hari itu juga ke kandangnya secara bergerombolan, jadi tidak perlu dicari. Berdasarkan pengalaman itu pagarnya dibuat lebih kuat.
Di Jawa Barat terdapat beberapa penangkaran rusa. Selain di Istana Bogor, beberapa tahun terakhir ini tempat penangkaran sudah tersebar di kawasan Perum Perhutani di Kawasan Wanawisata Cariu, Jonggol dan Kawasan Wanuwisata Rancaupas, Rancabali, Kabupaten Bandung dekat Kawah putih Ciwidey dan juga di Dago Pakar. Selain itu terdapat juga rusa di Konservasi Sumber Daya alam di Masigit, Kareumbi. Di kawasan Rancaupas, rusa-rusa ini bahkan bisa berinteraksi langsung dengan pengunjung (tanpa pagar pembatas). Para pengunjung dengan aman bisa memberi makan dan mengelus kepala rusa. (Pikiran Rakyat, 3 Februari 2015).
Saya kembali ke gerbang dengan menggunakan ojek bukan karena lelah, tetapi mengejar waktu Salat Jum’at. Di perjalanan saya melihat para pengunjung terus mengalir masuk walau sudah tengah hari. Setelah Maribaya dan Tangkubanparahu diambil alih swasta wahana wisata yang murah meriah terus berkurang. Tahura Djuanda Dago Pagar adalah di antara yang masih bisa terjangkau banyak orang. Tiketnya masih Rp 10.000 plus Rp1000 buat premi.
Di perjalanan pulang pergi ke penangkaran rusa, berepa tempat sedang di perbaiki. Di antaranya pelataran depan Goa Belanda, serta pembuatan saluran air minum dari Maribaya. Di beberapa spot terdapat tempat makan berupa saung milik warga lokal. Jadi tidak perlu khawatir kelaparan. Yang menjadi komplain saya ialah ketika keluar dari taman agak sukar mencari masjid untuk Salat Jum’at. Hanya ada masjid kecil hingga saya harus salat di jalanan. Mungkin hanya untuk warga setempat dan tidak dimaksudkan untuk pengunjung di musim libur.
[caption caption="Pedagang makanan di perjalanan"]