Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gajah dan Manusia dalam Sejarah: Bukan hanya Meninggalkan Gading

11 Agustus 2015   15:13 Diperbarui: 11 Agustus 2015   15:13 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa Catatan Kontemporer Kematian Gajah
Pada 1985 populasi Gajah Sumatera mencapai 2.500 hingga 4.500 ekor. Kawanan ini hidup di kawasan konservasi, hutan produksi, dan hutan-hutan lindung. Jumlah populasi ini terbesar berturut-turut terdapat di Riau, Lampung, D.I. Aceh, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Barat. Seekor gajah dewasa memerlukan areal hutan seluas 400 ha untuk bertahan hidup selama setahun. Pasalnya perkembangan ekonomi dan pemukiman terutama transmigrasi membuat masalah baru konflik manusia dengan gajah, selain soal gading.

Konflik manusia dengan gajah ini telah mencuata ke permukaan pada 1980. Kemudian pada 1982, suatu operasi penghalauan kawanan gajah, yang disebut Operasi Ganesha, dilakukan dari daerah transmigrasi rawa gambut Air Sugihan Sumatera Selatan, ke Padang Sugihan yang berjarak lebih dari 50 kilometer. Sebanyak 200 ekor gajah berhasil dihalau dan masuk ke area hutan seluas 40.000 ha.

Pasca 2000-an gajah Sumatera benar-benar dalam bahaya. Menurut data World Wildlife Fund (WWF) Indonesia, gajah Sumatera kehilangan 70 persen habitannya akibat pembukaan lahan baru di kawasan hutan. “Dalam 20 tahun terakhir populasinya menyusut sekitar 50 persen,” menurut data WWF.Koordinator Earth Hour Aceh Andri Munazir menyatakan, Aceh merupakan provinsi yang memiliki populasi gajah Sumatera terbesar. Karenanya, Earth Hour menjadikan isu penyelamatan gajah sebagai tema peringatan hari satu jam tanpa nyala lampu itu (http://www.acehkita.com/2015/03/gading-diburu-tiap-tahun-34-gajah-dibunuh-di-aceh/)

Pada 13 April 2014, bangkai gajah ditemukan dalam kondisi mengenaskan di Desa Kareung Hampa, Kecamatan Lam Balek, Kabupaten Aceh Barat, sekitar 150 meter dari kawasan perkebunan sawit PT. Agro Sinergi Nusantara (ASN). Kondisi bangkai gajah dalam keadaan belalai lepas, gading hilang, dan diperkirakan sudah mati sejak satu minggu sebelumnya. Kematian gajah di seluruh Pulau Sumatera antara 2011-2014 jumlahnya semakin mendekati angka 200 individu atau lebih dari 10 persen total populasi Gajah Sumatera di alam (http://www.antaranews.com/berita/491394/wwf-desak-pemerintah-usut-kasus-kematian-gajah).

Antara tahun itu kematian gajah digambarkan begitu miris. Misalnya Pada 13 Juli 2013 ditemukan seekor gajah yang mati terkena jerat dengan keadaaan yang mengenaskan (wajah yang hancur, belalai putus dan gading hilang), di Desa Rantau Sabon. “Genk” , nama yang dikenal masyarakat dari gajah tersebut, diketahui sebagai gajah jantan soliter yang sering keluar masuk kebun masyarakat. Laporan lain menyebutkan bahwa terhitung sejak 2012 hingga akhir 2014 ini, 27 ekor Gajah mati di Aceh.

Angka terbanyak terdapat dari kabupaten Aceh Timur dengan jumlah 14 ekor, disusul Aceh Utara 7 ekor dan Aceh Jaya 5 ekor. Angka ini menunjukkan bahwa kematian gajah di Propinsi Aceh termasuk tinggi. (http://www.rri.co.id/takengon/post/berita/118431/daerah/angka_kematian_gajah_di_aceh_tinggi.html) Hal yang tragis mengingat gajah pada masa kejayaan Kesultanan Aceh mendapatkan tempat terhormat. Kematian gajah menjadi lebih tinggi tampaknya berhubungan dengan ekspansi perkebunan sawit, illegal logging yang membuat gajah akhirnya lari ke pemukiman warga.

Selain di Aceh kematian gajah sumatera juga terjadi di wilayah Riau. Data komtemporer pada Juni 2015 ditemukan seekor gajah mati membusuk tanpa gading di areal konsesi hutan tanaman industri tanaman akasia Sinar Mas Forestry di Desa Koto Pahit, Kecamatan Pinggir, Bengkalis. Pada semester pertama 2015 terdapat Sembilan ekor gajah mati di Riau dan antara 2012-2014 sebanyak 145 ekor gajah mati karena berbagai sebab (http://print.kompas.com/baca/2015/06/24/Gajah-Mati-Tanpa-Gading-di-Riau).

Hubungan manusia dengan harimau atau serigala bagaikan dua sisi sebagai seteru tetapi juga sekaligus dikagumi,manusia berangan-angan menjadikannya sebagai personofikasi keperkasaan dan dalam cerita folkfore manusia dan hewan-hewan ini berpadu. Hubungan manusia dengan gajah lebih ambigu lagi. Di satu sisi gajah digunakan jasanya sebagai “sekutu manusia” untuk transportasi, tenaga kerja, gaya hidup, berburu bahkan untuk perang. Di sisi lain manusia dan gajah berkonflik karena dianggap gangguan bagi habitat manusia, tetapi lebih tragis lagi hanya untuk diambil gadingnya.

Irvan Sjafari

Sumber Lain:
https://baranom.wordpress.com/2013/04/25/perkasa-alam-raja-para-pedagang/ diakses 9 Agustus 2015.

http://achmadfauzi24.blogspot.com/2013/10/kerajaan-banten-dan-cirebon.html diakses pada 10 Agustus 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun