Mohon tunggu...
Hafis hamdan
Hafis hamdan Mohon Tunggu... Jurnalis - mahasiswa

😎Mentri di republik Anchoor 📝Juga menulis di mojok- Menulis ialah upaya akal merangkai kata dalam merefleksikan hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mahasiswa Jurnalistik, Harapan Kembalinya Pers Sebagai ''Watchdog''

18 Juni 2019   19:28 Diperbarui: 22 Februari 2020   01:45 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Era digital kini turut menjadikan pers bertransformasi sedimikian rupa,berbagai tantangan yang kemudian muncul tak hanya mendorong industri media menghasilkan berita berkualitas tapi juga menjamin peningkatan pagewiews atau click dari suatu laman media daring. Jika diksi ''berkualitas'' merujuk pada ajaran elemen jurnalisme-nya bill kovach dan tom Rosenstiel hal pertama jelaslah apa yang disebut sebagai truth-''kebenaran''.

Andreas harsono dalam bukunya agama saya adalah jurnalisme mencoba menerangkan apa yang dimaksud ''kebenaran'' oleh bill kovach, kebenaran yang bukan dalam tataran filosofis melainkan fungsional. Sehingga senantiasa bisa direvisi.

Contoh seorang terdakwa bisa dibebaskan karena terbukti tak bersalah,hakim bisa keliru. Pelajaran sejarah,fisika,biologi bisa salah, bahkan hukum-hukum ilmu alam pun bisa direvisi, hal ini pula yang dilakukan oleh jurnalisme. sehingga kebenaran dibentuk hari demi hari,lapisan demi lapisan.

Beberapa tahun belakangan saya mencoba memahami esai-esai rusdi mathari yang sebahagian orang akrab memanggilnya cak rusdi seorang wartawan yang ''keras''.

Keras disini berkonotasi pada tindak laku seorang wartawan yang gigih menyampaikan kebenaran dan pantang terima suap. Beruntung setiap esai yang ditulisnya di kanal media online millik phutut EA kemudian dibukukan sehingga para insan pers  dan juga mahasiswa jurnalistik punya gambaran laku wartawan ideal dan progresif.

Saya menyebut mahasiswa jurnalistik karena cak rusdi pun pernah mengenyam Pendidikan jurnalistik  . Mahasiswa jurnalistik hemat penulis menjadi gebrakan maupun cita ideal dalam mewujudkan kembalinya jurnalisme '' guardian of democrasy'' atau istilah lainnya ''watchdog'' atas penguasa.

bukan berarti penulis meragukan kerja wartawan yang tak lahir dari bangku perkuliahan ( jurusan jurnalistik ) namun ada semacam degradasi pada kerja-kerja jurnalistik kini  yang tak hanya dilakukan oleh sebahagian  wartawan senior pun wartawan yang baru berjibaku dalam dalam kerja-kerja jurnalisme.

Walaupun tak menjamamin ketika lulus mahasiswa jurnalistik akan bekerja sebagai wartawan namun  ada semacam tanggung jawab moral  pada publik untuk mengajarkan atau memberi Pendidikan literasi media ditengah tsunami hoax atau bagaimana seharusnya industry media beroprasi terutama ruang lingkup kerja wartawan.tanggung jawab tersebut jika disangkal hanya milik mereka yang disebut sebagai wartawan. sungguh ironi,

Bukankah mahasiswa secara umum telah mengetahui perannya sebagai agen perubahan terlebih mengetahui bagaimana media bekerja dengan berbagai kebohongan yang tidak diketahui oleh publik -bagi mahasiswa jurnalistik.

Noam Chomsky filsuf dan kritikus kebijakan amerika  pernah menggambarkan kerja-kerja pers yang dianggapnya jauh dari nilai dan perannya sebagai gatekeeper informasi yang beredar di tengah masyarakat, ia mempersepsikan bahwa informasi yang disuguhkan oleh media tak lebih dari hasil rekonstruksi berbagai kepentingan di ruang redaksi,

Sebetulnya pemikiran choamsky pun disandarkan pada kekecewaan terhadap  media yang hanya sekadar menjadi humas penguasa-kala itu ia mengkritik kebijakan presiden amerika atas invasinya di irak dengan alibi yang sama sekali tak berdasar-amerika meyakinkan publik bahwa tindakan mereka sudah benar guna menjaga keamanan nasional pun dunia dari senjata pemusnah massal yang diklaim berada di irak.,

yang dilakukan media pun tak lebih sekadar melegitimasi tindakan negara adikuasa tersebut sehingga masyarakat dunia terkhusus anti islam atau  islamhopobia turut membenarkan tindakan amerika hingga warga sipil irak pun turut menjadi korban atas tindakan negeri berjuluk paman sam.

Bukan berarti tak ada media yang mencoba membeberkan fakta atas tindakan amerika tersebut namun upaya jelas lebih gigih karena mencoba melawan pemberitaan media dengan kapital besar

Sebut saja new York times yang muncul ke permukaan tak lebih dari sekadar humas penguasa atas tindakan invasi tersebut.jika berkenan meluangkan waktu para pembaca bisa menonton film jurnalisme ( shock and awe ) yang diangkat dari kisah upaya media kecil ;wartawan ( pamor dan kapital ) melawan kebohongan elite penguasa dan kebohongan media.

Film shock and awe mencoba menggambarkan kembali bahwa ada dosa jurnalistik terhadap kematian warga sipil di irak. Kenapa dosa jurnalistik, karena berita yang beredar di ruang-ruang publik adalah hasil dari konstruksi kebenaran ( berita ) atas kepentingan tertentu yang kemudian menggiring opini publik lalu mensahkan segala tindakan atas dasar keamanan walaupun nyawa warga sipil terenggut.

Tak salah jika kemudian judul buku cak rusdi yang terpampang jelas pada cover ialah '' jurnalisme bukan monopoli wartawan'' .

pesan tersirat pada judul- penulis mencoba mempersepsikan bahwa ada upaya melibatkan publik dalam proses pemahaman jurnalisme sehingga publik tak hanya menjadi objek pasif ( pembaca ) namun juga faham bagaimana jurnlalisme bekerja. Sehingga setiap berita yang ditampilkan tak langsung dikunyah mentah-mentah.

Belakangan pun kemudian muncul gebrakan baru ranah jurnalisme-jurnalisme warga-setiap warga bisa berperan sebagai jurnalis dalam memberitakan kejadian yang ada disekelilingnya pun menjadi upaya pengenalan sekaligus pembelajaran kerja jurnalisme.

Mahasiswa jurnalistik menjadi harapan laku wartawan ideal atas media yang sekadar menjadi ''humas'' penguasa. Saya yakin mengapa jurusan jurnalistik dibentuk ialah melahirkan wartawan handal dan berdaya saing mampu mengonsep masa depan media pun tak kehilangan ghoirah kritis pun skeptis atas setiap kebijakan pemerintah pusat pun daerah-jelas ini pemikiran penulis yang sekiranya tak jauh berbeda dari visi misi jurusan jurnalistik.

Saya melihat banyak dari mahasiswa jurnalistik yang nyambi jadi wartawan di berbagai media lokal dan nasional, menjadi tumpuan masyarakat atas penyuguhan berita yang berkualitas- sama seperti cak rusdi atau melebihi kecerdasan dan kemampuan menulis dan terjaga harga dirinya sebagai JURNALIS.

Tak hanya cak rusdi banyak dari wartawan kondang yang kerap menghiasi layer kaca seperti najwa shihab yang membuka cakrawala berfikir kritis atas berbagai konflik yang terjadi dan yang terakhir pada kasus kematian supporter sepak bola, najwa mencoba membangun narasi '' jurnalisme damai'' atas tragedi sepak bola di indonesia

karni ilyas yang menjadi bapak dari lahirnya wartawan hebat lainnya, goenawan mohammad dengan majalah tempo besutannya pun tirto adhi soerjo perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional yang gigih menentang kolonialisme.

Bangkitlah mahasiswa jurnalistik, pers Indonesia tengah mati suri ditengah hegemoni kekuasaan dan kapitalisasi media.  Noam Chomsky  mengingatkan bahwa '' siapa yang mengontrol media maka akan mengontrol pikiran publik''.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun