[caption id="attachment_388162" align="aligncenter" width="300" caption="Iklan tawaran Berwisata (kredit foto Irvan Sjafari Repro Pikiran Rakjat 1957)"][/caption]
Bandung menjadi kota tujuan wisata, kota mode sejak masa Hindia Belanda.Setiap tamu kehormatan termasuk tamu negara sesudah masa merdeka,yang datang ke kota ini kerap dibawa mengunjungi Tangkubanparahu sebagai ikon wisata utama. Sementara untuk umum musim libur sejumlah tempat wisata dalam dan luar kota ramai. Cukup mencengangkan sekali pun situasi di luar kota masih banyak gangguan keamanan yang dilakukan gerombolan bersenjata, kegiatan pelesir sepertinya tidak terganggu. Semaraknya berwisata pada pertengahan 1957 juga tak terganggu oleh adanya wabah influenza yang menghajar sejumlah tempat di Jawa Barat pada Mei hingga Juli 1957.
Di dalam kota, Situ Aksan pada 7 hingga 8 Juli 1957 menjelang Hari Raya Idul Adha ada keramaian dengan Orkes Melayu, tari-tarian, pertunjukkan reog dan memancing ikan (Pikiran Rakjat, 5 Juli 1957). Aktiftas bersenang-senang di Situ Aksan memang boleh dibilang tidak terdengar terganggu. Kota Bandung semakin semarak dengan dibukanya Pasar Kembang di Wastukencana pada akhir Juli 1957.Pembukaan pasar kembang diberitakan disaksikan Ketua DPDP Kotapraja Bandung Haji Sobandi. Pasar kembang ini dimaksudkan untuk menampung penjual kembang yang awalnya berjualan di tempat terlarang(Pikiran Rakjat, 31 Juli 1957).
Jawa Barat pernah mengadakan lomba perkutut. Pada hari Minggu 30 Juni 1957 lomba itu diadakan di sebuah kebun pisang kawasan cilentah yang diselenggarakan sebuah perkumpulan perkutut. Sebanyak 88 ekor perkutut dari pemilik yang datang dari berbagai tempat di Jawa Barat da nada yang dari Sumenep dan Lasem mengikuti concour ini.Yang menang disebutkan perkutut Joger milik warga Bandung bernama Ang Koh Sin dan mendapatkan satu medali emas murni, satu bauh beker dari Chung Brother dan satu potong kain dari Toko Slamet.Hadiahnya cukup unik (Pikiran Rakjat, 1 Juli 1957).
Minggu 7 Juli 1957 sebuah Klub Vespa dari Jakarta mengunjungi Bandung dalam Trip-nya.Klub yang didirikan pada Maret 1957 ini datang atas usaha Suraco NV Cabang Bandung disambut komunitas vespa kota kembang ini.Rombongan dengan 30 sekuter dan dua vespa jenis komersial roda tiga dijemput di Ciburuy dan diajak ke Lembang. Setelah makan dan ramah tamah di Restoran Merdeka rombongan pulang ke Jakarta, diantar hingga Sukabumi keesokan harinya 8 Juli 1957 (Pikiran Rakjat, 9 Juli 1957). Tidak mencuat berita bahwa rombongan ini dicegat gerombolan bersenjata.
Braga Sky
Sebuah bioskop megah yang anyar (ukuran masa itu) diresmikan di Bandung pada 22Mei 1957 bernama Braga Sky. Para wartawan Bandung dan keluarga mereka serta sejumlah undangan menikmati santapan ringan dan pertunjukkanfilm produksi MGM dalam Cinemascope: “The Teahouse of The August Moon” yang dibintangiMarlon Brando, Glen Ford dan Machiko Kio.Braga Sky dibangun sejak Agustus 1953 dan merupakan bioskop ke 14 di Bandung yang didirikan NV Sirna Galih dengan biaya Rp2,32 juta.Bioskop ini dirancang untuk penggemar film yang tak suka bergumul di depan loket sekaligus menghindari para pencatut.
[caption id="attachment_388163" align="aligncenter" width="300" caption="Braga Sky 1957 (kredit foto Irvan sjafari Repro Pikiran Rakjat 1957)"]
Braga Sky adalah bioskop kelas satu yang terkecil di seluruh Indonesia. Kelebihannya terletak pada bangunannya yang molek, kursi-kursinya semi luks berjumlah 282 buah dan terdapat dua buah bar yang disediakan di dalam dapat memberi keputusan bagi para pengunjung. Yang berbeda dengan bioskop lainnya di kota Bandung adalah peraturan dalam membeli karcis yang cukup mahal masa itu sebesar Rp8. Karcis dibubuhi nama si pembeli hingga bisa menghindari pencatutan. Para penonton diberi kesempatan membeli karcis pukul 09.00 hingga 15.00sementara pada malam hari ditutup. Para pengunjung yang bermobil disediakan tempat kendaraan di Braga, Toko Merdeka (tempat penualan Bunga) dan Lapangan Van Dorp(Pikiran Rakjat, 23 Mei 1957).Film top Hollywood yang diputar di Braga Sky antara lain The Power and The Prize yang dibintangi oleh Robert taylor dan Charles Coburn pada akhir Juni 1957.
[caption id="attachment_388166" align="aligncenter" width="300" caption="Adegan film Tea House of The August Moon (kredit foto www.moviepictures.com)"]
Pada musim libur Juni-Juli 1957 kerap ada pertunjukkan khusus. Pada awal Juli 1957 Yayasan Kesejahteraan Pemuda dan Pelajar mengadakan pertunjukkan film kategori semua umur di Bioskop Capitol pada jam 15.30, yaitu pada 1 Juli 1957 untuk film Snow White and The seven Dwarfs dan 2 Juli 1957 Si Melati yang diproduksi pada 1954. Film ini dibintangi Marlia Hardi, Sulastri, Komariah, Bu Kasur, Nuraini, Musinah, Bu Sindu.Nama-nama yang kemudian dikenal sebagai tokoh pendidikan dan bintang keluarga (Pikiran Rakjat, 29 Juni 1957.
Anom Pictures merilis film barunya berjudul Rini ditujukan pada anak-anak Indonesia pada 3 Juli 1957 di radio City. Film ini bercerita soal derita anak cacat bernama Rini, diperankan Henny Temple-namanya mengingatkan pada aktris Shirley Temple- serta Hamid Arief, Tina Melinda. Film lain yang diperkenalkan kepada wartawan ialah Terang Bulan Terang di Kali diangkat dari cerita penulis mdua R.M Ardan.Sesudah pertunjukkan diadakan ramah tamah antara para bintang dan wartawan Bandung di Restoran Naga Mas (Pikiran Rakjat 4 Juli 1957).
Ada sebuah film dokumenter dari Italiakarya Leonardo Bonziproduksi 1954 mendapatkan kritik keras dari pihak Indonesia.Film ini memperlihatkan kehidupan primtiif di Indonesia dan menghina martabat perempuan masyarakat Kalimantan, hampir serupa yang dihebohkan pernah terjadi pada perempuan Bali.Dalam artikel Pikiran Rakjat edisi 31 Juli 1957 berjudul “Pro dan Kontra The Lost Continent: Inggris Syur Indonesia Djengkel” disebutkan film sebetulnya memeprkenalkan daerah yang pernah dilalui Marcopolo.
Selain itu terdapat sejumlah fakta yang tidak sesuai seperti penari kecak Bali menggunakan Caping.Sejumlah lagu Indonesia seperti “Es Lilin” dan “Bengawan Solo” digunakan dalam film ini. Artikel ini menunjukkan bahwa semangat nasionalisme dan reaksi pihak Indonesia terhadap hal-hal yang merendahkan martabat bangsa pada masa itu begitu tinggi.
Bandung makin kukuh sebagai kota mode.Rabu 3 juli 1957, seorang ahli mode bernama R.W. Younge mengadakan demonstrasi pembuatan bermacam sanggul di Gedung Unie Clubdi depan anggota Panulung Wanodya Bandung.Sanggul menurut penata rmabut ini sama halnya dengan mode rambut para perempuan Barat seperti gebob, jongenskip dan Indonesia memiliki macam model rambut. Hal ini modifikasi hingga muncul model manikin, Madame Curie, Roda hingga Sambar Gledek.Younge diceritakan membuka krusus di Jalan Ciatul Kidul Bandung dan diikuti 12 orang (Pikiran Rakjat, 4 Juli 1957).
Untuk mencari dana bagi Rumah Buta seorang pemilik rumah mode dari Jakarta bernama Joyce Mouthuan mengadakan pertunjukan mode bertajuk “Aloha Night”.Joyce membawa para mdoelnya (masa itu disbeut mannequin) mempertunjukan berbagai busana yang berbauHawaii, baik busana sport maupun cocktail. Hadir dalam acara yang diadakan di Hotel Savoy Homaan pada Sabtu 6 Juli 1957 itu isteri dari Gubernur Ipik Gandamana, istri petinggi polisi Bandung Mustafa Pane dan Ny. Hasan Sadikin(Pikiran Rakjat, 9 Juli 1957).
Pertunjukkan lain yang penting ialah malam kesenian balet Russia yang diselenggarakan di Panti Budaya pada 13 Juli 1957 jam 18.30. Pertunjukkan ini diisi oleh Ecole de Danse pimpinan Nancy Van Der Straay. Sekolah balet ini sudah ada di Bandung Juni 1955.Pikiran Rakjat edisi 15 Juni 1957 menceritakan pembukaan dilakukan Nancy sendiri dengan sbeuah adegan dari “Sleeping Beauty”, disusul murid remajanya lewat “Le foyer de la Danse” dan muridnya yang anak-anak dalam “Carnaval des Enfants”. Pertunjukan balet ini menunjukankehidupan kota Bandung yang cosmopolitan pada masa itu.
[caption id="attachment_388165" align="aligncenter" width="300" caption="Panti Budaya 1950-an (kredit foto www.storify.com/Mooibandoeng)"]
Tetapi hidupnya dunia mode, pertunjukan balet menandakan dunia hidup lebih banyak ditopang karena banyaknya orang-orang Eropa yang banyak tinggal di kota Bandung. 1957adalah puncak kehidupan “kosmopolitan” itu yang masih saya bahas di tulisan berikutnya.Sejarah mencatat akhir 1957 adalah awal apa yang disebut sebagaiRepatriasi (pemulangan) Orang Belanda di Indonesia sebagai akibat kegagalan diplomais Irian Barat.
Allan Akbar dalam artikel berjudul “Repatriasi Harga Mati” pada 13 Oktober 2013 yang dimuat di http://historia.co.id/artikel/kuno/1285/Majalah-Historia/Repatriasi_Harga_Matimenyebutkan pada 1 Desember 1957, pemerintah melarang terbitan-terbitan berbahasa Belanda, maskapai penerbangan Belanda KLM mendarat di Indonesia, dan warga negara Belanda memasuki Indonesia. Pada 2 Desember 1957, Menteri Penerangan Sudibyo selaku ketua Aksi Pembebasan Irian Barat memerintahkan kepada semua buruh perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia untuk mogok total selama 24 jam, yang berujung pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda.
Acara hiburan peninggalan Belanda berlangsung ialah pacuan kuda di Lapangan Tegallega cukup rutin. Pada 1957 antara lain diselenggarkan pada 20-21 Juli. Penjualan tiket masuk dilakukan di Restoran Naga Mas (Pikiran Rakjat, 12 Juli 1957).
Bisnis Travel Indonesia Indah Bandung
Pada pertengahan 1957 terjadi perkembangan menarik, yaitu mencuatnyabeberapa jasa berpelesir bagi warga Bandunguntuk berwisata ke luar kota. Di antaranya usaha yang menamakan dirinya PT. Indonesia Indah berlokasi di Jalan Purnawarman nomor 3.Indonesia Indah menawarkan berwisata dengan bus luks dilengkapi radio, kulkas, serta stewardess (pramugari) dan pimpinan rombongan yang dipromosikansebagai orang yang cakap.
Dalam advertensinya dimuat Pikiran Rakjat 6 Juni 1957 Indonesia Indah menawarkan Trip Lido-Puncakpada 10 Juni 1957.Rute yang disinggahi adalah Bandung-Cianjur-Sukabumi-Lido-Puncak-Cianjur-Bandung. Biayanya Rp 100 per orang termasuk makan dan minum.Selain itu Indonesia Indah menawarkan Bali Trip dengan dua rombongan keberangkatan, yaitu pada 29 Juni hingga 13 Juli 1957 dan yang kedua 16 Juli hingga 30 Juli 1957. Kebrangkatannya tampaknya dari Jakarta. Ada pun rutenya adalah Jakarta-Bandung-Semarang-Surabaya-Banyuwangi-Bali-Malang-Solo-Yogyakarta-Semarang-Bandung-Jakarta.
Indonesia Indah juga menawarkan TripBorubudur pada 4 hingga 8 Juli 1957.Ada pun kawasan yang disinggahi adalah Borobudur, Mendut, Prambanan, Yogyakarta, Solo, Sangkanhurip, Cibulan, Cirebon dengan biaya Rp750/orang, termasuk penginapan, makanan dan minuman. Armada Indonesia Indah besar karena berani menawarkan trip perjalanan. Dalam waktu bersamaan.
Pada 7 dan 8 Juli mereka juga menawarkan Trip Pelabuhan Rtau-Lido-Puncak.Biaya perjalanan Rp275 per orang termasuk penginapan, makan minum. Anak-anak di bawah umur 10 tahunseparuh harga.Keberangkatan dari Bandung disebutkan pukul 6 pagi pada 6 Juli 1957.Indonesia Indah menyebutkan lokasi yang dikunjungi adalah KarangHawu sebuah pantai indah dengan gelombang besar yang pecah di atas cadas, pasir yang lebar dan indah.
Sementara di Lido para wisatawan yang ikut disebutkan dapat menyaksikan danau, naik motor boat dan berdansa.Sementara di Bogor, mereka melihat kebun raya, yang diklaim satu-satunya di dunia pada masa itu (Pikiran Rakjat, 3 Juli 1957). Trip dengan kunjungan Pelabuhan Ratu juga dilakukan pada 4 Agustus 1957 dengan biaya Rp125/orang termasuk makan dan minum (Pikiran Rakjat, 1 Agustus 1957). Sementara pada 6 Agustus 1957 Indonesia Indah menawarkan Trip ke Jakarta berbiaya Rp 135/orang dengan mengunjungi Gedung Arca (museum gajah), Pasar Ikan dan Pelabuhan Tanjung Priuk. Pada saat bersamaan ada Trip ke Cibodas-Puncak dengan biaya Rp125/orang (Pikiran Rakjat, 2 Agustus 1957).
Populernya Lido sebagai tempat berpelesir juga diwarnai cibiran bahwa di beberapa tempat terdapat acara tarian Rock N’Roll dan Ball Night yang pernah mengguncang Bandung pada Februari 1957. Tari-tarian seperti ini dinilai melanggar kesusilaan Timur.Padahal di kota-kota besar terdapat larangan pada kegiatan ini.Para pengunjung datang dari Jakarta, Bandung dan Bogor (Pikiran Rakjat, 8 Juni 1957). Sekolah-sekolah dansa juga tetap buka menawarkan jenis tarian baru. Sekolah Dansa VD Kraan mislanya pada 4-6 Juli 1957 menawarkan dansa Quieck Step, Engels Waltz, Slow Fox, Tango. Pendaftaran dilakukan di Braga nomor 71 dan Riau nomor 165(Pikiran Rakjat, 27 Juni 1957).
Indonesia Indah tidak sendiri. Seorang bernama Tjoe Kian Tjin berlokasi di Dalem Kaum nomor 30 menawarkan perjalanan wisata ke Bali dengan mobil dengan keberangkatan pada 6 Juli 1957 melalui Semarang-Surabaya-Malang dan Banyuwangi-Bali-Sarangan-Borobudur(Pikiran Rakjat, 27 Juni 1957). Selain dengan mobil warga Bandung dapat menikmati penerbangan Garuda Indoensian Airways ke berbagai lokasi dan juga mengirimkan barang.
Table I
Biaya Perjalanan dengan Garuda dari Bandung pada 1957
Tujuan
Biaya Penumpang
Muatan Per Kilo
Denpasar
Rp765
Rp4,60
Jakarta
Rp100
Rp0,65
Jambi
Rp660
Rp4,30
Yogyakarta
Rp310
Rp2,05
Makasar
Rp1.165
Rp7,25
Medan
Rp1.430
Rp9,05
Padang
Rp1.010
Rp6,45
Palembang
Rp485
Rp2,90
Semarang
Rp290
Rp1,65
Surabaya
Rp465
Rp2,85
Tanjung Pandan
Rp470
Rp2,75
Teluk Bentung
Ro320
Rp1,85
Sumber: Advertensi Pikiran Rakjat, 15 juli 1957
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H