Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Review Madre: Cinta, Biang Roti dan Menemukan Filosofi Dee

1 April 2013   12:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:55 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_252260" align="aligncenter" width="300" caption="Beberapa adegan dalam Madre (kredit Foto www.Jakartavenue.com)"][/caption]

Judul  Film           :  Madre

Sutradara            :  Benni Setiawan

Bintang                 :  Vino G. Bastian, Laura Basuki, Didi Petet

Rated                    :  **

“..Dua pemuda masa revolusi, tiga dara tahun 1960-an memperlakukan Madre sangat manusiawi..” Demikian gumam Tansen ketika melihat semangat dua orang kakek dan tiga orang nenek memasak roti demi menghidupkan kembali Toko Tan de Bakker tempat mereka bekerja  selama puluhan tahun. Adegan sama menyentuhnya ketika Tansen tertengun mendengar seorang dari mereka berharap: moga-moga di tempat yang baru Madre diperlakukan sebagai mahluk hidup”.

Dewi Lestari (penulis cerita Madre) dalam konferensi pers peluncuran film layar lebar ini beberapa waktu lalu menyebutkan roti dianggapnya mahluk hidup karena adanya biang adonan (biang roti) karena adanya mahluk yang disebut fungi (jamur).  Biang adonan ini membuat suatu produk roti dari sebuah toko berbeda dengan toko yang lain. Biang roti ini berbeda karena pembuatannya juga berbeda ada yang dari fragmentasi nenas, ada yang dari apel dan ada yang sampai berusia 150 tahun.  Madre adalah  biang adonan yang berasal dari Bahasa Spanyol berarti ibu.

Dibandingkan dengan film Perahu Kertas, sekalipun Dee (demikian panggilan akrab Dewi Lestari) tidak ikut terlibat dalam pembuatannya, Madre terasa kental filosofis Dee-nya  seperti yang saya tangkap dari Supernova.  Tokoh Tansen nyaris sebangun dengan Bodhi dalam Supernova Akar, sama-sama anti establishment.  Bedanya kalau Bodhi berkepala gundul, Tansen berambut gimbal.  Tansen memperlihatkan sikap anti kemapanan-nya ketika melawan keputusan pemegang saham Fairy Bread yang banyak memberikan order buat Tan de Bakkery,  tetapi mendikte toko itu agar berjalan dengan prinsip indutri (kapitalisme).

Tansen diceritakan datang dari keluarga campuran, Ibu berdarah India dan ayah dari keluarga Tionghoa (dalam film disebutkan dibesarkan oleh keluarga Sunda) . Kalau Bodhi diceritakan menemukan keluarganya dalam komunitas punk di Bandung,maka Tansen menemukan keluarganya pada mantan karyawan Tan de Bakker yang sudah sepuh. Tansen penyuka olahraga ekstrim surfing dan ingin hidup bebas.  Sikap hidup yang kerap  ditemui bila saya membaca novel-novel Dee.

Kembali ke Madre, Dewi menceritakan bahwa inspirasi penulisan cerita ini antara lain ketika ia berkunjung  ke Sumber Hidangan di kawasan Braga.  Di restoran yang menghidangkan roti dan es krim ini  ternyata kasirnya sudah 45 tahun bekerja di resto itu dan ada pegawai yang sudah 22 tahun bekerja di sana.  Klop dengan kharakter para kakek dan nenek yang setia untuk Tan de Bakker.  Sumber Hidangan kini berdiri di Braga dan sejarahnya sudah dimulai 1929.

Film yang disutradarai ini dibuka dengan kedatangan Tansen (Vino G. Bastian) menemui seorang pengacara bernama Gandhi di sebuah pemakaman.  Ternyata dia mendapatkan warisan berupa Madre sekaligus toko Tan de Bakker di kawasan Braga. Di sini ia bertemu Pak Hadi (Didi Petet) juru masaknya yang setia menjaga toko itu.   Kemudian Tansen bertemu dengan pembaca blognya (bertajuk  “Sang Pencari Ombak”) yang juga pengusaha toko roti Fairy Bread bernama Meilan Tanuwidjaja (Laura Basuki).  Awalnya Mei tertarik untuk membeli Madre, tapi akhirnya ia memutuskan untuk bekerja sama dengan Tansen menjual roti klasik.

Bisa ditebak Tansen dan Meilan saling tertarik. Pasang-surut hubungan antara keduanya, apalagi Meilan sebetulnya punya tunangan bernama James juga salah seorang pemilik saham Fairy Bread  dan eksistensi Madre adalah konflik cerita ini.

Sinematografi film ini memikat dengan panorama   sudut-sudut jalan Braga dengan bangunan tuanya dari berbagai angle, komplit mesin kasir jadul, kulkas jadul, oven jadul yang menjadi perabotan toko roti. Akting  Didi Petet jadi Pak Hadi yang beraksen Sunda serta Titi Qadarsih sebagai Qory dengan logat ke Belanda-an pas sekali menghidupkan film ini.  Begitu juga kehadiran cameo pemain biola di sepanjang trotoar Jalan Braga.

Irvan Sjafari

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun